Bencana Menguatkan Solidaritas Sosial Warga

kompas.id
12 jam lalu
Cover Berita

Bencana demi bencana yang terjadi sepanjang tahun 2025 tak menyurutkan salah satu kekuatan masyarakat Indonesia untuk saling bergotong royong. Solidaritas sosial yang kuat ini menjadi penyangga saat duka datang bertubi-tubi, sekaligus modal untuk bangkit dan menjadi lebih tangguh menghadapi tantangan ke depan.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, dari Aceh hingga Papua, ada 3.133 bencana terjadi sepanjang tahun ini, per 21 Desember 2025. Dari jumlah itu, ada 1.530 jiwa meninggal dunia, 258 orang hilang, 7.751 orang luka-luka, dan lebih dari 10,2 juta mengungsi dan menderita.

Angka itu bukan sekadar statistik, ada cerita warga yang memasak di dapur umum seadanya, sukarelawan yang menembus lumpur dan reruntuhan, hingga donasi yang mengalir dari ponsel-ponsel sederhana.

Ribuan kali pula masyarakat saling mengulurkan tangan, menggalang dana, menyalurkan logistik, hingga terjun langsung ke lokasi bencana untuk membantu saudara sebangsanya.

Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono menilai, solidaritas sosial yang kuat antarmasyarakat ini menjadi energi penting bagi negara. Bagi pemerintah, kekuatan warga yang bergerak cepat dan saling menopang memperkuat upaya negara dalam menangani bencana dan pemulihan pascabencana.

“Jadi tidak bisa orang Jawa, orang Sumatera, orang Sunda, semua tidak bisa berjuang sendiri. Semua harus bersama-sama bergotong royong," kata Agus saat peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN), di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada Minggu (21/12/2025).

Ketika masyarakat bergerak bersama, pemerintah tidak bekerja sendirian. Solidaritas ini membuat pelayanan lebih cepat, lebih tepat, dan lebih manusiawi. Kolaborasi antara rakyat dan pemerintah inilah yang akan membuat bangsa semakin tangguh.

Kuatnya solidaritas sosial kita ini bagai pisau bermata dua.

Menurut Agus, kesetiakawanan sosial bukan hanya hadir saat bencana besar menyita perhatian nasional, tetapi juga dalam keseharian, saat warga saling menjaga, saling menguatkan, dan saling peduli. Di tengah ketidakpastian akibat krisis iklim dan bencana yang kian sering, nilai gotong royong itulah yang menjadi jangkar.

Kementerian Sosial, lanjut Agus, telah berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mulai dari program bantuan sosial dan pemberdayaan sosial yang rutin, bantuan kebencanaan, hingga sekolah rakyat agar masyarakat miskin tetap mendapatkan hak pendidikan.

Baca JugaSolidaritas Sosial Dapat Menjaga Kesehatan Mental Selama Pandemi

Semua program-program itu dijalankan bersama dengan masyarakat dan untuk kembali ke masyarakat. Para sukarelawan, pendamping keluarga harapan, guru dan wali asuh sekolah rakyat, hingga taruna siaga bencana yang selalu ada.

"Dan HKSN tahun ini adalah bentuk nyata dari solidaritas kita untuk saudara-saudara kita di Sumatera. Semoga mereka cepat bangkit," ucap Agus.

Hari Kesetiakawanan Nasional yang diperingati setiap 20 Desember menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali nilai-nilai solidaritas sosial di tengah dinamika kehidupan modern yang serba cepat. Perkembangan zaman itu tidak boleh melunturkan semangat gotong royong yang telah tertanam.

Tanggal 20 Desember dipilih berlandaskan peristiwa bersejarah yang krusial bagi kedaulatan bangsa yang dilatarbelakangi pada peristiwa Agresi Militer Belanda II yang terjadi pada tanggal 19 Desember 1948. Saat itu, tentara kolonial Belanda menyerang Ibu Kota Negara Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta.

Baca JugaKesetiakawanan Sosial Mempercepat Pemulihan Korban Bencana

Sehari setelah serangan tersebut, tepatnya pada 20 Desember 1948, seluruh lapisan masyarakat bersatu padu memberikan dukungan kepada para pejuang. Rakyat bahu-membahu menyiapkan logistik, dapur umum, dan perlindungan bagi tentara serta pengungsi tanpa memandang perbedaan status sosial.

"Peringatan HKSN mengingatkan kembali bahwa bangsa kita adalah bangsa yang jati dirinya itu bergotong-royong. Bangsa kita bangsa pejuang, kita harus menjadi bangsa yang hebat, harus bisa mandiri," kata Agus.

Dalam peringatan HKSN tahun ini, selain berbagi bantuan sosial yang sudah terprogram sejak lama, Kementerian Sosial juga mengajak semua penduduk Magelang untuk mendoakan warga Sumatera. Kemensos juga mengadakan lomba lari di Candi Borobudur yang diikuti 10.000 peserta.

