Bisnis.com, JAKARTA- Pertumbuhan event marathon di Indonesia digadang bakal membuka peluang bisnis yang kian luas. Sebab, di balik ribuan pelari, terdapat industri race management yang menjadi tulang punggung kesuksesan ajang olahraga lari di Tanah Air.
Director D&D Sport, Dardityo Santoso, menilai olahraga marathon saat ini bukan sekadar kompetisi. Event lari, paparnya, telah berkembang menjadi produk industri yang melibatkan banyak sektor, mulai dari logistik hingga pemasaran.
Memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun menangani event olahraga berskala internasional, Dardityo melihat langsung dampak ekonomi marathon bagi kota penyelenggara. Menurutnya, event besar selalu menciptakan efek domino terhadap ekonomi lokal.
Dia menjelaskan, kehadiran ribuan peserta otomatis mendorong okupansi hotel, peningkatan konsumsi restoran, serta permintaan transportasi. Bahkan, sektor parkir dan penyewaan kendaraan turut merasakan manfaat langsung.
Tak hanya itu, marathon juga menjadi ruang strategis bagi brand untuk membangun kedekatan dengan konsumen. Dardityo menyebut pendekatan experiential marketing jauh lebih efektif dibandingkan iklan konvensional.
“Brand atau jenama yang hadir langsung dalam event lari memberi kesempatan pengunjung untuk mencoba produk, diskon khusus, atau sampling gratis, biasanya mendapat engagement paling kuat,” katanya.
Baca Juga
- Pramono Targetkan Jakarta Marathon JRF dan JIM Diikuti 40.000 Peserta
- Astra Half Marathon 2025 Diikuti Lebih Dari 5.000 Peserta
- BCA CitraLand Marathon Cetak Rekor Gaet 5.500 Peserta
Namun, dari segi penyelenggara, event lari juga tak lepas dari sejumlah tantangan. Salah satunya berada pada aspek teknis dan regulasi. Sterilisasi jalan demi keselamatan pelari kerap menjadi isu sensitif karena berdampak pada aktivitas publik.
Selain itu, aspek medis juga menjadi perhatian. Edukasi berlari sesuai kemampuan dinilai penting agar event tidak hanya sukses secara bisnis, tetapi juga aman bagi peserta. Kendati perizinan event marathon relatif membaik, prosesnya belum sepenuhnya terintegrasi antar instansi.
Menurutnya, peluang terbesar industri marathon dalam dua hingga tiga tahun ke depan terletak pada kolaborasi kota, sport tourism, dan brand. Kota baru maupun kota lama yang ingin membangun citra juga memiliki peluang yang sama besar.
Event lari, paparnya, juga dapat menjadi ruang kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan komunitas. Fenomena ini menunjukkan bahwa marathon tidak hanya menempuh rute di jalan raya, tetapi juga membuka jalan bagi pertumbuhan ekonomi daerah.
“Potensinya masih sangat besar dengan menggabungkan ketiganya. Tidak hanya di kota baru, tetapi juga kota lama yang ingin melakukan rebranding sebagai destinasi dengan daya jual baru,” jelas Dardityo.




