JAKARTA, KOMPAS– Badan Pengawas Obat dan Makanan mengimbau masyarakat agar lebih waspada memilih produk pangan menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Berdasarkan hasil pengawasan intensif yang dilakukan, produk pangan kedaluarsa dan rusak masih banyak ditemukan di Indonesia, terutama di Indonesia bagian Timur.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar dalam konferensi pers bertajuk “Intensifikasi Pengawasan Pangan Jelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026” yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Taruna mengungkapkan, jenis temuan yang paling banyak didapatkan dari hasil pengawasan yakni produk pangan tanpa izin edar (73,5 persen), produk kedaluwarsa (25,4 persen), dan produk rusak (1,1 persen). Untuk produk kedaluwarsa dan rusak lebih banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian Timur.
“ Temuan produk kadaluwarsa dan rusak banyak terjadi di daerah Timur karena rantai pasok panjang. Sistem peredaran termasuk penyimpanan di gudang yang tak memenuhi ketentuan dapat menyebabkan produk mudah rusak dan dapat membuat produk tertahan lama di gudang sampai kadaluwarsa,” ujarnya.
Temuan produk kadaluwarsa dan rusak banyak terjadi di daerah Timur karena rantai pasok panjang.
Dari data BPOM, produk kedaluwarsa paling banyak ditemukan di Kupang (NTT), Sumba Timur (NTT), Ambon (Maluku), Bau-Bau (Sulawesi Tenggara), dan Tanimbar (Maluku). Adapun jenis produk kedaluwarsa tersebut, yakni minuman serbuk berperisa, kembang gula atau permen, bumbu siap pakai, serta pasta dan mi.
Sementara produk rusak paling banyak ditemukan di Ambon (Maluku), Mamuju (Sulawesi Barat), Sofifi (Maluku Utara), Balikpapan (Kalimantan Timur), dan Surabaya (Jawa Timur). Produk rusak tersebut meliputi antara lain produk olahan perikanan dalam kaleng, kental manis, krimer kental manis, susu UHT atau susu steril, serta pasta dan mi.
“Diperlukan peningkatan kepatuhan pelaku usaha terhadap cara peredaran produk pangan yang baik dan pengawasan praktik distribusi lebih ketat. Kerusakan produk tidak hanya dapat menurunkan mutu tetapi dapat berujung pada produk yang tidak aman dan berbahaya,” tutur Taruna.
Selain produk kedaluwarsa dan rusak, Taruna mengatakan, produk tanpa izin edar (TIE) juga banyak ditemukan dalam pengawasan yang dilakukan BPOM. Dari 126.136 temuan produk yang tidak memenuhi syarat, sebanyak 73 persen merupakan produk tanpa izin edar.
Temuan produk tanpa izin edar yang besar ini disebabkan karena banyaknya jalur masuk ilegal serta tingginya permintaan dari konsumen. Jenis pangan tanpa izin edar yang banyak ditemukan yaitu minuman sari kacang, pasta dan mi, minuman serbuk coklat, krimer kental manis, dan olahan daging.
Produk-produk tanpa izin edar tersebut mayoritas merupakan produk impor yang antara lain berasal dari Malaysia, Korea, India, dan China. Sementara, daerah yang banyak ditemukan produk tersebut, yakni Tarakan (16,9 persen), Jakarta (11,3 persen), Pekanbaru (6,1 persen), Dumai (0,7 persen), dan Tasikmalaya (0,7 persen).
“Kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak jalur masuk ilegal atau jalur tikus di perbatasan, seperti Tarakan dan Dumai, sulit diawasi sepenuhnya sehingga dibutuhkan pengawasan lintas sektor lebih intensif. Temuan ini juga menunjukkan bahwa pengawasan di sarana peredaran perlu diperketat lagi,” ucap Taruna.
Kepala Balai Besar POM Jakarta, Sofiani Candrawati Anwar, mengatakan, Jakarta termasuk sebagai wilayah yang rawan dari produk ilegal yang tidak memenuhi ketentuan, terutama produk tanpa izin edar.
Produk tanpa izin edar yang ditemukan di Jakarta paling banyak berasal dari China, India, dan Korea. Saat ini nilai ekonomi yang diperkirakan berasal dari produk yang tidak memenuhi ketentuan yang ditemukan di Jakarta mencapai Rp 306 juta.
“Pengawasan berbasis risiko telah dilakukan dengan fokus pada produk impor dari negara yang sering ditemukan tanpa izin edar. Kemudian pengawasan juga bersifat komprehensif dengan penelusuran sampai pada hulu sumber penyaluran,” tuturnya.
Pengetatan pengawasan juga dilakukan di Surabaya. Kepala Balai Besar POM Surabaya, Yudi Noviandi menyampaikan, Surabaya merupakan wilayah yang jadi hub distribusi produk untuk wilayah Indonesia bagian Timur. Hal itu membuat banyak produk pangan yang beredar di Surabaya.
Taruna mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap produk pangan yang akan dikonsumsi atau dibeli. Masih ada oknum yang memanfaatkan momentum Natal dan Tahun Baru untuk mendapatkan keuntungan secara tidak bijak.
Itu sebabnya, masyarakat sebagai konsumen harus lebih cerdas dalam memilih produk yang akan digunakan. Setidaknya sebelum memiliki suatu produk pastikan cek kemasan, label, izin edar, dan kedaluwarsa. Hindari produk dengan kemasan rusak, label yang tidak jelas dan tidak sesuai ketentuan, serta produk tanpa izin edar dan kedaluwarsa.
Salah satu dampak bahaya yang bisa terjadi jika memilih produk yang tidak aman adalah adanya kandungan bahan kimia obat pada makanan yang disalahgunakan. Ditemukan produk pangan yang diklaim sebagai makanan dan minuman penguat tubuh.
“Produk ini mengandung sildenafil sitrat dan tadalafil. Obat ini memang termasuk obat vasodilator yang bisa menyebabkan gagal jantung kalau dosisnya berlebihan,” ujar Taruna.
Selain itu, masyarakat harus waspada pada produk yang kedaluwarsa. Makanan yang melewati masa kedaluwarsa berpotensi mengalami kerusakan dan terkontaminasi mikroorganisme, seperti jamur dan bakteri. Produk itu jika dikonsumsi tentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Taruna juga mengimbau pelaku usaha untuk tidak mengedarkan produk yang tidak memenuhi ketentuan. “Jangan karena kebutuhan meningkat lalu menjual barang seperti parsel yang sudah kedaluwarsa. Masyarakat juga harus hati-hati dan tidak tergiur pada promosi yang tidak jelas,” ucapnya.



:strip_icc()/kly-media-production/medias/5139253/original/006977400_1740073415-WhatsApp_Image_2025-02-20_at_20.25.05_44718819.jpg)
