MAGELANG, KOMPAS.com - Udara sejuk Bukit Rhema menyambut setiap langkah pengunjung yang menapaki jalur menanjak menuju bangunan unik berbentuk burung raksasa.
Dari kejauhan, siluetnya tampak mencolok di tengah perbukitan hijau Magelang. Masyarakat mengenalnya sebagai Gereja Ayam, meski sejatinya tempat ini bukan gereja.
Kisah bangunan ikonik ini bermula pada tahun 1988. Saat itu, kawasan Bukit Rhema masih berupa hutan lebat. Seorang pria bernama Daniel Alamsyah, warga Jakarta berdarah Cirebon-Selapung, datang ke Borobudur dalam rangka kunjungan kerja.
Tanpa rencana, ia bertemu Wardito, bocah lokal berusia 14 tahun yang sedang mencari rumput di perbukitan.
Daniel mengikuti langkah Wardito menaiki bukit. Setibanya di puncak, ia terdiam. Bukit itu terasa begitu familiar.
“Bapak Daniel terkejut karena tempat ini mirip dengan yang ia lihat dalam mimpinya saat masih di Jakarta,” tutur Aries, seorang pemandu wisata setempat.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=magelang, Bukit Rhema, gereja ayam, toleransi&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8yMS8xMTI0NTA3MS9nZXJlamEtYXlhbS1kaS1idWtpdC1yaGVtYS1kYXJpLWRvYS1zdW55aS1oaW5nZ2Etc2ltYm9sLXRvbGVyYW5zaQ==&q=Gereja Ayam di Bukit Rhema: Dari Doa Sunyi hingga Simbol Toleransi§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Baca juga: Rute ke Gereja Ayam Bukit Rhema, Cuma 10 Menit dari Candi Borobudur
Aries bercerita, pada suatu malam, Daniel melakukan doa semalaman di atas bukit sunyi tersebut. Dari doa itulah, menurut Daniel, lahir ilham untuk membangun sebuah rumah doa.
Pembangunan dimulai pada 1992, ditandai dengan peletakan batu pertama bersama warga sekitar.
Foto-foto lama masih tersimpan rapi, Daniel muda berdiri berdampingan dengan masyarakat desa, termasuk Wardito yang kini telah berusia lebih dari 40 tahun.
Pembangunan dilakukan secara gotong royong dan manual. Jalan setapak yang kini dilalui pengunjung dulunya hanyalah jalur tanah menanjak.
Namun krisis moneter 1998 memaksa pembangunan terhenti. Bangunan belum rampung sepenuhnya. Di masa inilah muncul salah paham yang melahirkan nama “Gereja Ayam”.
“Karena bentuknya belum jadi dan terlihat seperti jengger ayam, masyarakat mengira ini gereja berbentuk ayam,” ujar Aries.
Baca juga: Cerita di Balik Penamaan Gereja Ayam di Pasar Baru
Padahal, Daniel sejak awal menegaskan bahwa bangunan ini adalah Rumah Doa untuk Semua Bangsa.
Bentuk burung yang dimaksud adalah burung merpati putih berkepala merah, simbol ketulusan, kasih, dan perdamaian.
Meski demikian, nama Gereja Ayam terlanjur melekat. Hingga kini, nama itu tetap digunakan sebagai identitas wisata, termasuk di peta digital.





