FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Haul ke-16 Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur) rencananya akan digelar pada Sabtu malam (20/12).
Haul kali ini mengangkat tema Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat. Tema tersebut melihat kondisi dan situasi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini.
Ketua Panitia Haul Gus Dur ke-16, Alissa Wahid, tema tersebut dipilih pihak keluarga sebagai upaya untuk menghadirkan inspirasi dan keteladanan Gus Dur dalam mengawal proses demokrasi yang dipilih oleh Indonesia dalam menjalankan sistem politiknya.
Menurut dia, tema itu sesuai dengan kondisi dan situasi bangsa belakangan ini.
”Kenapa kami angkat tema ini? Karena Gus Dur sepanjang hidupnya memperjuangkan kedaulatan rakyat, kedaulatan sipil. Itu beliau betul-betul perjuangkan. Beliau mengajarkan kepada kita, sikap pribadi maupun sikap kepemimpinan. Jadi, Kebijakan-kebijakan yang diambil, atau strategi yang diambil berangkat Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat,” ungkap Allisa dalam keterangan resmi pada Jumat (19/12).
Menurut Allisa, saat ini rakyat semakin tergeser dari proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan tidak lagi menjadi porosnya.
Pengesahan undang-undang yang dilakukan dengan senyap tanpa melibatkan publik, kembalinya aparat bersenjata ke ruang-ruang politik dan sipil, program-program pemerintah yang tidak berdampak atau menjawab persoalan rakyat menunjukkan lemahnya supremasi sipil.
Tidak hanya itu, urun rembuk, kritik, hingga masukan dari masyarakat terhadap kebijakan pemerintah seperti dianggap angin lalu. Masyarakat yang bersuara justru ditangkap oleh aparat dengan berbagai alasan.
Kondisi itu, memperlihatkan hukum yang semakin semena-mena terhadap rakyat. Belum lagi, pengesahan UU KUHAP oleh DPR dan gelar pahlawan nasional yang diberikan kepada Soeharto.
Alissa menegaskan bahwa setiap rakyat punya martabat, hak, sumber daya pribadi, potensi, dan aspirasi. Pada dasarnya, lanjut Alissa, cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia adalah menjadikan rakyatnya mendapatkan keadilan, makmur, dan sentosa.
Karena itu, apapun yang dilakukan oleh kita semua, pada skala bangsa dan negara, seharusnya untuk kepentingan rakyat.
”Dalam konsep demokrasi, untuk rakyat itu artinya melibatkan rakyat. Jadi, harapannya, aspirasinya, dan kebutuhannya itu diperhatikan dalam menyusun atau mengelola kehidupan bersama. Jadi, nggak hanya terima bansos, atau dijadikan pasar ekonomi, atau pelengkap penderita,” imbuhnya.
Hari ini Alissa melihat semangat berdemokrasi di Indonesia ini mulai luntur. Baik di tataran rakyat maupun penyelenggara negara, dan khususnya partai politik.
Menurut dia, kondisi itu sudah pantas menjadi peringatan bagi bangsa Indonesia agar tidak melenceng dari kesepakatan sistem demokrasi yang sudah dianut bertahun-tahun lamanya.
“Ini suatu alarm buat kita semua,” tandas Direktur Jaringan GUSDURian Indonesia tersebut. (fajar)




