PR Besar Industri Semen Pangkas Emisi Karbon

bisnis.com
2 jam lalu
Cover Berita

Bisnis.com, JAKARTA — Tekanan bagi industri semen meningkat menjelang implementasi tarif karbon lintas negara atau carbon border adjustment mechanism (CBAM) oleh Uni Eropa. Pedagang komoditas tersebut tak bisa mengelak dari tambahan beban pajak tanpa mengambil langkah-langkah penurunan emisi karbon.

Terbaru, Uni Eropa berencana memperluas sektor-sektor yang disasar CBAM. Dokumen draf yang dilihat Reuters mengungkap bahwa suku cadang mobil, kulkas, hingga mesin cuci diusulkan blok tersebut untuk masuk dalam objek tarif.

Perluasan ini ditempuh untuk menutup ketimpangan yang berisiko timbul ketika industri manufaktur asing mencoba menghindari kewajiban iklim.

Proposal tersebut sekaligus menandai perluasan signifikan dalam CBAM yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026. Melalui regulasi ini, produk-produk dengan jejak emisi tinggi seperti baja, semen dan pupuk akan dikenai biaya tambahan ketika masuk ke wilayah Uni Eropa.

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-parallax"); });

“Proposal ini akan memperluas cakupan CBAM sehingga menyasar kebocoran karbon dari produk-produk yang berada di dalam rantai pasok baja dan aluminium,” tulis draf tersebut, dikutip dari Reuters.

Berdasarkan rencana dalam draf tersebut, produk konstruksi untuk jembatan, transformator listrik dan kabel, serta mesin-mesin pertanian juga akan masuk dalam cakupan pungutan tersebut.

Baca Juga : Kerugian Bencana Iklim Terparah 2025 Tembus Rp1.800 Triliun, Banjir Sumatra Termasuk

Uni Eropa memilih produk-produk baru ini berdasarkan tingkat paparannya terhadap risiko “kebocoran karbon”, yakni potensi relokasi industri ke luar Eropa untuk menghindari kebijakan iklim kawasan yang ketat.

CBAM yang diterapkan UE sendiri bertujuan melindungi industri Eropa dari impor murah beremisi tinggi, sekaligus mendorong produsen global beralih ke proses produksi yang lebih bersih.

Namun, kebijakan yang berlaku saat ini telah memicu kritik dari sejumlah mitra dagang, termasuk China, India, dan Afrika Selatan. Mereka menilai CBAM secara tidak adil membebani industri di negara berkembang.

Menanggapi implementasi CBAM awal tahun depan, Head of CCC Indonesia Competence Center Cement PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP), Robert Sweigart, mengemukakan bahwa semen yang diproduksi Indocement tidak terdampak langsung. INTP sendiri tercatat tak melakukan ekspor semen langsung ke negara-negara Uni Eropa, tetapi perusahaan mengirim clinker ke Australia.

“Untuk CBAM kami tidak terdampak langsung, tetapi kami mengirim clinker ke Australia,” kata Robert, Kamis (18/12/2025). Sebagai catatan, Australia dikabarkan tengah mempertimbangkan implementasi pajak karbon lintas batasnya sendiri.

Baca Juga : JETP Sebut Pembangkit Mandiri Butuh Investasi Rp1.536 Triliun untuk Dekarbonisasi

Meski tak terimbas CBAM, Sweigart mengemukakan bahwa INTP terus mengupayakan dekarbonisasi melalui adopsi energi terbarukan. Indocement sejauh ini telah mengoperasikan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan total kapasitas lebih dari 71 megawatt (MW) di fasilitas produksinya di Citeureup, Cirebon, dan Tarjun.

Sweigart menyampaikan bahwa energi terbarukan menjadi elemen penting dalam strategi keberlanjutan perusahaan.

“Transisi menuju energi bersih merupakan bagian dari komitmen jangka panjang kami dalam meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi dampak lingkungan dalam menghadapi perubahan iklim yang kian masif. Pemanfaatan energi surya membantu kami mengelola konsumsi energi secara lebih efisien sekaligus memperkuat kesiapan perusahaan dalam memenuhi berbagai standar keberlanjutan, baik di tingkat nasional maupun global,” paparnya.

