Jakarta, VIVA – Di tengah meningkatnya minat terhadap fesyen berkelanjutan dan wastra Nusantara, For You Infinity Couture (FYI Couture) hadir dengan pendekatan yang berbeda. Brand yang lahir dari mimpi ini mencoba menjembatani jarak antara couture yang eksklusif dengan kebutuhan busana sehari-hari, tanpa kehilangan nilai seni dan keunikan kain tradisional Indonesia.
DNA FYI Couture berakar kuat pada karya-karya couture Fiona Yao, desainer muda Indonesia yang dikenal lewat eksplorasi batik tradisional dan lace dalam kebaya modern, evening gown, hingga busana red carpet. Dari panggung-panggung spesial inilah lahir gagasan untuk menghadirkan interpretasi yang lebih fungsional—busana yang tetap berjiwa couture, namun relevan dikenakan dalam keseharian. Scroll untuk info lengkapnya, yuk!
Perjalanan FYI Couture tak lepas dari sosok Cilla Henriette, pecinta wastra Nusantara yang sejak 2023 merupakan pelanggan Fiona Yao. Dari sudut pandang seorang penikmat karya couture, Cilla melihat bagaimana busana-busana indah sering kali hanya hadir di momen tertentu dan jarang terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Misi itulah yang kemudian mendorong lahirnya FYI Couture.
“Karena harga dari karya-karya desainer itu mahal dan juga pemakaiannya terbatas di occasion tertentu saja, tidak banyak orang yang melihatnya di keseharian. FYI memiliki goals untuk menerjemahkan standar couture tersebut dan juga karakter dari Fiona Yao ke dalam everyday couture,” ungkap Cilia dalam keterangannya, dikutip Minggu 21 Desember 2025.
Nama FYI sendiri merupakan kependekan dari For Your Infinity, sebuah filosofi yang merepresentasikan kebebasan perempuan dalam mengekspresikan berbagai peran dan identitas hidupnya. Nilai ini tercermin dalam setiap koleksi yang tidak membatasi pemakainya pada satu karakter tertentu.
“Kita sebagai wanita memiliki banyak identity, or we call it multiple identities. We are mothers, workers, business owners and hobby lovers,” ungkapnya.
Konsep slow fashion menjadi jantung dari FYI Couture. Tidak ada produksi massal; setiap busana dibuat secara terbatas dan buatan tangan. Pendekatan ini menjadikan tiap koleksi bukan sekadar pakaian, melainkan artefak personal yang dapat disesuaikan kembali dengan kebutuhan pemakainya.





