PADANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengakhiri masa tanggap darurat bencana dan beralih ke tahap pemulihan pascabencana. Sementara itu, tiga kabupaten di Sumbar kembali memperpanjang masa tanggap darurat karena masih banyak kegiatan penanganan bencana di lapangan.
Keputusan Pemprov Sumbar mengakhiri masa tanggap bencana merupakan hasil rapat bersama anggota Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sumbar dan Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rustian, Senin (22/12/2025) malam, di Posko Tanggap Darurat Bencana Sumbar, Kota Padang.
Gubernur Sumbar Mahyeldi mengatakan, pada masa pemulihan, Sumbar akan fokus pada percepatan pendataan kerusakan dan kerugian serta pemulihan layanan dasar, antara lain penyediaan air bersih, sanitasi, layanan kesehatan, pendidikan, dan hunian sementara. Setelah itu, dilanjutkan ke tahap rehabilitasi dan rekonstruksi secara menyeluruh.
“Kami targetkan pendataan kerusakan dan kerugian akibat bencana ini tuntas paling lambat 28 Desember 2025. Ini penting agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi dapat segera berjalan pada awal tahun 2026,” kata Mahyeldi, Selasa (23/12/2025).
Sebelumnya, Sumbar menetapkan masa tanggap darurat bencana banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan angin kencang sejak 25 November 2025. Masa tanggap darurat sempat diperpanjang dua pekan dan berakhir pada 22 Desember 2025.
Meski tanggap darurat di tingkat provinsi berakhir, tiga dari total 16 daerah yang dilanda bencana di Sumbar masih memperpanjang masa tanggap darurat, yaitu Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Tanah Datar. Agam dan Pasaman Barat memperpanjang tanggap darurat selama 14 hari, sedangkan Tanah Datar selama 5 hari.
“Ada tiga kabupaten masih melanjutkan dengan sejumlah pertimbangan. Kami akan berikan backup kepada Agam, Tanah Datar, dan Pasaman Barat,” ujar Mahyeldi.
Mahyeldi menjelaskan, meski status tanggap darurat berakhir, penanganan bencana tetap berlanjut. Dia juga menyebut, ada pekerjaan berat pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi yang membutuhkan anggaran besar. Apalagi, Indonesia bakal memasuki bulan Ramadhan pada pertengahan Februari 2026.
Menjelang Ramadhan dan Lebaran 2026, kata Mahyeldi, kebutuhan pangan masyarakat penyintas dan terdampak bencana harus dipastikan terpenuhi. Begitu pula kenyamanan beribadah dan kebutuhan lainnya. “Hal ini akan menjadi agenda tercapat kami,” ujarnya.
Mahyeldi menambahkan, selama enam bulan ini, Pemprov Sumbar juga berupaya segera merampungkan dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana (R3P) agar penggunaan anggaran lebih terarah. Pemprov Sumbar akan berkomunikasi dengan pemerintah pusat.
“Kami berharap ada waktu bertemu dengan Presiden dalam rangka untuk (membicarakan) dukungan anggaran dalam masa rehab-rekon. Kalau bisa, kami berharap, paling lama dua tahun (rehab-rekon) ini bisa dilaksanakan,” papar Mahyeldi.
Dalam rangka percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi, Mahyeldi menyebut, dibutuhkan dukungan anggaran dari pemerintah untuk kabupaten/kota, provinsi, dan kementerian/lembaga. Dengan demikian, ketiga simpul ini dapat bekerja optimal dalam waktu bersamaan untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Menurut Mahyeldi, secara umum, kebutuhan anggaran untuk pemulihan pascabencana di Sumbar sekitar Rp 15 triliun. Angka itu tidak jauh dari prediksi BNPB, yakni sekitar Rp 13 triliun lebih. Anggaran dari pemerintah pusat sangat dibutuhkan karena anggaran daerah terbatas.
“Makanya kami sangat senang dengan pernyataan Menteri Keuangan kemarin (bahwa dana transfer ke daerah bencana tidak jadi dipotong). Kami berharap ada suratnya segera untuk pembahasan anggaran dengan DPRD. Kami berharap pada bulan ini, kalau bisa lebih cepat lagi, sehingga gambaran untuk penganggaran ke kabupaten/kota dan provinsi bisa cepat dan pergeseran anggaran bisa segera dilakukan,” katanya.
Bupati Agam Benni Warlis menyebut, perpanjangan masa tanggap darurat hingga 5 Januari 2026 dilakukan karena masih banyaknya kegiatan penanganan bencana di lapangan. Sebelumnya, masa tanggap darurat di Agam berlangsung pada 22 November-22 Desember 2025.
“Dari hasil evaluasi, masih banyak sekali kegiatan di lapangan dan persiapan menuju masa transisi. Jadi, kami masih dalam masa tanggap darurat hingga 14 hari ke depan,” kata Benni.
Selama perpanjangan masa tanggap darurat, Benni memaparkan, petugas di lapangan fokus pada beberapa kegiatan, antara lain membersihkan puing-puing dan material sisa banjir bandang dan longsor, baik di permukiman maupun di jalan. Fokus lainnya adalah perbaikan jembatan darurat dan sarana-prasarana lainnya.
Benni menambahkan, proses pencarian puluhan korban hilang dalam banjir bandang di Agam telah dihentikan. Keluarga korban menyetujui pencarian dihentikan yang dinyatakan melalui surat pernyataan tertulis. “Karena sudah tidak dimungkinkan lagi dan sudah diikhlaskan oleh keluarganya serta dinyatakan secara tertulis,” katanya.
Kami targetkan pendataan kerusakan dan kerugian akibat bencana ini tuntas paling lambat 28 Desember 2025. Ini penting agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi dapat segera berjalan pada awal tahun 2026
Banjir, banjir bandang, dan tanah longsor yang terjadi di Sumbar sejak akhir November lalu melanda 16 dari total 19 kabupaten/kota di Sumbar. Berdasarkan data BNPB di laman gis.bnpb.go.id, hingga Selasa pukul 10.30, bencana di Sumbar menyebabkan 260 korban jiwa, 72 korban hilang, dan 382 korban luka-luka.
Bencana terparah di Sumbar terjadi di Agam dengan jumlah korban jiwa mencapai 190 orang, korban hilang 38 orang, dan korban luka-luka 255 jiwa.
Secara keseluruhan, bencana di Sumbar merusak 12.581 rumah. Bencana juga merusak 486 fasilitas umum, 216 fasilitas pendidikan, 205 rumah ibadah, 65 fasilitas kesehatan, 29 gedung/kantor, dan 46 jembatan.



