FAJAR, MAKASSAR – Perjalanan kasus skincare yang menjerat Mira Hayati, akhirnya mencapai babak akhir di tingkat Mahkamah Agung (MA). Dia divonis 2 tahun penjara.
Berdasarkan amar putusan yang dirilis melalui situs resmi Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada Minggu (21/12), majelis hakim MA memutuskan untuk menolak kasasi baik dari pemohon (Jaksa Penuntut Umum) maupun terdakwa.
Namun, hakim memberikan perbaikan terhadap masa hukuman penjara bagi Mira Hayati.
“Menolak kasasi terdakwa dengan perbaikan pidana penjara menjadi 2 tahun serta denda sebesar Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Jika denda tidak dibayar, akan diganti dengan 2 bulan kurungan.” Demikian bunyi putusan tersebut.
Kilas Balik Vonis
Perjalanan hukum “Ratu Emas” asal Makassar ini terbilang penuh kejutan.
Sejak awal persidangan, masa hukuman Mira terus mengalami perubahan yang signifikan.
Dia Pengadilan Negeri Makassar, Mira Hayati divonis 10 Bulan Penjara. Jauh di bawah tuntutan JPU (6 tahun).
Kemudian di tingkat banding, Pengadilan Tinggi (PT) Makassar merevisi hukumannya. Naik menjadi 4 tahun penjara. Hakim memperberat hukuman secara signifikan.
Terakhir, Mahkamah Agung (tingkat kasasi) memberinya diskon menjadi 2 tahun penjara.
Kasus ini bermula ketika produk skincare miliknya terbukti mengandung zat berbahaya merkuri. Dianggap melanggar ketentuan hukum dan membahayakan kesehatan konsumen.
Tunggu Salinan Putusan
Menanggapi putusan kasasi tersebut, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Parawansa, menyatakan bahwa pihaknya belum bisa mengambil langkah hukum lanjutan seperti Peninjauan Kembali (PK).
“Kami belum menerima salinan putusan kasasi dari PN Makassar. Kami perlu berkoordinasi dengan pimpinan terlebih dahulu sebelum menentukan sikap,” jelas Parawansa.
Senada dengan jaksa, Ida Hamidah selaku kuasa hukum Mira Hayati juga mengaku belum memegang fisik putusan tersebut.
Meskipun hukuman kliennya berkurang menjadi 2 tahun, Ida tetap berpendapat bahwa Mira seharusnya dinyatakan bebas.
“Saya belum tahu pertimbangan hukum hakim seperti apa. Namun, sejak awal kami berharap klien kami bisa divonis bebas,” kata Ida. (*)



