Penulis: Redaksi TVRINews
TVRINews, Jakarta
Pendiri sekaligus Ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menilai dinamika kritik dan perhatian publik terhadap penanganan bencana di era media sosial merupakan bagian dari proses demokrasi yang wajar. Menurutnya, hal terpenting adalah pemerintah tetap fokus bekerja dan merespons kebutuhan masyarakat terdampak.
“Dalam situasi bencana, banyak warga yang kehilangan keluarga, rumah, dan mata pencaharian. Pemerintah tentu dituntut untuk bekerja dengan sabar dan fokus menjawab kebutuhan masyarakat,” ujar Dino dalam kegiatan Solidarity Screeningfilm dokumenter The Last Accord: War, Apocalypse, and Peace in Aceh di Jakarta, Kamis, 18 Desember 2025.
Dino menjelaskan, penanganan bencana saat ini menghadapi tantangan yang berbeda dibandingkan masa tsunami Aceh 2004, terutama dengan kehadiran media sosial yang membuat arus informasi dan aspirasi publik bergerak sangat cepat. Ia menilai, kondisi tersebut dapat menjadi masukan berharga untuk memperkuat respons pemerintah di lapangan.
Menurut Dino, kemampuan beradaptasi dan berimprovisasi menjadi kunci dalam menghadapi situasi darurat. Pasalnya, kondisi di lokasi bencana kerap berubah dari waktu ke waktu sehingga membutuhkan respons yang fleksibel dan cepat.
“Setiap hari selalu ada perkembangan baru. Karena itu, penanganan bencana menuntut kesiapan untuk berimprovisasi serta terus mendengarkan masukan, khususnya dari masyarakat dan korban terdampak,”ungkapnya.
Berkaca dari pengalaman Aceh pascatsunami 2004, Dino menegaskan pentingnya kepemimpinan dan semangat gotong royong dalam menghadapi bencana. Ia menilai sinergi antara pemerintah, TNI-Polri, BNPB, kementerian terkait, serta organisasi masyarakat menjadi faktor penentu keberhasilan pemulihan.
“Kita membutuhkan kepemimpinan, persatuan, dan ketangguhan bersama. Dari Aceh, kita belajar bahwa harapan dapat tumbuh bahkan di tengah situasi yang paling sulit,”tuturnya.
Editor: Redaktur TVRINews





