Jakarta (ANTARA) - Sejumlah pengusaha otomotif yang memiliki fasilitas produksi di Indonesia menyebutkan industri tersebut membutuhkan dorongan insentif guna memacu penjualan di tahun 2026.
Marketing Director PT Toyota-Astra Motor (TAM) Jap Ernando Demily dalam pernyataan di Jakarta, Senin, menyatakan bahwa pengalaman masa lalu menunjukkan insentif mampu menjadi katalis penting bagi pemulihan pasar.
Misalnya, pada pemberian relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dengan persyaratan tertentu pada 2021, kala itu penjualan mobil naik 66,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Kondisi saat ini memiliki kemiripan, ketika permintaan belum sepenuhnya pulih dan produksi dalam negeri perlu dijaga. Menurut dia, intervensi yang tepat dapat memperkuat ekosistem industri dari hulu hingga hilir.
Lebih jauh, Ernando juga menyatakan pentingnya evaluasi terhadap arah kebijakan insentif yang saat ini sudah berjalan.
Ia menilai fokus insentif tidak cukup hanya mendorong penjualan jangka pendek, tetapi juga harus memperkuat fondasi industri.
Keseimbangan antara pertumbuhan permintaan dan keberlanjutan industri menjadi poin yang ditekankan.
"Kebijakan insentif terutama pada model elektrifikasi yang ada saat ini tentu perlu kita evaluasi bersama ya, terkait bagaimana dampaknya pada market secara keseluruhan. Lebih dari itu, kebijakan yang diluncurkan baiknya tidak hanya berdampak positif pada market tetapi juga industri otomotif secara keseluruhan. Sehingga pertumbuhan demand masyarakat bisa sejalan dengan pertumbuhan industri nasional," kata Ernando.
Sementara itu, Marketing Director PT Honda Prospect Motor (HPM) Yusak Billy melihat insentif sebagai salah satu faktor yang dapat membantu konsumen dalam mengambil keputusan pembelian, terutama ketika pasar sedang melemah.
Perusahaan itu mengingatkan bahwa capaian penjualan besar tetap dipengaruhi banyak variabel lain.
"Honda melihat insentif sebagai salah satu faktor yang dapat mendorong permintaan dan mempermudah keputusan pembelian kendaraan. Namun pencapaian volume hingga 1 juta unit tetap perlu dikaji lebih lanjut karena dipengaruhi kondisi ekonomi dan daya beli. Insentif pemerintah dapat membantu menjaga momentum industri saat pasar melemah," kata dia.
Ke depan, pihaknya yakin pemerintah memiliki kebijakan dan pertimbangan tersendiri dalam menentukan arah dan bentuk insentif yang paling tepat bagi industri otomotif nasional
Menurutnya, pemerintah memiliki pertimbangan menyeluruh dalam merumuskan insentif agar sejalan dengan tujuan jangka panjang. Dukungan terhadap industri dan ekonomi berkelanjutan menjadi ekspektasi utama.
"Apapun bentuk insentifnya, kami yakin pemerintah memiliki kebijakan yang mendukung industri dan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, dan apapun bentuk insentifnya kami yakin pemerintah memiliki kebijakan yang baik dan adil atau 'fair' untuk semua teknologi kendaraan yang mendukung industri dan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan," ujar Billy
Marketing Director PT Jetour Sales Indonesia Moch Ranggy Radiansyah menilai insentif yang langsung menyasar konsumen akan memberikan efek cepat terhadap penjualan.
Dampak tersebut menurut dia dinilai bisa dirasakan langsung di pasar, terutama dalam kondisi daya beli yang masih berhati-hati.
Meski demikian, Jetour menegaskan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah secara umum.
"Ya, pasti kalau insentif yang impact-nya direct ke konsumen, itu akan ada impact juga ke penjualan secara langsung. Tapi secara general Jetour mendukung gerakan pemerintah terutama yang terkait industri ya," kata dia.
Dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil selama Januari-Oktober 2025 secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) hanya sebanyak 634.844 unit. Angka itu turun 10,6 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 711.064 unit.
