Bisnis.com, JAKARTA -- Performa kredit cenderung bergerak konservatif hingga 3 bulan pasca penempatan dana pemerintah ke Himbara. Sebaliknya, kredit menganggur justru semakin menggunung.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) melaporkan pertumbuhan kredit pada November 2025 sebesar 7,74% secara tahunan (year on year/YoY), dengan fasilitas yang belum ditarik atau undisbursed loan mencapai Rp2.509,4 triliun.
Dari sisi pertumbuhan kredit, angka pada bulan kesebelas itu meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 7,36% YoY.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan penyaluran kredit perbankan masih perlu ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.“Permintaan kredit yang belum kuat antara lain dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih wait and see serta penurunan suku bunga kredit yang masih lambat” ujarnya dalam Konferensi Pers Hasil RDG Bulanan Desember 2025, Rabu (17/12/2025).
Perry menyampaikan, dibandingkan dengan penurunan BI rate sebesar 125 basis poin, suku bunga deposito satu bulan hanya turun sebesar 67 basis poin dari 4,81% pada awal tahun 2025 menjadi 4,15% pada November 2025.
Baca Juga
- OJK: Insiden BI-FAST jadi Alarm Keras untuk Industri Perbankan
- Hadapi 2026, OJK Dorong Bank Perkuat Modal atau Konsolidasi
Penurunan suku bunga kredit perbankan juga berjalan lebih lambat yaitu hanya sebesar 24 basis poin dari 9,20% pada awal tahun 2025 menjadi sebesar 8,96% pada November 2025.
Perry juga menyebutkan bahwa fasilitas pinjaman yang belum ditarik atau undisbursed loan pada Oktober 2025 mencapai Rp2.509,4 triliun atau 23,18% dari platform kredit yang tersedia.
Dari sisi penawaran, kapasitas pembiayaan bank memadai, ditopang oleh rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang meningkat menjadi sebesar 29,67% dan DPK tumbuh 12,03% pada November 2025.
“Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit 2025 berada pada batas bawah kisaran 8-11% dan akan meningkat pada 2026,."
Masih Ada RuangOtoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut tingginya pertumbuhan fasilitas kredit yang belum ditarik (undisbursed loan) menunjukkan masih adanya ruang penarikan kredit di masa mendatang yang dapat dimanfaatkan debitur untuk melakukan ekspansi usaha.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan dengan adanya komitmen kredit/pembiayaan yang besar, terdapat potensi peningkatan realisasi kredit di masa mendatang. Untuk diketahui, undisbursed loan atau kredit nganggur mengalami peningkatan dalam beberapa bulan terakhir, dari Rp2.372 triliun pada Agustus 2025 menjadi Rp2.450 triliun per Oktober 2025 dan meningkat menjadi Rp2.509,4 triliun per November 2025.
“...sehingga dalam hal kondisi ekonomi membaik dan kepercayaan pelaku usaha meningkat, maka pencairan kredit dapat meningkat dan mendorong pertumbuhan sektor riil,” kata Dian dalam keterangannya, dikutip pada Minggu (21/12/2025).
Dian memperkirakan, pertumbuhan fasilitas kredit yang belum ditarik ini akan mengalami moderasi seiring dengan penyesuaian strategi bisnis bank. Dengan posisi ini, Dian menilai sektor perbankan nasional tetap memiliki ruang untuk mendukung pembiayaan produktif, selama disertai dengan pendekatan yang cermat terhadap risiko dan arah kebijakan ekonomi ke depan.
Menurutnya, pemulihan beberapa sektor ekonomi serta dukungan optimal dari kebijakan fiskal dan moneter akan meningkatkan efek multiplier ke konsumsi rumah tangga dan investasi dunia usaha.
“Beberapa faktor yang dapat mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan antara lain transmisi kebijakan moneter yang semakin membaik, tren penurunan suku bunga pinjaman, dan percepatan belanja pemerintah/investasi swasta,” tuturnya.
Di sisi lain, PMI Manufaktur Indonesia posisi November 2025 berekspansi sebesar 53,50, membaik dibandingkan Oktober 2025 yang sebesar 51,20. Kondisi ini, kata dia, mengidentifikasikan telah terjadi peningkatan aktivitas perekonomian yang jika tetap berlanjut, maka pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025 masih dapat tumbuh meningkat sehingga juga mendorong permintaan terhadap kredit perbankan.
Sejalan dengan hal tersebut, prospek perekonomian semakin membaik tecermin dari Indeks Keyakinan Konsumen November 2025 yang tetap berada di zona optimis sebesar 124,03, meningkat dibandingkan dengan Oktober 2025 yang sebesar 121,22.
Adapun, Dian menyebut bahwa OJK secara aktif senantiasa berkoordinasi dengan Pemerintah dan stakeholders lainnya termasuk yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terkait berbagai kebijakan dalam rangka melakukan monitoring.
Selain itu, pihaknya juga turut melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Bunga Lebih MurahChief Executive Officer (CEO) BPI Danantara Rosan Roeslani mendorong agar suku bunga penempatan dana pemerintah di perbankan dapat diturunkan.
Menurutnya, penyesuaian tingkat bunga akan memberi ruang bagi bank untuk menyalurkan kredit dengan bunga yang lebih kompetitif, khususnya bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Harapannya, rate-nya mungkin tidak 4% atau sekarang 3,8%. Karena misalnya seperti di Bank Mandiri, rata-rata dari perbankan kita itu sekitar 2,44%. Jadi harapannya bisa lebih rendah dari itu,” ujar Rosan, Selasa (14/10/2025).
Dia menegaskan bahwa penurunan suku bunga penempatan dana pemerintah akan membuka peluang bagi bank untuk menurunkan bunga kredit, terutama bagi sektor UMKM. “Kalau rate-nya bisa lebih rendah, otomatis kami bisa memberikan kredit yang lebih rendah lagi kepada UMKM,” katanya.
Rosan menyebut, langkah penempatan dana pemerintah di perbankan senilai Rp200 triliun sangat membantu memperkuat likuiditas industri perbankan di tengah meningkatnya kebutuhan pembiayaan. Namun, efektivitas kebijakan tersebut akan semakin optimal jika disertai dengan penyesuaian bunga dan perpanjangan tenor penempatan dana.
“Kami sangat apresiasi kebijakan ini, tapi harapannya tidak hanya enam bulan dan rate-nya bisa lebih rendah,” ujarnya.
Rosan menegaskan sektor perbankan tetap akan berhati-hati dalam menyalurkan kredit dari dana penempatan tersebut. Proses pemberian pinjaman tetap melalui evaluasi mendalam sesuai profil risiko masing-masing nasabah.





