FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Polemik yang terjadi di internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terus memantik reaksi dari tokoh-tokoh NU. Mereka menawarkan sejumlah solusi untuk mengakhiri konflik tersebut.
Salah satunya yang dilakukan warga NU dalam menyikapo polemik ternal tersebut dengan menggelar Musyawarah Besar Warga Nahdlatul Ulama (NU).
Putri bungsu Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Inayah Wahid menyatakan dinamika yang terjadi di PBNU telah mengalihkan energi NU dari khitmah utamanya.
“Musyawarah Besar Warga Nahdlatul Ulama 2025 ini untuk merespons kondisi yang terjadi di tubuh NU hari ini. Dan tidak sedang memberikan posisi ada di kubu siapa atau kubu siapa, tentunya itu yang pasti,” kata Inayah dalam konferensi pers di Ciganjur, Jakarta Selatan, Minggu (21/12).
Inayah menjelaskan, musyawarah besar ini menghasilkan 9 rekomendasi penting bagi NU. Ia berharap, rekomendasi yang dihasilkan menjadi pembahasan evaluasi bagi NU ke depan.
“Ada sembilan rekomendasi yang dikeluarkan hari ini, semuanya tentu saja berkaitan dengan kondisi NU, baik yang berkaitan dengan isu-isu yang saat ini sedang ramai dibicarakan sebagai penyebab keretakan di NU, tapi juga ada masalah-masalah yang memang sudah ditengarai sudah lama,” ucapnya.
Pertama, mendukung para Masyayikh dan Syarifah. Hal itu berdadarkan jajaran Mustasyar maupun pesantren, khususnya hasil Musyawarah Kubro Alim Ulama dan Sesepuh NU Lirboyo atas resolusi konflik pemulihan keteduhan organisasi dan pengembalian NU kepada jamaah demi kemaslahatan bangsa dan kelestarian alam.
“Selain mendukung penuh, kami juga meminta pihak-pihak yang berkonflik untuk sam’an wa tha’atan demi menyelamatkan masa depan NU,” ucap Inayah.
Kedua, mempercepat pelaksanaan Muktamar ke-35 NU. Menurutnya, Muktamar ke-35 diselenggarakan dan disahkan oleh Rais Aam dan Ketua Umum mandataris Muktamar ke-34 Lampung yang dilaksanakan oleh panitia Muktamar yang direkomendasikan oleh Mustasyar PBNU.
“Apabila Muktamar yang dipercepat tidak tercapai, maka diselenggarakan Muktamar Luar Biasa (MLB) sesuai dengan peraturan dalam AD/ART,” ujar Inayah.
Ketiga, menyerukan muktamirin untuk tidak memilih pihak-pihak yang terlibat dalam konflik yang terjadi. Seruan ini dilakukan untuk mendorong munculnya pimpinan yang berintegritas, berakhlakul karimah, mengabdikan keseluruhan waktunya untuk NU.
“Tidak memiliki konflik kepentingan dengan institusi lain, baik kepentingan ekonomi, bisnis, politik, sosial, maupun institusi keagamaan lain,” tegasnya.
Rekomendasi lainnya turut dibacakan oleh akademisi NU, Mayadina. Dalam kesempatan itu, Mayadina membacakan rekomendasi lanjutannya.
Keempat, jabatan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU hendaknya ditetapkan dan dikembalikan pada mekanisme kearifan para Masyayikh dan Syayikhot secara partisipatoris dan berjenjang dari struktur paling bawah.
“Bersih dari politik uang dan intervensi pihak luar, serta mengutamakan pendekatan spiritual, musyawarah untuk mufakat, dan adab Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah,” ungkapnya.
Kelima, tidak terjadi intervensi dari pihak-pihak mana pun di luar NU. Sebab, NU dinilai telah terbukti mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dengan caranya sendiri secara independen.
