Saksi Ungkap Mantan Anggota DPR Titip Nama Pengusaha dalam Pengadaan Chroomebook

kompas.id
2 jam lalu
Cover Berita

JAKARTA, KOMPAS – Mantan Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDI-P, Agustina Wilujeng Pramestuti disebut menyetorkan sejumlah nama pengusaha agar dilibatkan dalam pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada 2021. Bahkan, Agustina yang kini menjabat Wali Kota Semarang memfasilitasi pertemuan antara pihak kementerian dengan sejumlah pengusaha penyedia Chromebook.

Hal itu diungkapkan oleh bekas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kemendikbudristek, Jumeri, saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (23/12/2025). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Purwanto S Abdullah. 

Jumeri dihadirkan jaksa penuntut umum untuk dua terdakwa, yakni bekas Direktur SMP pada Ditjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Mulyatsyah dan bekas Direktur SD pada Ditjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Sri Wahyuningsih. 

Perkara ini juga menyeret bekas Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dan konsultan teknologi Kemendikbudristek Ibrahim Arief. Selain itu, masih terdapat satu tersangka lagi, yakni Jurist Tan. Saat ini, Jurist Tan berstatus buron dan sudah masih dalam daftar pencarian orang. Sebelum perkara ini bergulir, Jurist Tan diketahui telah meninggalkan Indonesia dan disebut-sebut berada di Australia. 

Jumeri mengungkapkan, pada 2021, ia pernah ditugaskan oleh Nadiem Makarim untuk menemui Agustina di Hotel Fairmont, Jakarta. Saat itu, Agustina masih menjabat sebagai anggota Komisi X DPR. Kemendikbudristek merupakan salah satu mitra kerja Komisi X.

Pada pertemuan itu, Jumeri juga mengajak semua direktur hadir di hotel tersebut. “Jadi kami diminta, kemudian mengajak semua direktur untuk ikut ke Hotel Fairmont di atas begitu. Tapi lupa saya lantai berapa, lupa. Kita diundang ke atas,” tuturnya.

Menurut Jumeri, Agustina memperkenalkan tiga orang pengusaha yang diajukan sebagai calon pemasok atau rekanan dalam pengadaan Chromebook Kemendikbudristek. Mereka adalah Hendrik Tio (PT Bhinneka Mentari Dimensi), Michael Sugiarto (PT Tera Data Indonusa (Axioo) dan Timothy Siddik (PT Zyrexindo Mandiri Buana). 

“Intinya mereka memperkenalkan beberapa pemasok yang akan ikut mengajukan diri sebagai rekanan. Yang saya ingat ada tiga orang,” ucapnya.

Setelah pertemuan itu, nama-nama pengusaha tersebut ditunjuk untuk mengerjakan proyek pengadaan Laptop Chromebook tahun 2021.

Berdasarkan dakwaan jaksa, kebutuhan laptop Chromebook pada tahun 2021 sebanyak 431.730 unit. Dana pembelian 189.165 unit di antaranya dialokasikan dari APBN 2021, sedangkan 242.565 unit lainnya dibeli dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik pendidikan 2021.

Baca JugaSidang Korupsi Chromebook, Jaksa Ungkap Nadiem Diperkaya Rp 809 Miliar

Jaksa menyebut, tiga perusahan itu turut diperkaya oleh para terdakwa perkara korupsi pengadaan laptop Chromebook. PT Tera Data Indonesia (AXIOO) diperkaya sebesar Rp 177 miliar,  PT Zyrexindo Mandiri Buana Rp 41,1 miliar dan PT Bhinneka Mentari Dimensi sebesar Rp 281,6 miliar.

Selain Agustina Wilujeng, Jumeri juga menyebut nama anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDI-P lainnya, Sofyan Tan. Menurut Jumeri, dirinya pernah dipertemukan dengan seorang pengusaha oleh Sofyan Tan di Hotel Fairmont untuk membahas pengadaan Chromebook tahun 2022.

“Lalu kita masuk ke dalam pengadaan  tahun 2022, artinya ada juga pendekatan oleh penyedia ke Dirjen Dikdasmen?, “ tanya jaksa. 

“Ada. Jadi itu dari Pak Sofyan Tan, anggota Komisi X dari Fraksi PDI-P. Beliau mengajak saya sarapan di Hotel Fairmont juga. Saya dipertemukan dengan seorang pengusaha,” kata Jumeri. 

