BRIN Soroti Bunga Marigold untuk Ibadah di Bali Masih Impor dari Thailand

kumparan.com
21 jam lalu
Cover Berita

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arif Satria mengungkapkan bahwa bunga Marigold yang selama ini digunakan untuk keperluan ibadah di Bali masih bergantung pada impor benih dari Thailand.

Hal tersebut menunjukkan masih adanya ketergantungan Indonesia terhadap produk pertanian dari luar negeri, meski kebutuhan bersifat domestik dan kultural.

“Anda tahu bunga Marigold enggak? Marigold itu bunga dipakai untuk ibadah orang-orang, teman-teman kita di Bali. Bunga Marigold namanya,” kata Arif saat Media Lounge Discussion di Gedung BJ Habibie BRIN, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (22/12).

“Nah, kemudian bunga Marigold itu benih dari mana? Impor dari Thailand. Itu bunga itu ibadah di Bali, itu impor dari Thailand,” lanjutnya.

Menurut Arif, kondisi tersebut mendorong perlunya riset untuk menciptakan kemandirian benih dalam negeri.

Ia menyebut Indonesia mampu memproduksi benih Marigold yang telah ditindaklanjuti melalui riset.

“Nah, waktu itu minta IPB (Institut Pertanian Bogor) bisa enggak riset supaya benihnya mandiri, kita riset,” ujarnya.

Tidak hanya soal kemandirian benih, riset tersebut juga berhasil mengembangkan variasi warna bunga Marigold yang sebelumnya identik dengan warna kuning.

“Bisa enggak bunganya jangan kuning, tapi merah. Bisa kita buat merah. Sekarang bunganya apa? Merah dan putih, sehingga kita launching pada saat Agustusan,” kata mantan Rektor IPB itu.

“Bukan bunga kuning lagi, bunganya merah putih. Bisa enggak? Bisa. Pemulia kita canggih-canggih,” sambung dia.

Arif menilai inovasi tersebut menjadi contoh bahwa riset mampu menjawab kebutuhan nasional sekaligus menghasilkan produk unggulan.

Arif menegaskan, riset-riset BRIN saat ini diarahkan pada sektor-sektor prioritas yang berdampak langsung pada kemandirian bangsa.

“Memang riset prioritas kita adalah pada tadi saya sampaikan tadi soal pangan, energi, ya, dan kemudian air. Kemudian juga untuk industri strategis termasuk kesehatan di dalamnya itu,” ungkap Arif.

“Jadi memang ya kita mendorong satu yang bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, kemudian kedua soal substitusi impor, kemudian yang ketiga mempromosikan ekspor,” sambungnya.

Selain tanaman dan pangan, Arif juga menyoroti ketergantungan Indonesia terhadap impor indukan di sektor perikanan dan peternakan. Ia mencontohkan indukan udang yang masih diimpor dari luar negeri.

“Riset broodstock itu, broodstock udang, indukan udang, kita impor dari Hawaii. Nah, sekarang saya tantang kepada periset di BRIN, bisa nggak kita mengembangkan Broodstock Center sehingga kita indukan udang itu mandiri,” ujarnya.

Namun demikian, Arif menegaskan bahwa riset dasar untuk menghasilkan kemandirian tersebut membutuhkan waktu panjang dan tidak bisa instan.

“Riset itu butuh waktu sekian tahun, enggak bisa 2-3 tahun. Nah, itulah memang ada unsur basic research-nya di situ. Itu riset yang tidak bisa applied 2 tahun langsung jadi, enggak bisa,” katanya.

Ia menambahkan, upaya riset jangka panjang tetap harus dimulai sejak sekarang agar Indonesia tidak terus bergantung pada impor, baik di sektor pertanian, perikanan, maupun peternakan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Insanul Fahmi Sebut Ada yang Menghasut Mawa, Kuasa Hukum: Sebut Saja Namanya
• 2 jam lalutvonenews.com
thumb
Dijamin Seru! Ini 5 Tempat Wisata Instagramable di Bogor Buat Stok Foto Awal Tahun 2026
• 14 jam lalugrid.id
thumb
Kelancaran Nataru Jadi Fokus, Pos Yan Ops Lilin 2025 Intensifkan Imbauan Cuaca di Paotere
• 14 jam laluharianfajar
thumb
Ada 15 Zona Putih Atribut Parpol di Jakarta, Apa Sanksi bila Ada Pelanggaran?
• 6 jam lalukumparan.com
thumb
Tenang! Harga Tiket Pesawat Turun 14 Persen Selama Angkutan Nataru 2025/2026
• 22 jam laludisway.id
Berhasil disimpan.