Pontianak: Komando Daerah Militer (Kodam) XII/Tanjungpura menyelidiki kasus penyerangan terhadap prajurit TNI yang diduga dilakukan 15 orang warga negara asing (WNA) asal Tiongkok di area PT Sultan Rafli Mandiri, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Insiden tersebut terjadi sekitar pukul 15.40 WIB, Minggu, 14 Desember 2025 saat prajurit Batalyon Zipur 6/SD sedang melaksanakan Latihan Dalam Satuan di sekitar area perusahaan.
"Empat prajurit kami menerima laporan dari satpam PT SRM terkait adanya aktivitas drone tak dikenal yang terbang di area latihan militer," kata Kepala Penerangan Kodam XII/Tanjungpura, Kolonel Infanteri Yusub Dody Sandra, di Pontianak, dikutip dari Antara, Rabu, 17 Desember 2025.
Baca Juga :
Insiden Kekerasan di Tambang Emas Ketapang, Imigrasi Tangkap Puluhan WN TiongkokNamun saat prajurit berupaya meminta keterangan secara prosedural, sebelas orang WNA lainnya datang ke lokasi dan langsung melakukan penyerangan secara agresif. "Mereka menyerang anggota menggunakan senjata tajam berupa parang, airsoft gun, dan satu alat kejut listrik," jelas Yusub.
Konferensi pers penangkapan WNA Tiongkok terkait insiden kekerasan di tambang emas di Ketapang. Foto: MI/Devi Harahap.
Menghadapi situasi yang tidak berimbang dan berpotensi mengancam keselamatan, prajurit TNI mengambil langkah taktis dengan menghindari eskalasi konflik terbuka dan mundur ke area perusahaan untuk mengamankan situasi serta melaporkan kejadian tersebut ke komando atas.
Akibat insiden itu, satu unit mobil perusahaan jenis Hilux mengalami rusak berat, sementara satu unit sepeda motor Vario milik karyawan PT SRM turut dirusak.
"Hingga saat ini, motif penyerangan dan alasan penerbangan drone di area latihan tersebut masih kami dalami lebih lanjut," ungkap Yusub. Manajemen Angkat Bicara Terkait Penyerangan
Terpisah Direktur Utama PT Sultan Rafli Mandiri (SRM), Firman, menyampaikan keprihatinan mendalam sekaligus kecaman atas tindakan kekerasan dan perusakan aset perusahaan dalam peristiwa tersebut.
Firman memastikan prajurit TNI yang terlibat merupakan personel aktif yang sedang menjalankan tugas resmi negara, bukan bagian dari satuan pengamanan perusahaan.
Firman juga menjelaskan PT SRM telah mengalami perubahan kepemilikan dan manajemen yang sah secara hukum. Manajemen baru tidak pernah memberikan izin kepada tenaga kerja asing untuk melakukan aktivitas operasional di lingkungan perusahaan.
"Keberadaan WNA dalam peristiwa ini merupakan pihak yang disponsori oleh manajemen lama sebelum restrukturisasi perusahaan," kata Firman dalam keterangan pers.
Menurut dia PT SRM telah mengajukan pencabutan sponsor dan izin tinggal (KITAS) WN Tiongkik itu kepada Kantor Imigrasi Ketapang sejak Oktober 2025. Perusahaan juga telah melaporkan kejadian tersebut secara resmi ke Kepolisian Daerah Kalimantan Barat.
Mewakili manajemen baru, Firman mengaskan PT SRM telah mengalami perubahan struktur kepemilikan dan manajemen yang sah secara hukum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia.
Sehubungan dengan perubahan tersebut, manajemen baru PT SRM tidak pernah memberikan persetujuan, penugasan, maupun izin kepada Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk bekerja atau melakukan aktivitas operasional di lingkungan perusahaan.
“WNA yang terlibat penyerangan terhadap Prajurit TNI yang diklaim LC sebagai karyawan, kami pastikan adalah pihak-pihak yang disponsori oleh manajemen lama, sebelum terjadinya restrukturisasi manajemen baru perusahaan. Sekali lagi kami tegaskan LC dan WNA tersebut, bukan karyawan atau bagian dari manajemen baru PT SRM," jelas Firman.
PT SRM menegaskan kebijakan perusahaan saat ini adalah mengutamakan penggunaan tenaga kerja lokal, sesuai dengan kebutuhan operasional, kompetensi yang tersedia, serta ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Sebagai bentuk kepatuhan terhadap hukum dan itikad baik perusahaan, Firman memastikan manajemen baru PT SRM telah secara resmi menyampaikan surat kepada Kantor Imigrasi Ketapang pada bulan Oktober 2025 untuk mengajukan pencabutan sponsor serta izin tinggal (KITAS) terhadap TKA yang bersangkutan.
"Kami ingatkan buronan Polri, LC, untuk menghentikan segala bentuk pencatutan nama perusahaan dalam tindakan pribadi termasuk dugaan penyebaran hoaks dan fitnah keji terhadap TNI. Jangan kabur, selesaikan persoalan hukum anda di negara kami (Indonesia)," ujar Firman.




