Surabaya, tvOnenews.com - Ada pendapat yang menyederhanakan kebahahagiaan seorang perempuan, yaitu menikah, mempunyai anak, kemudian bisa mengurus rumah-tangga dengan baik dan penuh cinta. Itulah mengapa kemudian kehidupan perempuan diidentikkan dengan istilah dapur, sumur, dan kasur. Pada masyarakat yang menganut budaya patriarkhi, narasi tersebut menjadi nilai-nilai yang tersebar atau tertanam di ruang sosial, budaya, keluarga, hingga media.
Meskipun pada kenyataannya tidak semua perempuan benar-benar merasakan kebahagiaan yang dimaksud. Fenomena mom burnout misalnya makin marak terutama di media sosial. Yaitu fenomena yang dialami perempuan berumah-tangga berupa perpaduan antara tekanan fisik dan mental. Tuntutan menjadi “ibu sempurna” adalah salah satu penyebabnya. Perempuan
diharuskan bisa multitasking, bahkan terkadang lebih, sementara dukungan pasangan dan keluarga kurang. Semua itu bisa mempengaruhi emosional dan menguras energi sehingga yang bersangkutan tidak fokus dan putus asa. Ibu rumah-tangga menghadapi beban dan tekanan yang berlapis sehingga seringkali kewalahan dalam menyelesaikannya.
Tidak jarang akhirnya mereka merasa tidak puas dalam pemenuhan tuntutan tersebut. Muncul perasaan bersalah yang ditunjukkan dengan menyalahkan diri sendiri, serta menganggap diri tidak sempurna. Data Indonesia Health Insight 2025 yang ditunjukkan Halodoc dan penyedia riset YouGov menunjukkan bahwa 36% ibu di Indonesia membutuhkan dukungan
kesehatan mental. Dukungan yang dimaksud berasal dari orangtua, pasangan dan asisten rumah tangga saat para ibu membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan pekerjaan domestik, sehingga bebannya menjadi lebih ringan dan emosi menjadi stabil.
Di media sosial semacam Instagram Reel atau TikTok, semakin banyak video viral tentang ibu rumah-tangga yang bersedih sampai menangis. Penyebabnya bisa karena kecapaian, kehilangan waktu pribadi, merasa tidak dihargai, dan lain-lain. Hal ini tidak jarang juga dialami influencer parenting yang “sempurna” di mata publik, bahkan sampai depresi. Fenomena ini menunjukkan adanya keresahan kolektif para ibu di ruang domestik. Istilah me time juga sering digunakan perempuan berumah-tangga, yang sebenarnya juga merujuk pada kebutuhan waktu untuk sendiri. Sejenak menepi menikmati kehidupannya, lepas dari urusan dan kesibukan keseharian di rumah.
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5450906/original/030578000_1766207394-vietnam.jpg)



