MADIUN (Realita) - Perkara pemeliharaan enam ekor landak jawa (Hystrix javanica) yang menjerat Darwanto bin Jaikun resmi bergulir ke meja hijau. Fakta persidangan mengungkap bahwa narasi “petani kecil” yang sempat mencuat ke ruang publik tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi sebenarnya.
Terdakwa diketahui sejak awal menolak upaya penyelesaian damai dan memahami secara jelas status hukum satwa yang dipeliharanya.
Baca juga: Anak Harimau Peliharaanya Mati, Alshad Ahmad 'Dirujak' Netizen
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Madiun, Achmad Hariyanto Mayangkoro, mengungkapkan bahwa penyidik Satreskrim Polres Madiun telah berulang kali menawarkan penyelesaian perkara melalui mekanisme mediasi. Namun, seluruh upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
“Mediasi sudah dilakukan beberapa kali sejak tahap penyelidikan hingga menjelang penetapan tersangka, tetapi selalu gagal karena ditolak terdakwa,” ujar Achmad Hariyanto Mayangkoro, Sabtu (20/12/2025).
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Kasat Reskrim Polres Madiun, AKP Agus Andi Anto Prabowo. Ia menjelaskan bahwa setidaknya tiga kali tawaran mediasi diajukan kepada Darwanto, masing-masing pada tahap penyelidikan, penyidikan, hingga sebelum penetapan tersangka.
“Karena terdakwa menolak seluruh upaya mediasi, penyidik melanjutkan proses hukum sampai berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) dan dilimpahkan ke kejaksaan,” terang Agus.
Kasus ini bermula dari pengaduan sekitar 50 warga Desa Tawangrejo, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun. Warga mempertanyakan keberadaan satwa dilindungi yang dipelihara di rumah Darwanto.
Menindaklanjuti laporan tersebut, kepolisian berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Madiun.
Hasil pemeriksaan memastikan adanya enam ekor landak jawa dalam kondisi hidup yang dipelihara tanpa izin resmi. Satwa tersebut kemudian diamankan sebagai barang bukti.
Baca juga: Polda Jatim Bongkar Peredaran Hewan Dilindungi, Ratusan Satwa Disita
Dalam persidangan, Darwanto secara terbuka mengakui bahwa dirinya mengetahui landak jawa merupakan satwa yang dilindungi oleh undang-undang.
Ia juga mengaku menangkap satwa-satwa tersebut menggunakan jaring atau waring yang dipasang di kebun belakang rumahnya sejak tahun 2021.
Selain itu, saksi dari BKSDA Madiun menegaskan bahwa terdakwa tidak memiliki izin penangkaran maupun dokumen legal lain yang membenarkan kepemilikan satwa dilindungi tersebut.
Dengan demikian, perbuatan Darwanto memenuhi unsur menangkap, memiliki, dan memelihara satwa dilindungi dalam keadaan hidup tanpa izin.
Selain itu, ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum menyatakan bahwa larangan tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024, yang melarang setiap orang untuk memburu, menangkap, menyimpan, memiliki, dan memelihara satwa dilindungi dalam keadaan hidup.
Baca juga: Ditpolairud Polda Jatim Gagalkan Penyelundupan Burung Dilindungi
Fakta lain yang terungkap di persidangan adalah latar belakang terdakwa. Meski secara administratif tercatat sebagai petani, Darwanto diketahui aktif di sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Ia pernah menjadi anggota LSM Masyarakat Anti Korupsi Madiun (MAKIM), bergabung dengan LSM Banaspati, serta menjabat sebagai Ketua DPC PSM-BM Banaspati
Mojopahit Kabupaten Madiun.
"Dengan latar belakang tersebut, terdakwa tidak bisa disamakan dengan masyarakat awam yang tidak memahami aturan hukum. Ia memiliki akses informasi dan kapasitas pengetahuan yang memadai,” tegas Kajari Kabupaten Madiun.
Saat ini, Darwanto menjalani penahanan di Rumah Tahanan Negara sejak 16 Oktober 2025 dan terus mengikuti rangkaian persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun. Perkara ini masih berlanjut dengan agenda pemeriksaan lanjutan sebelum memasuki tahapan tuntutan.yat
Editor : Redaksi




