Hasil survei ID Comm menunjukkan, keinginan masyarakat untuk membeli kendaraan listrik seringkali terhalang derasnya informasi, serta kebingungan karena promosi dan persaingan harga yang luar biasa. Di sisi lain, masyarakat ragu dengan kesiapan infrastruktur pendukung kendaraan listrik (electric vehicle atau EV).
“Stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) ada, tapi mungkin ada juga yang antreannya masih banyak atau kualitasnya kurang. Yang DC dianggap lebih cepat daripada yang AC,” kata Co-Founder dan Direktur ID Comm Asti Putri, dalam diskusi Momentum Kendaraan Rendah Emisi di Indonesia: Seberapa Siap Regulasi Mengawasi?, di Jakarta, pada (18/12).
Asti mengatakan kebanyakan pembeli mobil listrik saat ini adalah early adopter yang memasang home charging, sehingga tak mengandalkan SPKLU sepenuhnya.
Tantangan berikutnya, masyarakat merasa belum banyak tempat untuk berkonsultasi apabila nanti menjumpai kendala. “Contoh sederhana, ganti ban serep itu bagaimana, sih? Ada perangkatnya tapi tidak tahu cara pakainya,” kata Asti.
Menurutnya, agen tunggal pemegang merek (ATPM) tidak sanggup jika harus melakukan edukasi sendiri kepada konsumen. Pada akhirnya, masyarakat pun banyak belajar dari komunitas. Karena itu, komunitas harus digandeng agar bisa memperluas edukasi, sehingga meningkatkan kemudahan dan kepercayaan masyarakat.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Rachmat Kaimuddin, tak menyangkal saat ini sebanyak 75% pengguna kendaraan listrik mengandalkan home charging, bukan SPKLU. Namun, ia lalu menyinggung porsi SPKLU dibandingkan Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) di Indonesia.
Rachmat memaparkan, saat ini ada sekitar 4.000 SPKLU untuk kurang lebih 15 ribu kendaraan listrik. Sementara itu, ada 8.000 SPBU di Indonesia, di luar SPBU nelayan, yang melayani 130 juta motor dan 20 juta mobil.
Lagipula, sistem pengisian energi untuk kendaraan listrik ini tidak bisa disamakan dengan pengisian bahan bakar di SPBU.
“SPBU diciptakan karena kita semua enggak punya kilang minyak di rumah, jadi harus tersentralisasi,” katanya.
Adapun sumber energi listrik lebih mudah dijumpai di mana-mana. Termasuk ketika mobil di parkir di rumah, pengguna bisa memanfaatkan waktu untuk pengisian daya meskipun slow charging.
Meski demikian, Rachmat memperkirakan bisnis SPKLU ini akan terus tumbuh seiring berkembangnya penggunaan kendaraan listrik.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menambah SPKLU, tak hanya terpusat di kota besar, tapi juga menyasar kota-kota kecil. Ini merupakan tindak lanjut Keputusan Menteri ESDM Nomor 24.K/TL.01/MEM.L/2025 tentang Rencana Pengembangan SPKLU untuk periode tahun 2025 hingga 2030.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, per Oktober 2025 terdapat sekitar 123 ribu unit mobil listrik dan 236 ribu unit sepeda motor listrik di Indonesia.
“Sementara jumlah SPKLU baru mencapai perbandingan 1:26 terhadap mobil listrik, padahal idealnya 1:17,” jelas Koordinator Pelayanan Usaha Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Ferry Triansyah.

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5448323/original/065493300_1766026397-Prabowo_Agam.jpg)

