BANDA ACEH, KOMPAS - Karena keterbatasan anggaran, Aceh berharap kran bantuan asing dibuka seluas-luas. Bantuan itu diperlukan untuk proses pendistribusian bantuan logistik hingga masuk ke tahap pemulihan. Maka dari itu, pemberian bantuan tidak hanya dalam bentuk bantuan logistik, melainkan pula armada udara.
Dengan tidak ditetapkan sebagai Bencana Nasional, Juru Bicara Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi Aceh Murthalamuddin saat dihubungi dari Banda Aceh, Sabtu (20/12/2025), mengatakan, pemerintah daerah tidak sanggup menangani dampak bencana ekologis yang melanda Sumatera, khususnya Aceh. Sebab, ruang fiskal semua pemerintah daerah sangat sempit.
Itu akibat imbas tiga kebijakan pemerintah pusat di tahun ini, meliputi efisiensi anggaran, pemotongan Dana Transfer Daerah (TKD), hingga beban kewajiban membayar gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Di Aceh, situasi diperburuk karena dana otonomi khusus dikurangi 1 persen.
APBD Aceh pun merosot dari sekitar Rp 17 triliun pada 2024 menjadi kurang lebih Rp 10 triliun pada 2025. Nilai APBD Aceh diperkirakan tidak akan jauh berbeda pada 2026, yakni tetap di kisaran Rp 10 triliun.
Masalahnya, APBD itu sudah memiliki pos masing-masing dan nyaris telah terserap sepenuhnya untuk 2025. Itulah yang menjadi hambatan Aceh dalam menanggulangi dampak bencana yang melanda 18 kabupaten/kota dari total 23 kabupaten/kota yang ada.
Untuk itu, tambah Murthalamuddin, Pemerintah Aceh membutuhkan dukungan ataupun bantuan dari semua pihak untuk percepatan penanganan tanggap darurat bencana.
Salah satu kebutuhan mendesak adalah armada udara untuk pendistribusian bantuan logistik dari total empat tahap yang harus ditangani. Tiga tahap lainnya, yakni operasi pencarian dan pertolongan (SAR), penyediaan layanan kesehatan atau medis, dan penyediaan hunian sementara (huntara).
Pendistribusian bantuan melalui akses udara menjadi sangat krusial. Sebab, saat ini, banyak warga terdampak yang masih terisolasi yang dipicu akses darat dari dan menuju ke lokasi tempat mereka berada putus. Mayoritas warga di sana tidak mampu berjalan jauh untuk mencari pertolongan logistik karena medan yang sulit dan berbahaya.
Warga terdampak yang masih terisolasi itu tersebar di sejumlah kabupaten/kota, antara lain di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues. Di Aceh Tengah misalnya, berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tengah per 17 Desember 2025, ada 54.480 jiwa warga yang masih terisolasi. Mereka tersebar di 80 kampung/desa di 7 kecamatan.
Solusi ideal agar warga yang masih terisolasi itu segera mendapatkan pertolongan ialah disuplai bantuan logistik melalui udara. "Kalau lewat akses darat, medannya sangat berat dan butuh waktu lama untuk bisa sampai ke tujuan. Sebaliknya, warga tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Nyawa mereka terancam karena sudah kelaparan dan sakit," ujar Murthalamuddin.
Akan tetapi, solusi itu ternyata tidak segampang mengembalikan telapak tangan. Murthalamuddin menuturkan, ketersediaan armada udara ataupun penerbangan pendistribusian bantuan masih sangat terbatas. Dari informasi detail terakhir yang diterimanya Murthalamuddin, hanya ada 10 sortie penerbangan pendistribusian bantuan dengan total jumlah muatan 7,6 ton dari Pangkalan TNI Angkatan Udara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar pada 12 Desember 2025.
Rincian tujuan penerbangan itu, terdiri dari 3 sortie ke Gayo Lues, 3 sortie ke Bireuen, 1 sortie ke Aceh Tenggara, 1 sortie ke Aceh Utara, 1 sortie ke Lhokseumawe, dan 1 sortie ke Pidie. "Untuk hari-hari berikutnya, saya sudah tidak menerima lagi data detail mengenai agenda penerbangan pendistribusian bantuan. Mungkin, itu karena saya sering protes mengenai minimnya armada udara ataupun penerbangan tersebut," katanya.
