Menanti Insentif Fiskal Bencana Sumatera: Upaya Pemulihan Ekonomi Pascabencana

kumparan.com
15 jam lalu
Cover Berita
Ketika Solidaritas Mengudara di atas Lumpur

Tragedi lahar dingin di Sumatera Barat—yang menyapu Agam dan Tanah Datar—bukanlah sekadar duka. Ia adalah ujian bagi denyut nadi ekonomi lokal. Namun, sebelum mesin birokrasi bergerak, hati nurani masyarakat sudah lebih dulu berlari.

Media sosial dan influencer menjadi garda depan. Mereka menggerakkan donasi dan mengubah kepedulian digital menjadi bantuan logistik mendesak. Solidaritas ini begitu cepat, mengisi celah di masa-masa awal tanggap darurat.

Tantangan terberat adalah jalanan yang terputus total. Logistik bantuan terancam lumpuh.

Di sinilah lahir solusi cemerlang yang wajib dipertahankan: kolaborasi Cost Sharing-Air Transport.

Negara—melalui TNI Angkatan Udara (TNI AU)—mengerahkan aset vital, seperti pesawat angkut ringan dan helikopter. Pesawat-pesawat ini menjangkau desa terpencil di Pasaman Barat, membawa total logistik mencapai 136 ton.

Biaya operasional alutsista yang mahal ditanggung negara. Namun, volume bantuan diisi oleh kolaborasi masif, melibatkan BNPB, pemerintah daerah, organisasi masyarakat, hingga pihak swasta. Donasi 28,5 ton dari Sumatera Selatan, misalnya, diangkut menggunakan aset udara ini.

Model kolaboratif ini membuktikan: saat bencana, kecepatan respons harus diprioritaskan, bahkan jika harus melibatkan patungan sumber daya lintas sektor.

Kerugian yang Menggandakan Diri

Setelah air surut, barulah kita melihat kedalaman lukanya. Kerugian awal yang tercatat di Kabupaten Agam, misalnya, hanya sekitar Rp5,9 miliar. Namun, setelah pendataan diperluas, angka itu melonjak drastis.

Perhitungan cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat total kerugian teridentifikasi sudah menembus lebih dari Rp108,3 miliar. Kabupaten Agam sendiri mengalami kerugian hampir Rp80 miliar, sementara Padang Panjang di angka Rp28 miliar.

Tanah Datar—yang mengalami dampak terparah—masih terus dihitung kerugiannya. Bahkan, proyeksi biaya pemulihan di Sumatera secara keseluruhan diperkirakan dapat mencapai angka fantastis, menembus Rp50 triliun.

Angka-angka ini sangat mengkhawatirkan. Sumatera adalah penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar kedua di Indonesia, menyumbang 22,20% PDB nasional. Bencana ini merusak sektor kunci seperti pertanian dan industri pengolahan, yang jika dibiarkan akan menahan laju ekonomi kita semua.

Payung Hukum PMK 29/2024

Setelah urgensi logistik teratasi, langkah berikutnya adalah membangun kembali dengan tertib. Di sinilah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 29 Tahun 2024 hadir sebagai payung hukum utama untuk birokrasi pemulihan.

PMK ini mengatur pengelolaan Hibah Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) pascabencana. Tujuannya jelas: memastikan penggunaan dana pemulihan berskala besar ini berjalan efektif, transparan, dan akuntabel.

Mekanisme PMK 29/2024 dirancang untuk mempercepat pencairan dana. Setelah usulan disetujui, penyaluran hibah dilakukan secara sekaligus dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Kas Daerah (RKUD).

Pencairan sekaligus ini sangat penting. Ini memberi kepastian kepada pemerintah daerah—seperti Agam dan Tanah Datar—untuk segera memulai proyek RR tanpa harus menunggu transfer bertahap yang lambat. Pemerintah daerah diberi waktu 24 bulan untuk menyelesaikan seluruh kegiatan rekonstruksi setelah kontrak ditandatangani.

Menyelamatkan Jantung Ekonomi Lokal: UMKM

Meski infrastruktur vital, jantung pemulihan yang sesungguhnya adalah rakyat dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Bencana ini memukul keras sektor produktif lokal.

Diperkirakan terdapat 141.000 debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) di tiga provinsi terdampak, dengan total baki debet mencapai sekitar Rp7,8 triliun. Mayoritasnya—lebih dari 63.000 debitur—berasal dari sektor pertanian yang asetnya hancur terendam lahar.

Jika kegagalan kredit ini tidak ditangani, dampaknya bisa lebih buruk dari kerusakan fisik. Utang akan melilit dan menghancurkan modal sosial yang sangat dibutuhkan untuk bangkit.

