Bandarlampung (ANTARA) - Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Lampung Rudi Harianto mengatakan kemunculan awan Lenticularis di wilayahnya bukan merupakan awan badai dan tidak berkaitan langsung dengan kejadian hujan lebat.
"Fenomena awan Lenticularis biasa terjadi seperti awan Cumulonimbus. Namun secara meteorologis, awan Lenticularis bukan merupakan awan badai dan tidak berkaitan langsung dengan kejadian hujan lebat atau petir," ujar Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Lampung Rudi Harianto saat dihubungi di Bandarlampung, Senin.
Ia menjelaskan, fenomena awan Lenticularis merupakan jenis awan berbentuk lensa atau menyerupai piring yang terbentuk akibat dinamika angin di atmosfer, khususnya ketika aliran udara kuat melalui wilayah pegunungan atau berbukit.
"Awan ini tampak seolah-olah diam di satu tempat, meskipun pada lapisan atmosfer tempat awan tersebut berada terjadi hembusan angin yang cukup kencang. Pembentukan awan Lenticularis disebabkan oleh kombinasi angin kencang di lapisan menengah hingga lapisan atas atmosfer, adanya topografi pegunungan, serta terbentuknya gelombang orografis," katanya.
Baca juga: Cuaca ekstrem saat Nataru, Polda Metro kerahkan personel Siaga Bencana
Kemudian ketika udara lembap dipaksa naik mengikuti gelombang tersebut, suhu udara menurun sehingga uap air mengembun dan membentuk awan pada puncak gelombang. Proses ini berlangsung terus-menerus sehingga awan terlihat stasioner meskipun aliran udara di sekitarnya bergerak cepat.
"Fenomena ini tidak memiliki periode kemunculan yang tetap dan dapat terjadi kapan saja, terutama saat terjadi penguatan angin di lapisan atas atmosfer," ucap dia.
Dia mengatakan, di Indonesia, awan Lenticularis lebih sering muncul pada masa peralihan musim atau saat dinamika atmosfer sedang aktif, serta umumnya teramati di sekitar wilayah pegunungan atau perbukitan.
"Untuk lama kemunculan awan ini bervariasi, mulai dari beberapa puluh menit hingga beberapa jam. Dari sisi dampak, awan Lenticularis ini tidak menimbulkan hujan, badai, maupun kerusakan langsung di permukaan," tambahnya.
Baca juga: Antisipasi Kepadatan Jalan Menuju Stasiun Saat Nataru, KAI Ajak Pelanggan Datang Lebih Awal untuk Hindari Risiko Tertinggal Kereta
Menurut dia, meski begitu keberadaannya dapat menjadi indikasi adanya angin kencang dan turbulensi di lapisan atas atmosfer, yang di permukaan dapat dirasakan sebagai hembusan angin yang lebih kuat atau tidak stabil, khususnya di daerah pegunungan.
"Oleh karena itu, fenomena ini lebih berperan sebagai penanda kondisi atmosfer yang dinamis, bukan sebagai kejadian bencana.Terkait dampak terhadap permukiman, tidak terdapat rumah yang terdampak secara langsung akibat kemunculan awan Lenticularis, karena awan ini tidak menyebabkan kerusakan fisik seperti banjir, longsor, atau angin puting beliung," ujar dia.
Ia mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi angin kencang, terutama dengan mengamankan bangunan ringan dan membatasi aktivitas luar ruang yang berisiko.
"Masyarakat juga disarankan untuk terus mengikuti informasi cuaca resmi dari BMKG sebagai langkah antisipasi," tambahnya.
Baca juga: BMKG prakirakan hujan dominasi sejumlah daerah pada Senin
"Fenomena awan Lenticularis biasa terjadi seperti awan Cumulonimbus. Namun secara meteorologis, awan Lenticularis bukan merupakan awan badai dan tidak berkaitan langsung dengan kejadian hujan lebat atau petir," ujar Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Lampung Rudi Harianto saat dihubungi di Bandarlampung, Senin.
Ia menjelaskan, fenomena awan Lenticularis merupakan jenis awan berbentuk lensa atau menyerupai piring yang terbentuk akibat dinamika angin di atmosfer, khususnya ketika aliran udara kuat melalui wilayah pegunungan atau berbukit.
"Awan ini tampak seolah-olah diam di satu tempat, meskipun pada lapisan atmosfer tempat awan tersebut berada terjadi hembusan angin yang cukup kencang. Pembentukan awan Lenticularis disebabkan oleh kombinasi angin kencang di lapisan menengah hingga lapisan atas atmosfer, adanya topografi pegunungan, serta terbentuknya gelombang orografis," katanya.
Baca juga: Cuaca ekstrem saat Nataru, Polda Metro kerahkan personel Siaga Bencana
Kemudian ketika udara lembap dipaksa naik mengikuti gelombang tersebut, suhu udara menurun sehingga uap air mengembun dan membentuk awan pada puncak gelombang. Proses ini berlangsung terus-menerus sehingga awan terlihat stasioner meskipun aliran udara di sekitarnya bergerak cepat.
"Fenomena ini tidak memiliki periode kemunculan yang tetap dan dapat terjadi kapan saja, terutama saat terjadi penguatan angin di lapisan atas atmosfer," ucap dia.
Dia mengatakan, di Indonesia, awan Lenticularis lebih sering muncul pada masa peralihan musim atau saat dinamika atmosfer sedang aktif, serta umumnya teramati di sekitar wilayah pegunungan atau perbukitan.
"Untuk lama kemunculan awan ini bervariasi, mulai dari beberapa puluh menit hingga beberapa jam. Dari sisi dampak, awan Lenticularis ini tidak menimbulkan hujan, badai, maupun kerusakan langsung di permukaan," tambahnya.
Baca juga: Antisipasi Kepadatan Jalan Menuju Stasiun Saat Nataru, KAI Ajak Pelanggan Datang Lebih Awal untuk Hindari Risiko Tertinggal Kereta
Menurut dia, meski begitu keberadaannya dapat menjadi indikasi adanya angin kencang dan turbulensi di lapisan atas atmosfer, yang di permukaan dapat dirasakan sebagai hembusan angin yang lebih kuat atau tidak stabil, khususnya di daerah pegunungan.
"Oleh karena itu, fenomena ini lebih berperan sebagai penanda kondisi atmosfer yang dinamis, bukan sebagai kejadian bencana.Terkait dampak terhadap permukiman, tidak terdapat rumah yang terdampak secara langsung akibat kemunculan awan Lenticularis, karena awan ini tidak menyebabkan kerusakan fisik seperti banjir, longsor, atau angin puting beliung," ujar dia.
Ia mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi angin kencang, terutama dengan mengamankan bangunan ringan dan membatasi aktivitas luar ruang yang berisiko.
"Masyarakat juga disarankan untuk terus mengikuti informasi cuaca resmi dari BMKG sebagai langkah antisipasi," tambahnya.
Baca juga: BMKG prakirakan hujan dominasi sejumlah daerah pada Senin



