Penulis: Redaksi TVRINews
TVRINews – Aceh Tamiang
Prajurit Gunakan Rakit Pisang Selamatkan Nyawa di Tengah Bencana Aceh Tamiang
Di bawah kepungan air setinggi lima meter yang melumpuhkan Aceh Tamiang, sebuah perjuangan melawan maut terjadi.
Ketika infrastruktur lumpuh dan tim penyelamat mencapai batas maksimalnya, para prajurit TNI dari Batalyon Infanteri 111 Karma Bhakti terpaksa bertaruh nyawa menggunakan rakit batang pisang demi menyelamatkan seorang ibu yang tengah berjuang menjalani proses persalinan.
Peristiwa yang terjadi pada akhir November 2025 ini bermula saat banjir bandang merendam kawasan Kompi Senapan A dengan sangat cepat.
Di tengah arus yang deras, seorang istri anggota TNI mengalami kontraksi hebat tepat saat air mencapai atap bangunan.
Situasi kritis memaksa para prajurit untuk bertindak cepat tanpa menunggu bantuan alat berat. Dengan menebang pohon pisang di sekitar lokasi dan merangkainya dengan tali seadanya, sebuah rakit darurat tercipta. Rakit inilah yang menjadi harapan terakhir bagi sang ibu yang sudah memasuki masa persalinan.
Komandan Kompi Senapan A, Kapten Infanteri Riosi Supajaya Pratama, menggambarkan betapa tipisnya batas antara hidup dan mati saat proses evakuasi berlangsung.
"Kami berinisiatif membuat rakit dari pohon pisang. Ibu tersebut kami turunkan dari lantai dua tempat pengungsian. Sekitar 10 anggota mengawal dan mendorong rakit itu melawan arus yang sangat kuat, melewati puing-puing rumah dan kendaraan yang hanyut," ujar Kapten Riosi dalam keterangannya, Selasa 23 desember 2025.
Perjalanan yang dalam kondisi normal hanya memakan waktu hitungan menit, berubah menjadi perjuangan fisik selama tiga jam. Namun, perjuangan belum berakhir di sana.
Perjalanan Panjang Sejauh 18 Kilometer
Harapan sempat pupus saat bidan desa setempat tidak memiliki peralatan memadai. Para prajurit kemudian mendorong rakit sejauh 8 kilometer menuju RSUD Aceh Tamiang, hanya untuk menemukan fasilitas kesehatan tersebut telah lumpuh total akibat terendam banjir.
Tanpa tenaga medis yang tersedia, sementara kondisi sang ibu terus memburuk dengan pembukaan ketiga, tim mengambil keputusan berisiko: menembus perbatasan menuju Sumatera Utara.
"Kami melakukan spekulasi demi keselamatan nyawa. Kami mendorong sang ibu menggunakan keranda tempat tidur rumah sakit sejauh hampir 10 kilometer melewati genangan air, hingga akhirnya bisa menumpang kendaraan menuju perbatasan," tambah Kapten Riosi.
Akhir Bahagia dari Pengorbanan
Setelah menempuh perjalanan melelahkan selama hampir 24 jam dengan berbagai moda mulai dari rakit pohon pisang, keranda dorong, hingga perahu mesin rombongan akhirnya tiba di Rumah Sakit Putri Bidari, Pangkalan Brandan, Sumatera Utara pada 1 Desember 2025.
Proses persalinan melalui operasi sesar berjalan sukses. Kabar baik pun datang; ibu dan bayi dilaporkan dalam kondisi sehat dan telah kembali ke kediaman mereka.
Aksi ini tidak hanya menjadi catatan tentang keberanian militer, tetapi juga menjadi refleksi mendalam mengenai nilai kemanusiaan yang melampaui tugas kedinasan di tengah hantaman bencana alam yang kian ekstrem.
Editor: Redaktur TVRINews