“Oleh karena itu, kami menyeru semua pihak untuk menjaga agar tidak terjadi intervensi dari pihak-pihak mana pun di luar NU, baik institusi negara maupun non-negara,” tegasnya.
Keenam, program NU ke depan harus menegaskan kembali independensi Jam’iyyah, berpijak pada kekuatan jamaah, berprinsip khaira ummah, tidak merusak alam, berpegang pada fikih bi’ah, dan berorientasi pada kemaslahatan umat, kemajuan bangsa, serta martabat bangsa.
Ia menekankan, NU harus menjadi ruang khitmah terbuka yang memberdayakan SDM unggul warga NU tanpa terkecuali.
Ketujuh, konsesi tambang yang diberikan kepada NU agar dikembalikan lagi kepada negara. Menurutnya, penting dalam menjaga marwah dan independensi Nahdlatul Ulama serta menghindari mafsadat.
“Sikap ini sejalan dengan hasil Muktamar ke-33 di Jombang pada tahun 2015 yang menegaskan keharaman praktik pertambangan yang merusak lingkungan dan mengancam kemaslahatan masyarakat,” ujarnya.
Kedelapan, PBNU perlu mendesak pemerintah untuk menetapkan status bencana ekologi nasional di Sumatera. Hal itu sebagai khitmah NU bagi bangsa, NU perlu segera merespons berbagai situasi kebangsaan dan kerakyatan dengan keberpihakan tegas kepada mustad’afin.
“PBNU juga perlu menuntut pembebasan tahanan politik pra-Agustus 2025 dan masalah-masalah kerakyatan lainnya sebagai pemenuhan hak bersuara dan berpendapat, peneguhan kedaulatan rakyat, penegakan demokrasi, dan penghormatan hak asasi manusia,” cetusnya.
Kesembilan, mengajak seluruh warga NU, PWNU, PCNU, MWCNU, hingga Ranting NU untuk tidak larut dalam ketegangan elit, senantiasa menjaga ukhuwah nahdliyyah, merawat kesantunan, serta terus menjalankan khitmah masing-masing.
“Ketenteraman akar rumput adalah benteng keutuhan NU serta fondasi peradaban Rahmatan Lil Alamin, keadilan sosial, dan jihad lingkungan,” pungkasnya.
Sebelumnya, tokoh dan kiai sepuh NI juga melakukanMusyawarah Kubro Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Minggu (21/12).
Musyawarah tersebut mengusung tema “Meneguhkan Keutuhan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama” yang dihadiri oleh berbagai unsur struktural serta tokoh-tokoh penting NU.
Musyawarah Kubro ini diikuti oleh jajaran Mustasyar PBNU, Syuriyah PBNU, Tanfidziyah PBNU, badan otonom NU, Rais dan Ketua PCNU se-Indonesia, Rais dan Ketua PWNU se-Indonesia, serta para masyayikh dan pengasuh pondok pesantren.
Dari Musyawarah Kubro tersebut, para peserta menyepakati sejumlah keputusan penting. Kesepakatan pertama adalah memohon kepada kedua belah pihak yang berselisih agar melakukan islah atau rekonsiliasi dalam batas waktu paling lambat tiga hari.
Islah tersebut dihitung sejak Minggu, 21 Desember 2025, pukul 12.00 WIB. Para peserta berharap upaya perdamaian dapat segera tercapai demi menjaga keutuhan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
“Kedua, jika tidak ditemukan kesepakatan untuk islah, maka kedua belah pihak menyerahkan mandat kepada Mustasyar untuk membentuk panitia Muktamar yang netral dengan batas waktu paling lama satu hari ke depan terhitung sejak batas akhir islah,” sebagaimana tertuang dalam hasil Musyawarah Kubro NU.
Kesepakatan ketiga menyebutkan, apabila opsi pertama dan kedua tidak terpenuhi, para peserta Musyawarah Kubro sepakat untuk mencabut mandat dan mengusulkan penyelenggaraan Muktamar Luar Biasa (MLB). (fajar)




