UB Ambil Alih Transmart, Mahasiswa Sambut Era Baru Hilirisasi Riset dan Kuliah Terintegrasi

beritajatim.com
2 jam lalu
Cover Berita

Malang (beritajatim.com) – Gebrakan tengah disiapkan oleh Universitas Brawijaya (UB). Kampus yang dikenal sebagai salah satu perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa terbanyak di Indonesia ini tidak hanya berekspansi di bidang akademik, tetapi juga melakukan manuver bisnis dengan mengambil alih pengelolaan Transmart Malang.

Gedung pusat perbelanjaan megah yang terletak tepat di jantung Jalan Veteran berhadapan langsung dengan gerbang kampus UB ini akan disulap menjadi sebuah ekosistem baru.

Bukan sekadar mal biasa, melainkan pusat perbelanjaan berbasis pendidikan (education-based mall) yang terintegrasi.

Rencana strategis yang digawangi oleh PT Brawijaya Multi Usaha (BMU) ini ditargetkan beroperasi penuh pada pertengahan 2026. Bagi kalangan civitas akademika, langkah ini bukan sekadar soal bisnis properti.

Ini adalah jawaban atas kegelisahan panjang mengenai nasib produk inovasi mahasiswa. Ruth, seorang mahasiswa UB yang aktif mengamati perkembangan wirausaha kampus, menyuarakan optimisme yang tinggi terhadap rencana ini.

Selama bertahun-tahun, mahasiswa UB dikenal produktif dalam menghasilkan riset dan produk kewirausahaan. Namun, seringkali karya brilian tersebut layu sebelum berkembang karena ketiadaan akses pasar yang berkelanjutan. Ruth menilai, kolaborasi UB dan Transmart adalah kunci yang selama ini hilang.

“Sebagai mahasiswa, saya melihat langkah UB mengambil alih pengelolaan Transmart ini sebagai terobosan strategis yang luar biasa,” ujar Ruth saat diwawancarai mengenai fenomena ini.

Menurutnya, kesenjangan antara dunia akademik dan pasar komersial cukup lebar. Banyak produk mahasiswa hanya berakhir di meja dosen atau sekadar dipajang saat pameran internal kampus, tanpa pernah benar-benar diuji oleh pasar yang nyata.

“Selama ini, banyak sekali hasil riset dan produk wirausaha teman-teman mahasiswa yang hanya berhenti di level kampus atau pameran internal saja tanpa benar-benar menjangkau pasar yang luas,” keluhnya.

Namun, dengan adanya komitmen dari manajemen PT BMU, khususnya rencana kurasi produk yang dicanangkan oleh Direktur Utama Edi Purwanto, Ruth melihat adanya secercah harapan. Mal ini diproyeksikan menjadi etalase raksasa bagi karya mahasiswa.

“Dengan adanya rencana kurasi produk dari Pak Edi Purwanto untuk ditampilkan di mal, ini menjadi jawaban konkret atas tantangan hilirisasi riset,” tegas Ruth.

“Kami jadi punya akses langsung ke konsumen umum tanpa harus pusing memikirkan sewa tempat yang mahal di lokasi lain, sekaligus membuktikan bahwa produk mahasiswa mampu bersaing secara komersial.”

Dari sisi manajemen, keputusan UB untuk masuk mengelola Transmart didasari oleh perhitungan ekonomi yang matang. Direktur Utama PT BMU, Edi Purwanto, mengungkapkan bahwa komunikasi intensif dengan pihak pengelola Transmart Malang sudah terjalin sejak Juli lalu.

Puncaknya, pertemuan tingkat tinggi terjadi antara pihak UB dengan pimpinan puncak CT Group, Chairul Tanjung. Dalam pertemuan tersebut, ditemukan kesamaan visi untuk menghidupkan kembali pusat perbelanjaan yang belakangan mulai kehilangan pamornya tersebut.

Edi tidak menampik bahwa kondisi Transmart Malang saat ini tidak seramai masa kejayaannya dulu. Namun, di tangan UB, ia yakin situasinya akan berbalik 180 derajat. “Salah satunya, potensi captive market yakni dari 70 ribu mahasiswa UB,” sebut Edi dalam keterangannya beberapa waktu lalu.

Angka 70 ribu bukanlah jumlah yang sedikit. Jika dikelola dengan benar, perputaran uang dari kebutuhan harian, gaya hidup, hingga kebutuhan akademik mahasiswa UB mampu menjadi motor penggerak ekonomi yang masif bagi mal tersebut.

Posisi Transmart yang sangat strategis di tengah kota dan berhimpitan dengan kampus menjadikan lokasi ini sangat baik untuk dikembangkan.

Edi menambahkan bahwa UB memiliki kewajiban moral dan akademik untuk melakukan hilirisasi riset.

“Untuk merealisasikan itu, kami butuh wahana kekinian seperti mall. Intinya, kami ingin menjadikan Transmart Malang sebagai pusat perbelanjaan yang tidak hanya visible, tapi terintegrasi dan berbasis pendidikan,” paparnya.

Konsep yang diusung pun tidak main-main. Nantinya, gedung tersebut akan diisi dengan tenant pusat perbelanjaan umum, gerai food and beverage (F&B), area pameran produk riset, hingga fasilitas olahraga dan ruang kelas khusus. Ini adalah hibrid antara fungsi komersial dan fungsi edukasi.

Reaksi positif tidak hanya datang dari mereka yang berorientasi bisnis. Azka, mahasiswa UB lainnya, menyoroti dampak sosiologis dan tata ruang dari pengambilalihan ini.