Raksasa Semen Hadapi Gugatan Hukum terkait Iklim

Dalam perkembangan lain, pengadilan di Swiss menyatakan menerima gugatan hukum yang diajukan warga Pulau Pari, Indonesia, terhadap produsen semen asal Swiss, Holcim. Gugatan ini disampaikan terkait dugaan kontribusi perusahaan tersebut terhadap krisis iklim karena kegagalan menekan emisi karbon.

Mengutip Reuters, pengadilan Kanton Zug menyampaikan pada Senin (22/12/2025) bahwa gugatan ini telah diterima untuk diproses lebih lanjut. Kendati demikian, pengadilan menegaskan keputusan tersebut masih dapat dibatalkan apabila dalam tahapan banding selanjutnya ditemukan ketidaksesuaian dengan persyaratan prosedural.

Gugatan terhadap Holcim mulanya diajukan pada Januari 2023 oleh empat warga Pulau Pari, sebuah pulau kecil di Kepulauan Seribu yang berulang kali dilanda banjir seiring meningkatnya permukaan air laut akibat pemanasan global. Mereka menilai aktivitas emisi Holcim turut berkontribusi terhadap dampak iklim yang mereka alami secara langsung.

Baca Juga : Danantara Jajaki Peluang Investasi di Proyek Pembangkit EBT PLN

Holcim menyatakan akan mengajukan banding atas keputusan pengadilan tersebut. Perusahaan berpendapat bahwa penentuan mengenai “siapa yang boleh mengeluarkan emisi karbon dioksida [CO₂] dan dalam jumlah berapa” seharusnya menjadi kewenangan pembuat kebijakan, bukan pengadilan perdata.

Lembaga nirlaba Swiss Church Aid, yang mendukung gugatan warga Pulau Pari, menyebut perkara ini sebagai preseden penting. Menurut mereka, ini merupakan pertama kalinya pengadilan di Swiss menerima gugatan iklim yang menyasar korporasi besar.

“Kami sangat senang. Keputusan ini memberi kami kekuatan untuk melanjutkan perjuangan,” ujar Asmania, salah satu warga Pulau Pari yang menjadi penggugat, dalam pernyataan resmi Swiss Church Aid. Dia menambahkan putusan tersebut menjadi kabar baik bagi dirinya dan keluarga.

Sejumlah organisasi nonpemerintah yang mendukung para penggugat menyatakan Holcim dipilih karena perusahaan tersebut termasuk salah satu penghasil emisi karbon dioksida terbesar di dunia serta dikategorikan sebagai carbon major di Swiss.

Menanggapi gugatan tersebut, Holcim menegaskan komitmennya untuk mencapai target emisi nol bersih pada 2050 dengan pendekatan berbasis sains. Perusahaan juga menyatakan telah memangkas emisi CO₂ langsung dari operasionalnya lebih dari 50% sejak 2015.

Dalam gugatan itu, para penggugat menuntut kompensasi atas kerusakan iklim yang mereka alami, partisipasi finansial Holcim dalam upaya perlindungan dari banjir, serta percepatan penurunan emisi karbon. Sebagai konteks, Asosiasi Semen dan Beton Global mencatat bahwa industri semen menyumbang sekitar 7% dari total emisi CO₂ global.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Menko AHY Berangkatkan KRI Semarang-594 Bawa Bantuan ke Wilayah Bencana di Sumatera
• 20 jam laluliputan6.com
thumb
Potret Alyssa Daguise pakai perhiasan di acara gender reveal bikin salfok, totalnya capai Rp1 M
• 5 menit lalubrilio.net
thumb
Natasha Rizky Tanggapi Soal Jodoh dan Masa Depan: Bahagia Bersama Anak Jadi Prioritas
• 15 menit lalugrid.id
thumb
Sambut Hari Ibu, Syanada Rilis Single Wahai Bunda sebagai Kado Cinta dan Doa
• 16 jam lalumediaindonesia.com
thumb
Top 3 News: Bonnie Blue Dilarang Masuk Indonesia Selama 10 Tahun, Ini Alasan Imigrasi
• 3 jam laluliputan6.com
Berhasil disimpan.