Abrasi dan degradasi lahan sepanjang aliran sungai telah menjadi ancaman serius, tak terkecuali bagi daerah aliran sungai (DAS) Cisadane. Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, tutupan hutan di wilayah tersebut tak lebih dari 10%.
“Tutupan hutan di DAS Cisadane saat ini masih kurang dari 10%, hanya sekitar 15 ribu hektare dari total luas 152 ribu hektare,” kata Hanif saat mengunjungi lokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, pada Minggu (21/12).
Kondisi tersebut menunjukkan perlunya pembentukan benteng hijau agar fungsi ekologis sungai kembali pulih. Benteng hijau berperan memperkuat struktur tanah, mencegah pengikisan tebing sungai atau abrasi, serta memulihkan fungsi hidrologis kawasan hulu yang kian tergerus.
Dalam kunjungan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) bersama Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor Raya dan masyarakat setempat melakukan aksi penanaman 1.000 pohon.
Penanaman pohon di area hulu ini diposisikan sebagai strategi pertahanan ekologis jangka panjang. Sebab, kata Hanif, area hulu merupakan garda terdepan dalam menjaga keselamatan hilir dari terjangan air.
Tanpa akar pohon yang kuat untuk mengikat tanah, abrasi akan terus terjadi dan sedimentasi akan menutup aliran sungai. Pada akhirnya, kondisi ini memicu banjir besar.
DAS Cisadane meliputi wilayah Banten dan Jawa Barat. Tepatnya area hulu di Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, dan bermuara ke Laut Jawa di sekitar Kabupaten Tangerang.
Hanif menilai keterlibatan mahasiswa dan masyarakat dalam aksi ini sebagai bentuk kesadaran kolektif terhadap perlindungan kawasan resapan air. Menanggapi hal tersebut, Koordinator Aliansi BEM se-Bogor Raya, Indra Mahfuzhi, menyatakan siap berkontribusi.
“Mahasiswa siap mengawal aksi ini secara berkelanjutan, memastikan setiap pohon yang ditanam tumbuh menjadi benteng pelindung kawasan resapan air dan penyelamat masyarakat,” tutur Indra.