Baca juga: Bappenas: Indonesia masuki fase baru kemandirian industri otomotif
Baca juga: Menperin tetap upayakan insentif untuk industri otomotif
Baca juga: Pemerintah sebut belum ada usulan insentif otomotif untuk tahun 2026
Marketing Director PT Toyota-Astra Motor (TAM) Jap Ernando Demily dalam pernyataan di Jakarta, Senin, menyatakan bahwa pengalaman masa lalu menunjukkan insentif mampu menjadi katalis penting bagi pemulihan pasar.
Misalnya, pada pemberian relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dengan persyaratan tertentu pada 2021, kala itu penjualan mobil naik 66,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Kondisi saat ini memiliki kemiripan, ketika permintaan belum sepenuhnya pulih dan produksi dalam negeri perlu dijaga. Menurut dia, intervensi yang tepat dapat memperkuat ekosistem industri dari hulu hingga hilir.
Lebih jauh, Ernando juga menyatakan pentingnya evaluasi terhadap arah kebijakan insentif yang saat ini sudah berjalan.
Ia menilai fokus insentif tidak cukup hanya mendorong penjualan jangka pendek, tetapi juga harus memperkuat fondasi industri.
Keseimbangan antara pertumbuhan permintaan dan keberlanjutan industri menjadi poin yang ditekankan.
"Kebijakan insentif terutama pada model elektrifikasi yang ada saat ini tentu perlu kita evaluasi bersama ya, terkait bagaimana dampaknya pada market secara keseluruhan. Lebih dari itu, kebijakan yang diluncurkan baiknya tidak hanya berdampak positif pada market tetapi juga industri otomotif secara keseluruhan. Sehingga pertumbuhan demand masyarakat bisa sejalan dengan pertumbuhan industri nasional," kata Ernando.
Sementara itu, Marketing Director PT Honda Prospect Motor (HPM) Yusak Billy melihat insentif sebagai salah satu faktor yang dapat membantu konsumen dalam mengambil keputusan pembelian, terutama ketika pasar sedang melemah.
Perusahaan itu mengingatkan bahwa capaian penjualan besar tetap dipengaruhi banyak variabel lain.
"Honda melihat insentif sebagai salah satu faktor yang dapat mendorong permintaan dan mempermudah keputusan pembelian kendaraan. Namun pencapaian volume hingga 1 juta unit tetap perlu dikaji lebih lanjut karena dipengaruhi kondisi ekonomi dan daya beli. Insentif pemerintah dapat membantu menjaga momentum industri saat pasar melemah," kata dia.
Ke depan, pihaknya yakin pemerintah memiliki kebijakan dan pertimbangan tersendiri dalam menentukan arah dan bentuk insentif yang paling tepat bagi industri otomotif nasional
Menurutnya, pemerintah memiliki pertimbangan menyeluruh dalam merumuskan insentif agar sejalan dengan tujuan jangka panjang. Dukungan terhadap industri dan ekonomi berkelanjutan menjadi ekspektasi utama.
"Apapun bentuk insentifnya, kami yakin pemerintah memiliki kebijakan yang mendukung industri dan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, dan apapun bentuk insentifnya kami yakin pemerintah memiliki kebijakan yang baik dan adil atau 'fair' untuk semua teknologi kendaraan yang mendukung industri dan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan," ujar Billy
Marketing Director PT Jetour Sales Indonesia Moch Ranggy Radiansyah menilai insentif yang langsung menyasar konsumen akan memberikan efek cepat terhadap penjualan.
Dampak tersebut menurut dia dinilai bisa dirasakan langsung di pasar, terutama dalam kondisi daya beli yang masih berhati-hati.
Meski demikian, Jetour menegaskan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah secara umum.
"Ya, pasti kalau insentif yang impact-nya direct ke konsumen, itu akan ada impact juga ke penjualan secara langsung. Tapi secara general Jetour mendukung gerakan pemerintah terutama yang terkait industri ya," kata dia.
Dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil selama Januari-Oktober 2025 secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) hanya sebanyak 634.844 unit. Angka itu turun 10,6 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 711.064 unit.
Baca juga: Bappenas: Indonesia masuki fase baru kemandirian industri otomotif
Baca juga: Menperin tetap upayakan insentif untuk industri otomotif
Baca juga: Pemerintah sebut belum ada usulan insentif otomotif untuk tahun 2026





