Liputan6.com, Jakarta - Dalam peringatan Hari Ibu yang jatuh setiap 22 Desember, Ketua DPR RI Puan Maharani mengajak seluruh perempuan Indonesia untuk turut mengambil peran dalam menjaga kelestarian lingkungan. Menurutnya, perempuan memiliki posisi strategis dalam memperjuangkan keberlanjutan hidup dan masa depan generasi bangsa.
“Hari Ibu di Indonesia yang diperingati setiap tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu yang memiliki ciri khas yang unik yang tidak boleh kita lupakan sejarahnya,” ujar Puan, Senin (22/12/2025).
Advertisement
Ia mengingatkan kembali akar sejarah peringatan Hari Ibu yang berawal dari Kongres Perempuan Indonesia Pertama di Yogyakarta pada 22–25 Desember 1928. Momentum tersebut, kata Puan, menjadi simbol kebangkitan pergerakan perempuan Indonesia.
“Artinya Hari Ibu yang kita peringati di Indonesia merupakan perayaan kebangkitan pergerakan perempuan Indonesia,” tuturnya.
Puan menegaskan, semangat dari Kongres Perempuan itu menunjukkan bahwa perempuan bukanlah sekadar pelengkap, melainkan pelaku utama dalam berbagai sektor kehidupan.
“Bahwa menyertakan perempuan dalam proses pembangunan, bukanlah sekadar kebijakan afirmatif, akan tetapi merupakan kesadaran atas penghargaan harkat dan martabat manusia,” kata cucu Bung Karno ini.
Isu Keberlanjutan jadi Fokus
Bersamaan dengan tema Hari Ibu 2025, yakni “Perempuan Berdaya dan Berkarya, Menuju Indonesia Emas 2045”, Puan menyampaikan bahwa keberadaan perempuan menjadi semakin penting di tengah tantangan keberlanjutan yang dihadapi dunia saat ini.
“Mengingat kita saat ini bersama-sama menghadapi masalah sustainability (keberlanjutan),” ujar perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Menurutnya, isu keberlanjutan bukan semata tentang alam, melainkan juga menyangkut berbagai aspek kehidupan sosial dan ekonomi.
“(Keberlanjutan adalah) isu tentang apakah cucu cicit kita nantinya masih dapat melihat keindahan alam Indonesia,” sambung Puan.
“Karena ketika kita bicara tentang isu keberlanjutan maka kita juga harus bicara tentang isu kesenjangan sosial, ketimpangan ekonomi, menghadirkan kehidupan yang layak bagi seluruh manusia, dan lain sebagainya,” lanjut mantan Menko PMK itu.
Perempuan sebagai “Ibu Bumi”
Dalam pidatonya, Puan juga menyoroti pentingnya peran perempuan dalam melestarikan lingkungan. Ia menyebut perempuan sebagai “Mothers of the Earth” atau Ibu Bumi yang memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kelangsungan hidup.
“Sebagai Mothers of the Earth, perempuan memiliki peran untuk melindungi bumi dan masa depan generasi mendatang,” jelasnya.
Menurut Puan, peran tersebut muncul dari kedekatan perempuan dengan sumber kehidupan dan pengalaman yang mereka jalani sehari-hari sebagai ibu dan pendidik utama di keluarga.
“Sebagai perempuan sudah menjadi kodrat kita menjadi tempat lahirnya kehidupan seorang manusia,” terang Puan.
“Mayoritas perempuan berada di garis depan dalam membesarkan dan merawat anak-anak di dalam sebuah keluarga,” tambahnya.
Karenanya, ia menekankan bahwa perempuan harus aktif dalam isu-isu keberlanjutan dan dilibatkan dalam perumusan kebijakan publik.
“Harus dipahami bahwa perspektif perempuan bukanlah untuk menggantikan perspektif laki-laki, melainkan untuk melengkapi,” ucapnya.
“Yang artinya memasukkan perspektif perempuan dalam perumusan setiap kebijakan adalah memastikan bahwa hampir dari setengah jumlah penduduk Indonesia akan diperhatikan kebutuhannya,” tegas Puan.
Perempuan Harus Hadir dalam Pengambilan Keputusan
Puan menyebut bahwa kini suara perempuan sudah tidak bisa dihalangi, dan para perempuan sendiri sudah tidak boleh berdiam diri.
“Kita harus mendorong makin banyak perempuan turut terlibat dalam pengambilan keputusan yang dapat memengaruhi keberlanjutan alam dan hidup rakyat Indonesia,” katanya.
Menurutnya, penting agar perempuan hadir dalam ruang-ruang pengambilan keputusan strategis seperti pengelolaan tata ruang, kehutanan, energi, hingga air.
“Kita membutuhkan makin banyak perempuan untuk menjadi pengambil keputusan yang tandatangannya dalam sebuah surat dapat menjaga kelestarian alam dan kesejahteraan rakyat Indonesia,” sambungnya.
Namun, Puan mengingatkan bahwa sebuah Gagasan Besar (Big Idea) akan sia-sia tanpa tindakan nyata.
“Artinya Big Idea (Gagasan Besar) membutuhkan Big Action (Aksi Besar) jika ingin dirasakan dampaknya,” imbuhnya.
Ajak Jadikan Hari Ibu sebagai Momentum
Menutup pernyataannya, Puan mengajak seluruh perempuan Indonesia untuk menjadikan peringatan Hari Ibu sebagai momentum perjuangan yang membawa perubahan konkret.
“Maka mari kita jadikan peringatan Hari Ibu di Indonesia sebagai momentum untuk perjuangan mewujudkan gagasan-gagasan besar menjadi aksi nyata,” ucapnya.
“Ketika perempuan ikut dilibatkan, alam ikut dilestarikan, ketika perempuan ikut memutuskan, masa depan ikut diselamatkan,” tutup Puan.



