JAKARTA, KOMPAS – Rekomendasi musyawarah kubro kalangan Nahdliyin untuk mengakhiri konflik di internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU belum juga dilaksanaan. Pertemuan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dan Rais Aam KH Miftachul Akhyar belum juga terwujud. Pihak ketua umum mengaku sudah mengirimkan surat kepada Rais Aam, sementara Rais Aam lebih memilih untuk memberikan penjelasan kepada Mustasyar PBNU.
Sekretaris Jenderal PBNU KH Amin Said Husni saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (23/12/2025) menyatakan, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf yang disapa Gus Yahya telah mengirimkan surat kepada Rais Aam. Namun, surat tertanggal 22 Desember ini belum kunjung mendapatkan balasan.
Surat tersebut, kata Amin, merupakan tindak lanjut dari musyawarah kubro yang dihadiri oleh 308 pengurus wilayah NU (PWNU) dan pengurus cabang NU (PCNU) di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Minggu (21/12/2025).
Musyawarah kubro ini juga dihadiri jajaran dewan penasihat atau Mustasyar PBNU, di antaranya KH Anwar Manshur, KH Nurul Huda Djazuli, KH Ma’ruf Amin, KH Said Aqil Siroj, KH Muhammad Nuh Addawami, dan KH Zaki Mubarok.
Musyawarah kubro tersebut menelurkan tiga rekomendasi. Pertama, kedua belah pihak yang berkonflik diminta melakukan islah (bertemu dan berdamai) secara sungguh-sungguh dengan batas waktu selambat-lambatnya tiga hari terhitung mulai Minggu 21 Desember 2025 pukul 12.00 WIB.
Kedua, jika dalam batas waktu disepakati tidak ditemukan kesepakatan islah, musyawarah kubro meminta kepada kedua pihak untuk menyerahkan kewenangan dan kepercayaan kepada mustasyar PBNU guna menyelenggarakan Muktamar Nahdlatul Ulama Tahun 2026 dalam waktu 1 × 24 jam setelah berakhirnya tenggat islah.
Namun, jika opsi pertama dan kedua tidak terpenuhi, langkah ketiga adalah menyelenggarakan muktamar luar biasa (MLB) melalui penggalangan dukungan 50 persen + 1 PWNU dan PCNU.
“Kemarin, Senin (22/12/2025), Gus Yahya juga sudah berkirim surat via Digdaya, dengan isi dan maksud yang sama. Surat ini juga belum ada tanggapan hingga saat ini,” kata Amin.
Dalam surat tersebut, Gus Yahya memohon kesediaan waktu pihak Rais Aam untuk bertemu untuk menindaklanjuti rekomendasi musyawarah kubro. Ia juga menekankan bahwa musyawarah kubro merekomendasikan agar pertemuan atau islah dilaksanakan selambat-lambatnya tiga hari setelah forum di Lirboyo itu digelar.
Gus Yahya juga menyinggung islah juga dikehendaki oleh sesepuh dan Mustasyar PBNU yang menggelar pertemuan di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang pada 6 Desember. Dorongan untuk islah juga menjadi kesepatan dalam Forum Musyawarah Sesepuh NU di Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Kediri, pada 30 November. Lebih dari itu, islah ini juga diinginkan oleh para pengurus wilayah hingga ranting.
“Menindaklanjuti nasihat dari para Sesepuh, Masyayikh dan Mustasyar, serta aspirasi dari jajaran pengurus PW, PC, MWC dan Ranting tersebut di atas, dengan kerendahan hati saya memohon waktu untuk menghadap kepada Yang Mulia Rais Aam. Adapun mengenai hari, tanggal, waktu dan tempatnya, saya serahkan kepada Yang Mulia,” kata Gus Yahya dalam surat tersebut.
Saat dihubungi terpisah, Rais Syuriyah PBNU KH Muhammad Cholil Nafis tidak menjawab pertanyaan terkait peluang Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar akan bertemu dengan Gus Yahya. Tanpa berkomentar lebih jauh, dia meneruskan surat yang ditandatangani Miftachul per tanggal 22 Desember.
Dalam surat tersebut, Miftachul mengungkapkan, pada tanggal yang sama, pihaknya menerima dua utusan dari panitia Musyawarah Kubro di Lirboyo, yaitu KH Muhibbul Aman Aly dan KH Athoillah Sholahuddin Anwar. Keduanya meminta agar tidak ada kebuntuan komunikasi.
Namun, permintaan itu dibalas dengan pertemuan antara Syuriyah PBNU dengan Mustasyar PBNU. Forum ini juga digelar untuk menjelaskan keputusan Pleno PBNU pada 9 Desember 2025.
“Kami menganggap baik dan positif permintaan ini sebagai bagian dari ikhtiar untuk menjaga kebersamaan di antara pengurus PBNU,” kata Miftachul.
Karena itu, Syuriyah PBNU akan mengagendakan penyampaian penjelasan secara langsung kepada Mustasyar PBNU mengenai latar belakang, tahapan, prosedur, dan substansi keputusan Rapat Pleno PBNU yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.
Tidak datang ke Lirboyo
Dalam surat itu, Miftachul juga menyebutkan pihaknya memutuskan untuk tidak mengikuti musyawarah kubro di Lirboyo dengan alasan legalitas dan konstitusionalitas forum. Dia menyebut, keputusan organisasi harus bejalan sesuai dengan mekanisme organisasi.
“Karena di situlah marwah jam’iyah Nahdlatul Ulama dijaga,” paparnya.
Meski demikian, Miftachul menegaskan tetap menghormati forum kultural yang diinisiasi oleh KH Anwar Manshur beserta semua saran dan masukannya tersebut.
“Kami sebenarnya sangat ingin hadir dalam forum tersebut. Termasuk ingin melakukan tabayun (penjelasan) kepada KH Ma’ruf Amin (Rais Aam PBNU Masa Khidmat 2015-2018),” tuturnya.





