Pengamat Bicara Dampak Relaksasi Keringanan Bayar Tagihan & Denda Kartu Kredit

bisnis.com
9 jam lalu
Cover Berita

Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mengatakan bahwa perpanjangan kebijakan pembayaran minimum kartu kredit 5% dan pembatasan denda keterlambatan dapat berkontribusi pada meningkatnya transaksi konsumsi.

Kendati begitu, dampaknya lebih kuat sebagai penyangga kelancaran arus kas rumah tangga daripada sebagai pendorong konsumsi baru yang besar.

Josua menyampaikan, pembayaran minimum yang lebih ringan memberi ruang likuiditas jangka pendek, sehingga sebagian nasabah tidak perlu menahan belanja ketika pendapatan sedang tidak mulus.

“Pada saat yang sama pembatasan denda mengurangi kejutan biaya yang sering memicu tunggakan,” kata Josua kepada Bisnis, dikutip pada Minggu (21/12/2025).

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-parallax"); });

Menurut Josua, bila porsi pembayaran minimum terlalu kecil, sebagian nasabah bisa menumpuk saldo bergulir lebih lama dan beban bunga meningkat. Pada akhirnya, lanjut dia, kondisi ini justru menekan daya beli pada bulan-bulan berikutnya.

Oleh karena itu, Josua menyebut bahwa dampak bersih terhadap konsumsi biasanya tidak otomatis besar dan sangat tergantung profil nasabah, kondisi pendapatan, serta kebijakan manajemen risiko bank.

Baca Juga

  • Intip Strategi BCA (BBCA) Usai BI Perpanjang Relaksasi Tagihan & Denda Kartu Kredit
  • Jurus Purbaya Belum Bikin Performa Kredit Melesat, Kredit Nganggur Justru Menggunung
  • OJK Buka Suara Soal Kredit Nganggur yang Meningkat Sentuh Rp2.500 Triliun

Josua mengungkapkan, data transaksi kartu kredit pada kuartal III/2025 mencapai Rp118 triliun, didominasi oleh transaksi belanja. Kendati begitu, secara struktur sistem pembayaran, dorongan konsumsi harian kini lebih banyak tersalurkan lewat instrumen lain yang lebih masif, terutama uang elektronik dan pembayaran berbasis aplikasi.

“...sehingga pengaruh kebijakan kartu kredit ke konsumsi agregat cenderung terbatas dibandingkan gelombang digitalisasi yang lebih luas,” ujarnya.

Di sisi lain, Josua menilai tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang murah pada dasarnya efektif sebagai pengungkit adopsi transaksi nontunai, terutama untuk transaksi rutin yang sensitif terhadap biaya seperti transfer antarbank bernilai kecil–menengah, pembayaran tagihan, pembayaran pemasok, hingga penyaluran dana usaha harian.

“Mekanismenya sederhana, ketika biaya turun dan kepastian biaya meningkat, hambatan untuk bertransaksi ikut turun, frekuensi transaksi cenderung naik, dan pelaku usaha kecil lebih berani memindahkan arus kas dari tunai ke rekening,” tuturnya.

Adapun data transaksi SKN menunjukkan bahwa pada kuartal III/2025 volume transaksi SKN mencapai 36,87 juta dan nominal sekitar Rp1.295 triliun. Capaian itu, kata dia, meningkat baik dari sisi volume maupun nominal dari periode yang sama tahun lalu.

Namun, lanjut Josua, efektivitas tarif murah ini tetap punya batas yakni penguatan transaksi nontunai sehari-hari tidak hanya ditentukan biaya, tetapi juga kecepatan, kenyamanan di aplikasi, jangkauan penerima, dan kepastian layanan.

Untuk itu, kanal ritel yang semakin digemari masyarakat biasanya adalah yang memberi kemudahan transaksi cepat, mudah, dan murah sehingga memperluas transaksi harian serta inklusi keuangan.

“Dalam konteks ini, kanal ritel lain seperti BI-FAST juga menjadi pembanding penting karena biaya ke nasabah dibatasi dan volumenya sudah sangat besar,” pungkasnya.

Bank Indonesia (BI) kembali memperpanjang kebijakan Kartu Kredit (KK), seiring dengan perpanjangan kebijakan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). 

Dalam catatan Bisnis, kebijakan ini sejatinya berakhir pada 31 Desember 2025. Dalam RDG bulanan pada Juni 2025, Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan bahwa kebijakan tarif SKNBI dan kebijakan KK diperpanjang hingga 31 Desember 2025.

Terbaru, otoritas moneter kembali mengumumkan perpanjangan kedua kebijakan ini hingga 30 Juni 2026. Perpanjangan kebijakan ini meliputi kebijakan batas minimum pembayaran oleh pemegang KK 5% dari total tagihan dan kebijakan nilai denda keterlambatan sebesar maksimum 1% dari total tagihan serta tidak melebihi Rp100.000.

Selain itu, perpanjangan kebijakan tarif SKNBI meliputi tarif SKNBI sebesar Rp1 dari Bank Indonesia ke bank dan tarif SKNBI maksimum Rp2.900 dari bank ke nasabah.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Pemkab Bogor Pecat Dua Pengawas SD-SMP Usai Dugaan Pelanggaran Berat Kode Etik ASN
• 14 jam lalutvonenews.com
thumb
Mayoritas Pengurus Kader Muda, Said Nilai Regenerasi PDIP Jatim Berhasil
• 10 jam laludetik.com
thumb
Yang Perlu Diperhatikan saat Mencari Rezeki
• 15 jam lalurepublika.co.id
thumb
Jalan Panjang Fregat Arrowhead 140
• 12 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Wall Street Pekan Depan, Pasar Menanti Reli Santa Claus di Tengah Gejolak Akhir Tahun
• 22 jam laluidxchannel.com
Berhasil disimpan.