Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengestimasi penerimaan negara melalui pengenaan bea keluar terhadap batu bara mulai Januari 2026 sekitar Rp25 triliun.
Pengenaan bea keluar itu merupakan kompensasi dari kehilangan potensi penerimaan pajak akibat masuknya batu bara sebagai barang kena pajak alias BKP.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu pada konferensi pers APBN KiTa edisi Desember 2025, Kamis (18/12/2025).
Febrio mengatakan pihaknnya menargetkan secepatnya akan menerbitkan aturan pengenaan tarif ekspor kepada komoditas emas hitam itu. "Kami estimasi bisa mencapai Rp24 triliun-Rp25 triliun satu tahun penerimaan dari bea keluar batu bara," terangnya, dikutip Minggu (21/12/2025).
Eselon I Kemenkeu itu menjelaskan, landasan filosofis pengenaan bea keluar batu bara mengacu pada pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pada dasarnya, kekayaan alam di Indonesia dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pungutan bea keluar batu bara diharapkan berlaku bersamaan dengan bea keluar emas. Bedanya, pengenaan bea keluar untuk emas sudah lebih siap berlaku mulai awal tahun depan sejalan dengan sudah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.80/2025 yang mulai berlaku 23 Desember 2025.
Baca Juga
- Hujan Cuan Emiten Batu Bara, Pesta Dividen ADRO hingga Baramulti (BSSR)
- Bea Keluar Batu Bara Berlaku saat Harga Tinggi, Formulasi Masih Disusun
- Bahlil Beri Sinyal Pangkas Target Produksi Batu Bara hingga Nikel 2026
Pada aturan tersebut, ekspor empat produk emas yakni dore, granules, casted bars dan minted bars akan dikenai tarif kisaran 7,5% sampai dengan 15%.
Pengenaan bea keluar emas diharapkan bisa mendorong ketersediaan pasokan emas dalam negeri untuk di antaranya kebutuhan bullion bank. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya menyebut pihaknya menargetkan penerimaan dari bea keluar emas senilai Rp3 triliun.
Sementara itu, untuk pengenaan bea keluar batu bara, Purbaya menyampaikan bahwa pungutan itu ditujukan agar tidak memberikan subsidi kepada industri batu bara.
Sebagaimana diketahui, batu bara selama ini seakan 'disubsidi' oleh pemerintah karena mayoritas produknya diekspor dan dibebaskan dari pajak pertambahan nilai (PPN).
"Jadi kami balik ke status yang awal tadi. Jangan sampai kami memang subsidi industri batu bara," tuturnya.





