Pemerintah berencana tak memperpanjang insentif untuk impor mobil listrik completely built up (CBU), yang telah berjalan dua tahun terakhir. Meskipun begitu, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kemenko IPK Rachmat Kaimuddin menjelaskan, situasi ini tak lantas menaikan harga produk.
Sejak 2024, aktivitas impor mobil listrik CBU melenggang tanpa dikenakan bea masuk dan bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 15%. Produsen hanya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai 12%.
Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan 135 Tahun 2024, kebijakan ini akan berakhir pada 31 Desember 2025. Rachmat menjelaskan, kemudahan tersebut diberikan pada pabrikan-pabrikan yang berkomitmen akan melanjutkan produksi di Indonesia.
“Dia harus produksi sebesar yang dia impor dalam dua tahun, sampai akhir 2027. Dia harus beri bank guarantee sebesar PPnBM dan bea masuk yang kita berikan,” kata Rachmat, dalam diskusi ‘Momentum Kendaraan Rendah Emisi di Indonesia: Seberapa Siap Regulasi Mengawasi?’ di Jakarta, Kamis (18/12).
Jika produsen tidak memenuhi komitmen tersebut, pemerintah mengenakan denda prorata dengan komitmennya. Tahun depan, para produsen tersebut tidak lagi melakukan impor utuh, melainkan beralih menjadi completely knocked down (CKD), impor kendaraan dalam keadaan lengkap namun belum terakit. Sebab, komitmen di awal menyebutkan bahwa setelah produsen yang mengikuti skema CBU, harus berkomitmen melakukan produksi di Indonesia.
Jika produsen tetap melakukan impor, maka akan dikenakan bea masuk 0-50%, PPnBM 15%, dan PPN 12% sebagaimana mestinya.
Akan tetapi, jika produsen mengikuti komitmen awal untuk beralih ke CKD, maka hanya dikenakan PPN 12%. Dengan begitu, rezim pajak yang dikenakan kepada produsen yang beralih dari CBU ke CKD ini tidak berubah.
Sementara itu, soal potensi kenaikan harga, Rachmat menyerahkannya pada produsen.
“Kenaikan harga itu kebijakan perusahaan. Saya tidak tahu kebijakan mereka gimana. Yang bisa saya sampaikan adalah rezim pajak yang mereka terima dulu dan sekarang,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Rachmat juga menjelaskan sejumlah insentif yang diberikan pemerintah untuk penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
UU Nomor 1 Tahun 2022 menyebut KBLBB sebagai objek yang dikecualikan dari pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor (PKB) serta bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) atas kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan.
“Selama undang-undangnya tidak diganti, ini akan berjalan terus,” pungkasnya.
Kemudian, berdasarkan PP Nomor 73 Tahun 2019 jo PP 74 Tahun 2021, electric vehicle atau fuel cell electric vehicle dikenakan PPnBM 0%. Sementara untuk kendaraan dengan teknologi plug-in hybrid electric vehicle dikenakan PPnBM 6-30%, lalu kendaraan low cost green car dikenakan PPnBM 3%. Aturan tersebut berlaku hingga 2031 mendatang.