Menurut Murthalamuddin, armada udara ataupun penerbangan pendistribusian bantuan itu tidak sebanding dengan luas wilayah yang terdampak. Berdasarkan Laporan Pantauan data Penanggulangan Bencana Alam Hidrometeorologi di Posko Terpadu Pemerintah Aceh hingga Jumat (19/12/2025) pukul 20.00 WIB, wilayah terdampak berada di 3.527 kampung dari 201 kecamatan di 18 kabupaten/kota.
Atas dasar itu, tidak mengherankan, ada warga terdampak yang masih belum tersentuh bantuan dari total 2.011.469 jiwa atau 538.610 kepala keluarga yang terdampak. "Warga yang belum tersentuh bantuan adalah mereka yang berada di wilayah-wilayah yang masih terisolasi karena akses jalan dan jembatan terputus. Tercatat, ada 1.098 titik jalan dan 492 jembatan yang rusak hingga putus total," tuturnya.
Di sisi lain, Murthalamuddin menyampaikan, minimnya armada udara atau penerbangan pendistribusian bantuan turut menyebabkan penumpukan bantuan di sejumlah gudang penyimpanan. Hingga Jumat malam, terdata, ada 99 ton stok bantuan yang belum disalurkan.
"Bantuan logistik yang datang sangat banyak dan mencukupi. Setiap hari, bantuan itu terus berdatangan dari sejumlah pihak. Hanya saja, bantuan itu tidak bisa buru-buru didistribusikan karena kendaraan pengangkutnya terbatas, terutama armada udara. Itu yang membuat banyak bantuan yang menumpuk di sejumlah gudang penyimpanan dan ujungnya, ada warga yang masih belum tersentuh bantuan," ujarnya.
Oleh karena itu, Murthalamuddin menekankan, kran bantuan asing harus dibuka seluas-luasnya. Izin masuk bantuan jangan hanya untuk kebutuhan logistik, melainkan pula untuk armada udara.
"Kalau bantuan logistik, sebenarnya, sudah banyak negara atau lembaga asing yang memberikan bantuan itu melalui mitra mereka di dalam negeri. Sebab, pemerintah pusat melarang pemberian bantuan langsung dari negara luar ke wilayah terdampak bencana," katanya.
Sejauh ini, Murthalamuddin mengaku, banyak negara yang bersedia menerjunkan armada udara ke wilayah terdampak untuk mendistribusikan bantuan mereka secara langsung ataupun mendukung percepatan pendistribusian bantuan yang sudah ada.
"Tawaran itu sudah banyak sejak awal bencana terjadi hingga saat ini. Tawaran itu berasal dari banyak negara, baik negara tetangga hingga negara-negara lain asal Asia, Eropa, hingga Amerika. Tapi, pemerintah pusat tidak memberikan mereka izin terbang," tuturnya.
Di tengah masa tanggap darurat, terungkap indikasi permainan harga semen dari biasanya Rp 62.000 sampai Rp 64.000 per sak menjadi Rp 70.000 hingga Rp 80.000 per sak. Bahkan di beberapa kota, kenaikan harga bisa mencapai Rp 90.000 per sak.
"Gubernur telah memerintahkan SKPA (Satuan Kerja Perangkat Aceh) terkait untuk melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pihak terkait, terutama dengan pihak Semen Indonesia," kata juru bicara Pemprov Aceh Muhammad MTA.
Berdasarkan koordinasi dengan pihak produksen semen, tidak ada kenaikan harga. Yang terjadi adalah produksi yang berkurang lantaran terjadi pemadaman listrik akibat banjir. Pihak pabrik tidak memiliki generator set untuk menyuplai kebutuhan listrik.
"Sejak tadi malam, pihak Semen Andalas melakukan packing langsung di Pabrik Semen Lhoknga dan langsung dilakukan distribusi oleh distributor ke toko-toko. Sekitar 700 ton semen sudah berjalan distribusi dan masih berlangsung produksi dan distribusi sampai saat ini," paparnya.
Gubernur Aceh, kata Muhammad, berharap pihak-pihak terkait melakukan pengawalan agar harga sampai ke masyarakat. Terlebih masyarakat sedang menghadapi bencana besar. Pihak Semen Indonesia agar proaktif dalam menyikapi persoalan tersebut.



