Jakarta, VIVA - Eks Dirut Pertamina International Shipping (PIS), Yoki Firnandi, diklaim tidak terlibat dalam pengadaan kapal, maupun pengambilan keputusan ekspor minyak mentah.
Menurut kuasa hukum Yoki, Wimboyono Senoadji, selama tujuh kali persidangan, saksi-saksi yang dihadirkan mengatakan bahwa kliennya tidak memiliki kewenangan maupun peran dalam proses pengadaan kapal di PIS.
"Dari keterangan saksi-saksi, termasuk yang diajukan oleh jaksa sendiri, tidak pernah ada satu pun yang menyatakan adanya campur tangan, intervensi, atau pengarahan dari Pak Yoki dalam pengadaan kapal," ujar Wimboyono di sela-sela sidang, Selasa, 23 Desember 2025.
Dalam perkara pengadaan kapal JMN, jaksa mendalilkan keterlibatan Yoki dalam pengadaan tiga unit kapal. Namun, saksi menyebut, operasional PIS setiap tahunnya menyewa sekitar 200 kapal dengan total kurang lebih 800 proses tender.
Ia menilai, keberadaan tiga kapal tersebut dinilai tidak signifikan secara proporsi dan tidak berdampak terhadap keseluruhan proses bisnis perusahaan. Menurut saksi juga tidak pernah ada intervensi dari Yoki terkait penentuan spesifikasi teknis, harga perkiraan sendiri (HPS), maupun pemenang tender.
Prosesnya juga disebut telah berjalan sesuai prosedur dan harga pasar, tanpa memberikan keuntungan pribadi kepada kliennya. Selain perkara pengadaan kapal, dakwaan jaksa juga menyoroti ekspor minyak mentah Banyu Urip yang dilakukan saat Yoki menjabat sebagai Direktur di PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).
Namun, fakta persidangan menunjukkan bahwa keputusan ekspor tersebut tidak diambil secara sepihak. Bahkan kata Wimboyono, ketika pandemi COVID-19 terjadi, penurunan drastis permintaan energi sementara produksi minyak tidak dapat dihentikan.
Kondisi tersebut menimbulkan kelebihan pasokan yang ditangani secara hati-hati. Ia mengatakan, KPI dan Pertamina juga telah melakukan koordinasi dengan SKK Migas, Kementerian ESDM, serta meminta pendapat hukum kepada KPK sebelum memutuskan ekspor.
"Ekspor dilakukan karena jika tidak, beban justru akan lebih besar. Semua langkah dilakukan melalui koordinasi dan persetujuan otoritas terkait, bukan keputusan pribadi Pak Yoki," kata dia.
Fakta persidangan juga mengungkap bahwa ekspor minyak Banyu Urip dilakukan dengan syarat harga di atas Indonesian Crude Price (ICP). Wimboyono menyebut, hasil penjualan disetorkan ke kas negara, sehingga tidak menimbulkan kerugian negara.




