Kejaksaan Agung mengakui Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (Kejari HSU), Tri Taruna Fariadi (TTF) sempat melarikan diri saat proses operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (18/12).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengatakan, Tri Taruna melarikan diri karena ia kebingungan dan tidak yakin yang petugas yang datang itu merupakan petugas KPK.
“Menurut tim yang menangani sodara TTF tersebut, bahwa yang bersangkutan ketakutan pada saat mau ditangkap. Karena dia, yang bersangkutan, tidak pasti apakah itu dari petugas KPK atau siapa, dia enggak ngerti, menghindar seperti itu,” kata Anang di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Senin (22/12).
Usai melarikan diri, Anang menyebut Tri Taruna lalu ditangkap pada Minggu (21/12). Anang tak mendetailkan di mana Tri Taruna ditangkap, namun ia memastikan lokasi penangkapan bukan di kediaman Tri Haruna.
“Di daerah sana, di daerah Kalimantan Selatan juga,” katanya.
Di sisi lain, Anang membantah Tri Taruna menabrak petugas KPK saat proses OTT KPK tersebut. Sebelumnya, lembaga antirasuah menyebut Tri Taruna kabur dan menabrak petugas KPK dengan mobilnya.
Anang mengatakan, saat diperiksa petugas Kejagung pada Senin (22/12), Tri Taruna membantah telah menabrak petugas KPK saat kabur.
“Engga (menabrak petugas KPK), kalau pengakuan yang bersangkutan, enggak. Tapi kan itu nanti diperiksa,) kata Anang. .
Usai kabur, Tri menyerahkan diri ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan. Setelahnya, Kejakasaan Tinggi Kalimantan Selatan lalu berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk membawa dan menyerahkan Tri ke kantor KPK di Jakarta.
Adapun, Tri telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. KPK menetapkan Tri bersama dua orang lainnya yakni Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara, Albertinus P Napitupulu, dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel), Asis Budianto.
Dalam kasus ini, Albertinus diduga menerima aliran uang senilai Rp 804 juta secara langsung maupun melalui perantara, yaitu Asis Budianto dan Tri Taruna Fariadi.



