FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tim kuasa hukum Roy Suryo Cs, kembali menegaskan perlunya dilakukan uji laboratorium forensik independen untuk menguji keaslian ijazah Presiden ke-7 RI, Jokowi.
Penegasan itu disampaikan menyusul pelaksanaan Gelar Perkara Khusus di Polda Metro Jaya yang dianggap belum menyelesaikan polemik.
Pengacara Roy Suryo Cs, Ahmad Khozinuddin, menyebut Gelar Perkara Khusus justru semakin menguatkan keyakinan kliennya terkait dugaan ijazah palsu Jokowi.
“Gelar Perkara Khusus yang berhasil ‘memaksa’ penyidik menunjukan dokumen bukti berupa ijazah S-1 dan SMA Jokowi, makin meneguhkan kesimpulan bahwa Jokowi adalah lelaki Berijazah Palsu,” ujar Ahmad kepada fajar.co.id, Minggu (21/12/2025).
Ia menyebut kesimpulan tersebut sejalan dengan apa yang pernah ditulis Bambang Tri Mulyono dalam bukunya ‘Jokowi Undercover 2’, serta ditegaskan kembali oleh Roy Suryo setelah melakukan pengamatan langsung terhadap dokumen yang diklaim sebagai ijazah asli Jokowi.
“Hal itu, sebagaimana ditegaskan oleh Roy Suryo. Kesimpulan itu diambil, setelah melakukan penginderaan terhadap objek ijazah yang diklaim asli milik Jokowi,” sebut dia.
Dikatakan Ahmad, pengamatan tersebut tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan berdasarkan keahlian dan pengalaman Roy Suryo di bidang fotografi.
“Dikaitkan dengan analisa berdasarkan keahlian dan pengalaman Roy Suryo sebagai fotografer dengan segala pernak perniknya,” lanjutnya.
Ia menegaskan, fokus utama pengamatan berada pada foto yang tercantum dalam dokumen ijazah yang diperlihatkan penyidik saat Gelar Perkara Khusus.
“Objek utama yang menjadi fokus penginderaan adalah foto yang diklaim foto Jokowi dalam dokumen bukti ijazah yang diperlihatkan oleh penyidik dalam proses Gelar Perkara Khusus,” ucapnya.
Namun demikian, ia menyatakan perbedaan keyakinan antara pihaknya dan kubu Jokowi tidak bisa diselesaikan hanya melalui uji laboratorium forensik yang dilakukan oleh Bareskrim Polri.
“Perbedaan pendapat dan keyakinan klien kami dengan kubu Jokowi soal ijazah ini, tidak bisa ditengahi dan diputus oleh proses Uji Laboratorium Forensik yang telah dilakukan oleh Bareskrim Polri,” tukasnya.
Kata Ahmad, uji forensik internal Polri sarat potensi bias dan konflik kepentingan.
“Alasannya, ada bias subjektifitas kepentingan dan intervensi pengaruh Jokowi pada lembaga Polri,” tegasnya.
Ia juga menyinggung fakta bahwa Kapolri Listyo Sigit Prabowo diangkat dan dilantik oleh Jokowi, sehingga menambah keraguan atas independensi institusi tersebut.
Ahmad turut mengingatkan adanya preseden buruk terkait hasil laboratorium forensik Polri dalam sejumlah kasus besar, mulai dari kasus kopi sianida Jessica Wongso, Vina Cirebon, KM 50, hingga pembunuhan Brigadir Polisi Joshua Hutabarat.
Ia mencontohkan, dalam kasus Brigadir Joshua, hasil uji forensik Mabes Polri sempat menyimpulkan kematian akibat tembak-menembak.
Namun hasil tersebut kemudian terbantahkan setelah dilakukan autopsi ulang oleh tim forensik Universitas Indonesia.
“Namun, setelah dilakukan autopsi ulang oleh kedokteran forensik Universitas Indonesia, ternyata hasilnya kematian Brig Pol Joshua Hutabarat akibat tembakan dari jarak dekat,” ungkapnya.
Temuan itu, lanjut Ahmad, kemudian membuka jalan bagi penyidikan ulang secara komprehensif hingga akhirnya terungkap peristiwa pembunuhan yang sebenarnya.
Dari rangkaian preseden tersebut, ia menyimpulkan bahwa uji laboratorium forensik Mabes Polri bersifat tertutup dan sulit dipercaya publik.
“Uji laboratorium forensik yang dilakukan Mabes Polri bersifat tertutup, tidak tranparan, tidak kredibel dan tidak akuntabel,” tegasnya.
Karena itu, pihaknya mengusulkan agar ijazah Jokowi diuji ulang oleh lembaga yang benar-benar independen, salah satunya Laboratorium Forensik Universitas Indonesia (UI).
“Karena itu, dalam proses penyidikan perkara ijazah palsu Jokowi ini kami berkesimpulan agar objek ijazah tersebut diuji oleh Laboratorium Forensik yang independen. Kami, mengusulkan Labfor milik Universitas Indonesia,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, usulan tersebut juga diperkuat oleh pandangan ahli pidana UI, Ganjar Laksamana Bondan Bonaprapta, yang menyebut UI memiliki fasilitas laboratorium forensik memadai.
“Ada sebagian yang mempersoalkan hukum acara melakukan uji forensik secara independen. Apa dasar hukumnya,” terangnya.
Ahmad menegaskan, preseden autopsi ulang dalam kasus Brigadir Joshua dapat menjadi dasar hukum untuk melakukan uji forensik independen.
Ia juga menyinggung pelanggaran prosedur KUHAP dalam proses penyidikan ijazah Jokowi.
“Lagipula, berdasarkan ketentuan Pasal 39 Jo Pasal 44 KUHAP, semestinya Penyidik tidak membuka segel bukti dan memperlihatkan bukti ijazah Jokowi kepada tersangka dan penasehat hukumnya,” katanya.
Namun faktanya, menurut Ahmad, penyidik justru memperlihatkan dokumen tersebut dalam Gelar Perkara Khusus pada 15 Desember 2025.
“Karena itu, tinggal selangkah lagi yakni penyidik segera meminta Labfor Independen untuk melakukan uji forensik terhadap dokumen ijazah Jokowi,” tandasnya.
Ia berharap tahapan lanjutan penyidikan benar-benar mengedepankan objektivitas, transparansi, dan akuntabilitas.
“Kita tunggu bersama, apakah kepolisian akan objektif, transparan, memiliki kinerja yang kredibel dan akuntabel dalam perkara ini,” kuncinya.
(Muhsin/Fajar)



