PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengeluarkan pernyataan bahwa dirinya tidak memerlukan persetujuan Kongres untuk melancarkan operasi militer darat terhadap Venezuela, Kamis (18/12) waktu setempat. Itu ia sampaikan di tengah kritik terhadap pemerintahannya yang dinilai melampaui kewenangan konstitusional melalui serangan militer di laut.
Ketika ditanya oleh seorang jurnalis apakah ia akan meminta persetujuan anggota parlemen AS untuk melakukan serangan darat terhadap kartel narkoba di negara Amerika Latin tersebut, Trump menegaskan bahwa langkah itu tidak menjadi keharusan.
"Saya tidak keberatan memberi tahu mereka, tetapi Anda tahu, itu bukan masalah besar. Saya tidak harus memberi tahu mereka," kata Trump di Gedung Putih dikutip AFP, Jumat (19/12).
Sejak September, Amerika Serikat diketahui telah melancarkan sejumlah serangan udara terhadap kapal-kapal yang diduga terlibat dalam perdagangan narkoba di kawasan Karibia dan Samudra Pasifik.
Operasi tersebut dilaporkan menewaskan sedikitnya 99 orang dan memicu perdebatan sengit di dalam negeri mengenai dasar hukum dan legitimasi serangan itu.
Presiden Venezuela Nicolas Maduro menuduh bahwa kampanye militer Amerika Serikat bukan ditujukan untuk memberantas perdagangan narkoba, melainkan merupakan upaya terselubung untuk menggulingkan pemerintahannya.
Berdasarkan Konstitusi Amerika Serikat, presiden memang berperan sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata. Namun, kewenangan untuk secara resmi menyatakan perang berada di tangan Kongres.
"Presiden gagal menunjukkan wewenang yang diperlukan berdasarkan hukum AS atau internasional untuk melakukan serangan militer mematikan terhadap kapal-kapal ini," kata anggota DPR dari Partai Demokrat, Gregory Meeks dalam perdebatan di DPR.
"Tidak ada yang dapat mengklaim secara kredibel bahwa kapal-kapal ini, dalam beberapa kasus bahkan tidak berlayar ke Amerika Serikat dan berada ribuan mil dari wilayah AS, menimbulkan ancaman langsung terhadap rakyat Amerika yang membenarkan penggunaan kekuatan militer," tambahnya.
Sejumlah pakar hukum dan keamanan menilai bahwa Trump memang memiliki ruang untuk memerintahkan serangan militer terbatas tanpa persetujuan Kongres. Namun, langkah tersebut dinilai hanya sah jika bersifat sementara, defensif, dan memiliki cakupan yang terbatas.
Sebagai preseden, setelah serangan teroris 11 September 2001, Kongres AS memberikan otorisasi penggunaan kekuatan militer untuk perang di Afghanistan dan Irak, yang kemudian juga dijadikan dasar bagi berbagai operasi kontra-terorisme Amerika Serikat di negara lain. (H-4)