Bagi Azka dan ribuan mahasiswa lain yang setiap hari melintasi Jalan Veteran, kondisi Transmart yang sepi seringkali memunculkan ironi. Gedung megah tersebut kerap kali hanya berfungsi sebagai lahan parkir tambahan bagi mereka yang memiliki urusan di sekitar kampus atau sekolah di sekitarnya.

“Sementara itu, pembangunan ini bisa mengubah wajah kawasan Jalan Veteran secara drastis,” kata Azka.

“Harus diakui, selama ini Transmart memang seringkali hanya jadi tempat parkir bagi orang yang punya urusan di sekitar sana karena isinya yang tak lagi seramai dulu.”

Azka membayangkan sebuah transformasi gaya hidup perkuliahan. Jika selama ini perkuliahan identik dengan ruang kelas kaku di dalam gedung fakultas, kehadiran ruang kelas di dalam mal menawarkan fleksibilitas baru.

“Keputusan UB untuk masuk dan mengelola gedung ini akan mengubah suasana kuliah yang biasanya kaku di gedung fakultas menjadi lebih fleksibel. Saya sangat tertarik dengan ide adanya ruang kelas khusus dan area sport di dalam mal; ini menawarkan pengalaman belajar yang jauh lebih modern dan tidak membosankan,” tambahnya dengan antusias.

Lebih jauh, Azka menyoroti efisiensi waktu dan tenaga. Mahasiswa seringkali harus berpindah-pindah lokasi untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda: kuliah, makan, belanja, dan mengerjakan tugas. Konsep integrasi yang ditawarkan UB dinilai sebagai solusi cerdas.

“Bagi kami, konsep integrasi ini sangat menguntungkan karena menawarkan one-stop solution untuk kebutuhan harian mahasiswa,” jelas Azka.

“Bayangkan saja, setelah kuliah atau bimbingan di area kampus utama, kami tinggal menyeberang untuk mengerjakan tugas di area coworking, belanja kebutuhan bulanan, atau sekadar hangout, tanpa harus bermacet-macetan ke pusat kota.”

Ia menegaskan bahwa pemanfaatan aset ini jauh lebih baik daripada membiarkannya mangkrak. “Daripada gedung strategis tersebut mangkrak atau hanya jadi lahan parkir pasif, transformasi menjadi pusat kegiatan mahasiswa dan publik ini jelas jauh lebih bermanfaat, asalkan perizinan ke Pemkot segera beres agar fasilitasnya bisa cepat kami nikmati.”

Meski antusiasme membuncah, realisasi Mall Kampus ini harus melewati serangkaian prosedur birokrasi yang ketat. Perubahan fungsi atau penambahan aktivitas pendidikan di dalam gedung komersial menuntut penyesuaian izin yang tidak sederhana.

Kepala Dinas Tenaga Kerja-Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, memberikan lampu hijau secara prinsip, namun dengan catatan tebal. Ia menegaskan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima pengajuan izin perubahan fungsi resmi dari UB maupun pihak Transmart Malang.

“Pada dasarnya memang diperbolehkan kampus ikut mengelola mal semacam itu, dengan syarat sudah ada perjanjian kerja sama antara keduanya,” tegas Arif.

Arif mengimbau agar proses legalitas ini dikebut seiring dengan persiapan fisik. Beberapa dokumen krusial yang harus direvisi meliputi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang baru, hingga AMDAL Lalu Lintas (Lalin).

Poin terakhir sangat vital mengingat Jalan Veteran adalah salah satu simpul kemacetan terpadat di Kota Malang. Selain itu, UB juga diwajibkan memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang sesuai untuk menjalankan bisnis ritel dan pengelolaan properti.

Di sisi lain, pihak manajemen Transmart Malang yang diwakili oleh General Manager La Syahrin masih irit bicara. Saat dikonfirmasi, ia tidak membantah kabar kerja sama tersebut namun belum bisa memberikan detail teknis karena alasan pribadi. “Boleh-boleh, nanti saya konfirmasi ya,” jawabnya singkat.

Dengan target operasional pada pertengahan 2026, UB memiliki waktu sekitar satu setengah tahun untuk mematangkan konsep, menyelesaikan perizinan, dan melakukan renovasi yang diperlukan. Edi Purwanto menegaskan bahwa pihaknya juga terbuka dengan investor lain untuk mendukung proyek raksasa ini.

“Sudah ada beberapa investor yang menyampaikan minat untuk bekerja sama,” ungkapnya.

Kembali ke Ruth, harapan mahasiswa kini tertuju pada eksekusi rencana tersebut. Jika berhasil, UB tidak hanya akan menancapkan kuku sebagai institusi pendidikan unggulan, tetapi juga sebagai pionir universitas yang mampu mengelola aset bisnis skala besar secara mandiri.

“Selain itu, potensi 70 ribu mahasiswa sebagai captive market memang sangat masuk akal untuk menghidupkan kembali mal yang belakangan mulai sepi itu,” pungkas Ruth menutup pandangannya. (dan/ted)

 


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Alat Berat Dikerahkan Bersihkan Sisa Banjir Bandang di Aceh Tamiang
• 22 jam laludetik.com
thumb
Lonjakan Pengiriman Akhir Tahun, IPC TPK Fasilitasi Layanan Tambahan
• 1 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Alasan Pemerintah Pilih Terbitkan PP untuk Akhiri Polemik Jabatan Sipil Polri
• 23 jam lalukompas.com
thumb
Mendagri Serukan Percepatan Pembersihan Sisa Banjir dan Pembangunan Hunian Tetap di Aceh Tamiang
• 1 jam lalusuara.com
thumb
COP30 Belém Brasil: Arena Pertarungan Gagasan Pemerintah Indonesia dan NGO Lingkungan
• 9 jam laluharianfajar
Berhasil disimpan.