Permintaan dunia kerja akan talenta dengan kemampuan kecerdasan buatan di Indonesia terus meningkat. Kebutuhan belajar kecerdasan buatan generatif atau GenAI oleh pekerja, mahasiswa, dan anak muda pun melonjak.
Berdasarkan data 2025 yang dirilis Coursera, platform pembelajaran daring global, lebih dari 2,4 juta pengguna di Indonesia antusias meningkatkan keterampilan di bidang teknologi, bisnis, dan bahasa. Hal ini sejalan dengan percepatan transformasi digital dan semakin terintegrasinya Indonesia dalam ekonomi global.
Sementara kajian Microsof 2025 menunjukkan lanskap keterampilan di Indonesia berubah. Sebanyak 95 persen pemimpin bisnis di Indonesia berencana merekrut talenta dengan kemampuan kecerdasan artifisial (AI). Di saat yang sama, World Economic Forum memperkirakan, sekitar 36 persen keterampilan inti tenaga kerja Indonesia akan berubah pada 2030.
Managing Director Asia Pacific Coursera Ashutosh Gupta dalam siaran pers yang dikutip, Senin (22/12/2022), mengatakan, banyaknya pengguna Coursera yang mempelajari AI, keamanan siber, manajemen proyek, pemasaran digital, dan finansial merupakan langkah untuk tetap relevan dengan dinamika ekonomi yang berkembang cepat.
“Pola ini memperlihatkan meningkatnya kebutuhan talenta yang tidak hanya kuat secara teknis, tetapi juga mampu mengambil keputusan bisnis, mengeksekusi proyek secara efektif, dan berkomunikasi dengan baik,” kata Gupta.
Kami melihat antusiasme yang kuat pada AI, data, keamanan siber, dan keterampilan kerja mendasar, kombinasi yang penting dalam mendorong Indonesia menuju tenaga kerja yang lebih digital dan kompetitif.
Gupta memaparkan, AI dan data tetap menjadi fokus utama pembelajaran sepanjang 2025. Indonesia mencatat pendaftaran kursus GenAI setiap tujuh menit atau dua kali lipat dari tahun sebelumnya, yaitu satu setiap lima belas menit. Kini, lebih dari 120.000 pengguna Coursera mendaftar kursus terkait AI.
Para pembelajar mengikuti kursus dasar seperti Generative AI for Everyone dan Google AI Essentilas, sekaligus memperdalam kemampuan melalui program aplikatif seperti Maximize Productivity With AI Tools dan Using AI as a Creative or Expert Partner. Tingginya antusiasme ini sejalan dengan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia yang menekankan pada pembangunan kapabilitas digital sebagai fondasi inovasi jangka panjang.
Selain AI, kata Gupta, masyarakat Indonesia juga banyak mempelajari keamanan siber, project execution, pemasaran digital, finansial, serta bahasa. Keragaman ini menunjukkan bahwa tenaga kerja Indonesia sedang membangun keterampilan yang semakin komprehensif.
“Kami melihat antusiasme yang kuat pada AI, data, keamanan siber, dan keterampilan kerja mendasar, kombinasi yang penting dalam mendorong Indonesia menuju tenaga kerja yang lebih digital dan kompetitif di tingkat global,” kata Gupta.
Menurut Gupta, peningkatan penguasaan keterampilan ini juga membawa hasil nyata. Hasil dari Coursera’s Learner Outcomes Report 2025 menunjukkan, 94 persen pembelajar Indonesia merasakan dampak positif pada karier, seperti mendapatkan pekerjaan baru atau berkembang di posisi saat ini. Lalu, 37 persen meningkatkan performa kerja dan 98 persen merasakan manfaat pribadi, termasuk meningkatnya kepercayaan diri dan rasa pencapaian.
Saat berbicara dalam Wisuda Universitas Prasetiya Mulya 2025 di Tangerang, Banten, pertengahan Desember 2025,Carina Citra Dewi Joe, ilmuwan Indonesia yang berkontribusi dalam pengembangan vaksin Covid-19 Oxford–AstraZeneca serta penerima Bintang Jasa Utama Republik Indonesia, menegaskan keterkaitan erat antara pendidikan bisnis, sains, dan inovasi. Ia menekankan pentingnya sikap pembelajar sepanjang hayat sebagai kunci adaptasi di tengah percepatan teknologi.
“Di era kecerdasan artifisial yang berkembang sangat cepat, kemampuan untuk terus belajar menjadi kunci utama. AI adalah alat yang sangat kuat, namun dampaknya akan bermakna dan berkelanjutan hanya jika digunakan dengan kreativitas, intuisi, dan tanggung jawab manusia,” ujar Carina.
Sementara itu, Rektor Universitas Prasetiya Mulya Hassan Wirajuda menegaskan, kecerdasan artifisial dapat mengoptimalkan proses dan hasil, tetapi tidak dapat menggantikan makna, empati, dan kebijaksanaan yang lahir dari nurani manusia. ”Inilah fondasi yang kami bangun dalam pendidikan,” ujarnya.
Dikutip dari laman weforum.org, Akshay Saxena, CEO Avanti Fellows and Schwab Social Entrepreneur 2025 dari India, mengatakan, satu kesalahpahaman terbesar dalam reformasi pendidikan, yakni “jika Anda dapat memberi anak-anak teknologi yang lebih baik, jika Anda memberi mereka laptop, jika Anda memberi mereka konten yang lebih baik, mereka akan belajar.”
Avanti Fellows adalah sebuah perusahaan sosial yang membantu siswa berbakat namun kurang mampu dari pedesaan India untuk masuk universitas terbaik di India dalam program studi STEM dan kedokteran.
“Anak-anak belajar ketika mereka merasa aman, ketika mereka merasa diperhatikan, dan ketika mereka memiliki komunitas belajar. Inilah sebabnya mengapa aspek pengasuhan sebenarnya jauh lebih penting daripada penyampaian konten akademis,” kata Saxena.
Saxena mengatakan, di sinilah AI dapat berkontribusi dengan meringankan beban kerja guru dan memberi mereka lebih banyak waktu bersama siswa.
Dalam tulisannya di laman world-education-blog.org, Jawad Asghar and Clio Dintilhac dari Gates Foundation menyatakan, GenAI dalam dunia pendidikan menjadi dukungan praktis yang ampuh bagi para guru, bukan pengganti atau jalan pintas bagi mereka.
“Hasilnya adalah lebih sedikit waktu yang dihabiskan guru untuk administrasi dan lebih banyak waktu untuk pengajaran. Ada potensi yang kuat, seiring berkembangnya GenAI, untuk mengurangi hambatan praktis,” tulis Asghar.
Namun, perlu diingat bahwa penggunaan GenAI lebih dari sekadar alat. Pemanfaatan GenAI membutuhkan sejumlah prasyarat seperti konektivitas yang merata, ketersediaan waktu guru, privasi data anak yang ketat, sistem data pemerintah yang terintegrasi.
“Jika diterapkan bersama-sama, prinsip-prinsip ini bertujuan untuk menjaga agar GenAI tetap bermanfaat saat ini, siap untuk masa depan, dan selaras dengan tujuan nasional negara-negara untuk kemajuan,” kata Asghar.