Menurut Agus, seluruh pembiayaan dari gerakan solidaritas dalam HKSN ini tidak mengurangi alokasi bantuan bencana ke Sumatera. Bantuan justru sudah disalurkan dan terus mengalir, ditambah gerakan solidaritas dari para pelari yang berdonasi dan disalurkan melalui lembaga filantropi.

Jangan dimanfaatkan

Kekuatan solidaritas warga Indonesia ini divalidasi secara konsisten sebagai negara paling dermawan di dunia selama tujuh tahun berturut-turut hingga 2024 oleh Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index (WGI).

Kedermawanan ini didorong kuat oleh budaya gotong royong, nilai-nilai agama (seperti zakat, infak, sedekah), serta tingginya partisipasi dalam membantu orang asing dan menjadi sukarelawan, dengan 90 persen warga berdonasi dan 65 persen menjadi sukarelawan.

Namun, kuatnya solidaritas sosial masyarakat Indonesia juga menyimpan catatan penting. Di tengah kisah gotong royong yang menghangatkan, muncul pertanyaan yang kerap bergema di ruang-ruang publik; sampai di mana batas peran masyarakat, dan di mana seharusnya negara hadir secara penuh?

Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Hakimul Ikhwan menilai, solidaritas warga tidak boleh menjadi alasan bagi negara untuk mengendurkan tanggung jawabnya. Bantuan yang dikumpulkan secara swadaya, melalui donasi, posko mandiri, maupun aksi sukarelawan, adalah ekspresi kepedulian, bukan pengganti kehadiran negara.

"Saya melihat ini bagai pisau bermata dua, kuatnya solidaritas kita itu bisa membuat negara semakin punya alasan untuk menarik diri," ujarnya.

Di banyak lokasi bencana, lanjut Hakimul, sukarelawan sering menjadi pihak pertama yang datang, sementara bantuan pemerintah menyusul belakangan. Pola ini, jika terus berulang, dikhawatirkan menormalisasi keadaan darurat sebagai urusan bersama semata, bukan sebagai kewajiban konstitusional negara untuk melindungi warganya.

Baca JugaIndonesia Dermawan, Namun Dana Sumbangan Rentan Diselewengkan

Negara perlu memastikan bahwa solidaritas sosial diposisikan sebagai mitra, bukan penopang utama. Negara harus hadir dengan sistem yang siap, anggaran yang responsif, serta koordinasi yang jelas, sehingga bantuan masyarakat menjadi pelengkap, bukan penyangga utama dalam situasi krisis.

Ia menjelaskan perbedaan mendasar antara otoritas dan legitimasi. Negara mungkin tetap memiliki otoritas formal untuk membuat kebijakan, tetapi tanpa legitimasi, kebijakan tersebut akan kehilangan makna di mata publik.

"Negara tidak hadir tidak akan melemahkan solidaritas warga, tetapi negara akan kehilangan legitimasi di mata warga. Ketika legitimasi hilang, semua kebijakan akan menjadi tidak berguna, misalnya warga jadi malas membayar pajak lagi," ucapnya.

Baca JugaMuak dengan Korupsi, Unjuk Rasa Gen Z Tumbangkan Pemerintah Bulgaria

Dalam konteks yang lebih luas, Hakimul mengingatkan, jika legitimasi rendah justru dijawab dengan tekanan berlebihan dapat menguatkan solidaritas masyarakat dan membawa negara ke arah yang semakin otoritarian. Jika ini terjadi, bisa menjadi sebuah jalan yang selalu berujung pada kegagalan.

Untuk itu, kepemimpinan sosial politik yang memahami bahwa solidaritas sosial bukanlah pengganti peran negara adalah kunci. Negara harus berada di barisan terdepan dalam menangani bencana atau krisis di masyarakat demi menjaga legitimasi.

Tahun 2025 ini mungkin akan dikenang sebagai tahun penuh ujian. Namun, di antara puing dan duka, Indonesia kembali memperlihatkan wajah lain: masyarakat yang tidak berpaling satu sama lain. Dari sana, harapan tumbuh bahwa selama solidaritas tetap hidup, jalan untuk bangkit akan selalu terbuka.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
AS Sita Kapal Tanker Minyak Kedua di Lepas Pantai Venezuela, Pemerintah Maduro Kecam Keras
• 16 jam lalupantau.com
thumb
Gunung Merapi Kembali Erupsi, Luncurkan Awan Panas Guguran
• 2 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Meniru Langkah UEFA, AFC Siap Menggelar Nations League di Asia!
• 5 jam lalubola.com
thumb
Tanggap Bencana, Tri Rismaharini Apresiasi Sopir Ambulans yang Bekerja Tanpa Libur dan Tanpa Pamrih
• 15 jam laludisway.id
thumb
Prabowo Tambah Anggaran, Bedah Rumah Naik Jadi 400 Ribu Unit
• 14 jam laludisway.id
Berhasil disimpan.