Terima uang

Selain itu, Jumeri juga mengaku pernah menerima uang dan handphone dari terdakwa Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah. Meski demikian, Jumeri maupun jaksa tidak mengungkapkan jumlah nominal uang tersebut. Namun, berdasarkan surat dakwaan terungkap uang yang didapatkan Jumeri sebesar Rp 100 juta. 

Menurut Jumeri, uang itu digunakan untuk mendukung operasional kegiatannya sebagai Dirjen.

​"Terima uang dari Pak Mulyatsyah? Itu kaitan apa?" tanya jaksa.

"Ya, waktu itu beliau berdua mensupport kami untuk kegiatan kami. Terkait dengan dukungan pengadaan," jawab Jumeri.

Sementara itu, saksi lainnya yakni mantan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah 2015-2020 , Hamid Muhammad, menjelaskan, pengadaan Chromebook tidak cocok digunakan dan pernah gagal saat uji coba pada 2018 karena beberapa faktor.

Apalagi, lanjut Hamid, sistem operasi pembelajaran yang sebelumnya digunakan di lingkungan pendidikan nasional umumnya berbasis sistem operasi Windows. 

"Jadi semua pengadaan alat TIK, baik untuk daerah  3T maupun yang nondaerah 3T itu pengadaannya berbasis Windows," kata Hamid.

Kegagalan uji coba Chromebook tersebut disebabkan oleh keterbatasan listrik dan internet di wilayah terutama di 3T. Padahal, untuk bisa menggunakan Chromebook harus tersambung dengan jaringan internet.

Baca JugaSidang Korupsi Chromebook, Jaksa Ungkap Nadiem Diperkaya Rp 809 Miliar

"Konkretnya kegagalan itu apakah tidak bisa dilaksanakan untuk proses belajar mengajar, untuk UNBK, barangnya tidak bisa dipakai karena tidak bisa diinstal-lah atau tidak bisa digunakan, seperti itu?" tanya jaksa.

"Iya, betul. Jadi kegagalannya itu karena satu, Chromebook itu tidak bisa jalan tanpa jaringan internet dan listrik," jawab Hamid.

"Tanpa ada internet dan listrik, seperti itu?" tanya jaksa lagi. 

"Kemudian, yang kedua, aplikasi yang sudah dibangun berbasis Windows itu juga tidak bisa digunakan di Chromebook," jawab Hamid.

Hamid menyebutkan bahwa tim dari Pusat Data dan Informasi telah menyampaikan hasil uji coba tersebut. Kegagalan uji coba itu  juga telah disampaikan kepada Tim Wartek, termasuk Ibrahim Arief alias Ibam, Jurist Tan, dan Fiona Handayani. 

Hasil uji coba itu juga pernah disampaikan dalam rapat bersama Nadiem. Namun, dalam rapat tersebut tidak ada sesi tanya jawab. Hamid juga merasa peringatan tersebut seolah diabaikan Nadiem. 

“Apakah dari Bapelitbang menyampaikan kepada Menteri bahwa kita pernah mengadakan pengadaan laptop atau Chromebook di tahun 2018 dan gagal?” tanya jaksa.

“Iya, tapi kan sepertinya, ya, kayak mengabaikan aja,” ungkap Hamid. 

Diketahui, dalam perkara dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan pada Kemendikbudristek tahun 2019-2022 itu, para terdakwa didakwa telah membuat negara merugi hingga Rp 2,1 triliun. Kerugian di antaranya berasal dari perhitungan kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1,56 triliun dan pengadaan Chrome Device Management (CDM) yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621,3 miliar.

Dalam perkara ini sejumlah pihak dan korporasi disebut turut diperkaya termasuk Nadiem sebesar Rp 809 miliar. 

Atas perbuatannya itu Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah didakwa dengan dakwaan primer Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), subsider Pasal 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Elite PKB Sebut Pilkada Melalui DPRD Adalah Ide Lama Cak Imin
• 21 jam lalugenpi.co
thumb
Manggung Usai Hujan, Sunbaze: Kita Anggap Personel Keenam
• 6 jam lalukumparan.com
thumb
Trump Pecat Puluhan Dubes Karier yang Diangkat Era Pemerintahan Biden
• 16 jam laludetik.com
thumb
TOP 5: KPK Sorot Program MBG hingga Wilayah Jakarta yang Rawan Longsor
• 17 jam laluidntimes.com
thumb
KPK Geledah Rumah Bupati Bekasi dan Kantor Ayahnya
• 1 jam lalusuara.com
Berhasil disimpan.