Jakarta, tvOnenews.com - Baru-baru ini Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan (PN Medan) menjatuhkan vonis 9 tahun 6 bulan penjara kepada Zul Iqbal (37), yang merupakan pelaku penganiayaan balita hingga tewas di Medan. Sontak, hal ini menyedot perhatian sebagian publik hingga Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri.
Sebelumnya, dalam sidang pada Jumat (12/12), JPU Muhammad Rizqi Darmawan hanya menuntut majelis hakim untuk menjatuhkan pidana penjara selama 13 tahun kepada Zul Iqbal.
Terdakwa juga dituntut membayar denda Rp60 juta subsider 4 bulan kurungan.
Perbuatan Zul dinilai melanggar Pasal 81 ayat (2) Jo. Pasal 76 D Undang-Undang Perlindungan Anak, karena ia tega menganiaya AYP, balita berusia 3,5 tahun, yang merupakan anak kandung Anlyra Zafira Lubis yang sedang bekerja di Malaysia.
Menyikapi hal ini, Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri jelaskan, di PN Paser Utara beberapa tahun lalu ada anak pelaku pembunuhan yang dihukum 15 tahun. Padahal UU SPPA menentukan batas maksimal hukuman pidana bagi anak adalah 10 tahun.
"Kasus di Medan di atas memang tidak dilakukan oleh anak, melainkan oleh orang dewasa."
"Harapan saya, JPU mengajukan banding. Dan lebih jauh lagi, harapan saya, hakim banding akan menjatuhkan hukuman jauh di atas tuntutan jaksa. Bahkan ultra petita," jelas Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri kepada tvOnenews.com, Sabtu (20/12/2025).
Lanjutnya menjelaskan, missal, yakni seandainya pelaku oleh jaksa hanya dikenakan pasal penganiayaan yang mengakibatkan anak meninggal dunia, hakim justru menggunakan pasal pembunuhan.
"Hakim banding perlu disemangati untuk menerapkan prinsip ultra petita itu. Beritakan seluas-luasnya dan dorong para pegiat perlindungan anak bersuara," katanya.
Kemudian, ia katakan, prinsip ultra petita merupakan cerminan judicial activism.
"Jadi, hakim tidak sebatas mengacu pada batasan pasal, tapi juga meresapi kesakitan yang amat sangat yang diderita si anak korban, kesedihan keluarga, dan kemarahan publik," bebernya.
Lanjutnya menyampaikan, bahwa hakim nyata-nyata melibatkan emosi dan menerapkan tata nilai yang mereka punya guna menghasilkan putusan yang sungguh-sungguh mengandung keadilan dan kemanusiaan.
"Penerapan ultra petita untuk memaksimalkan hukuman bagi manusia laknat yang telah menghabisi balita di Medan itu merupakan manifestasi kecerdasan emosi hakim," pungkasnya.