Pemerintah bergerak cepat merespons krisis mikroekonomi ini. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan perlakuan khusus atas kredit bagi debitur terdampak hingga tiga tahun.

Lebih jauh, pemerintah sedang menyiapkan paket kebijakan force majeure yang mencakup pelunasan kewajiban atau penghapusan utang bagi debitur KUR yang terbukti tidak mampu lagi berusaha. Penghapusan utang ini berfungsi sebagai transfer fiskal tersembunyi yang langsung mengembalikan daya beli masyarakat.

Selain itu, skema modal baru disiapkan. Debitur baru akan menikmati bunga 0% selama masa pemulihan, dilanjutkan dengan bunga 3% pada tahun berikutnya. Pemerintah juga tengah memfinalisasi kebijakan penghapusan denda iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi perusahaan dan pekerja di wilayah bencana.

Insentif Fiskal: Booster untuk Daya Beli

Sementara PMK 29/2024 fokus pada belanja publik, insentif fiskal adalah booster yang dibutuhkan untuk memulihkan investasi dan daya beli swasta.

Pemerintah pusat perlu segera mengaktifkan fasilitas penghapusan sanksi administrasi (denda atau bunga) bagi Wajib Pajak (WP) di kawasan terdampak. Keringanan ini pernah diterapkan saat Gempa Palu. Ini memastikan arus kas WP tidak terkuras untuk membayar denda, tetapi fokus pada perbaikan aset usaha.

Selain itu, untuk mengefisienkan penyaluran bantuan—termasuk logistik udara kolaboratif—fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Tidak Dipungut atas penyerahan barang bantuan harus diakselerasi. Ini mengurangi biaya transaksi di sepanjang rantai pasok bantuan kemanusiaan.

Namun, yang paling dirasakan masyarakat langsung adalah insentif di tingkat daerah. Masyarakat korban bencana berhak mendapatkan diskon atau bahkan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pemerintah daerah memegang penuh kewenangan untuk memberikan keringanan PBB ini.

Stimulus daya beli juga harus diperkuat dengan langkah non-fiskal sektoral, seperti pembebasan atau diskon tagihan listrik dan air PDAM selama beberapa bulan ke depan. Kebijakan ini penting untuk meringankan beban biaya hidup yang melonjak pasca-bencana.

Epilog: Bangkit Bersama, Pulih Lebih Kuat

Tantangan pemulihan di Sumatera memang monumental, tetapi resiliensi bangsa ini terbukti tak kalah besar. Kita punya PMK 29/2024 sebagai kerangka tata kelola dana rekonstruksi. Kita punya paket kebijakan KUR yang menyentuh rakyat kecil. Dan kita punya instrumen fiskal (Pajak dan PBB) yang siap menjadi stimulan bagi sektor swasta.

Kunci keberhasilan ada pada sinergi. Hibah RR untuk membangun jalan dan sekolah harus berjalan serempak dengan pelunasan utang UMKM. Insentif pajak yang diberikan pusat harus disambut dengan diskon PBB dan utilitas dari pemerintah daerah.

Bencana adalah pengingat bahwa kita terhubung; bukan hanya dalam duka, melainkan juga dalam upaya untuk bangkit. Tugas pemerintah adalah menyediakan payung kebijakan dan jaring pengaman. Namun, tugas kita semua—sebagai individu, korporasi, ataupun influencer—adalah membantu sesama sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Dengan koordinasi yang kuat dan semangat kolaborasi yang telah terbukti, Sumatera pasti akan pulih. Tidak hanya pulih, tetapi juga membangun kembali dengan fondasi yang jauh lebih kokoh. Kita optimis: Sumatera akan segera kembali menjadi salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Tentara Thailand Menyita Senjata Kamboja Model Terbaru Buatan Tiongkok Hingga Kamp Scam Online Dibombardir
• 14 jam laluerabaru.net
thumb
Hidayat Nur Wahid Sebut Bantuan Asing Bukan untuk Mengecilkan Indonesia
• 17 jam lalugenpi.co
thumb
OASA Incar Proyek Sampah Danantara Lewat Konsorsium Global
• 10 jam laluwartaekonomi.co.id
thumb
BNPB Intensifkan Modifikasi Cuaca, Cegah Banjir Susulan di Sumatra
• 8 jam lalutvrinews.com
thumb
Blue Protocol: Star Resonance, MMORPG Anime Resmi Hadir di PC dan Mobile
• 13 jam laluskor.id
Berhasil disimpan.