Pengamat Hukum Unismuh Makassar Peringatkan Bahaya PP, Bisa Jadi Jalan Belakang Langgar Konstitusi

fajar.co.id
5 jam lalu
Cover Berita

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Pengamat Hukum Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Andika Aulia menyebut, wacana pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur penempatan anggota Polri aktif di jabatan sipil tidak bisa dilihat secara hitam-putih.

Dikatakan Andika, secara konstitusional, PP bisa saja diterbitkan, namun dengan batasan yang sangat ketat agar tidak bertentangan dengan Undang-Undang maupun Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam kerangka constitutional compliance, Andika menjelaskan bahwa PP berpotensi menjadi instrumen untuk menurunkan norma yang bersifat umum ke dalam standar operasional yang lebih terukur, terutama pasca Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

“Dalam kerangka constitutional compliance, wacana penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) untuk menghentikan polemik terkait Perpol Nomor 10 Tahun 2025 dapat dipandang sebagai upaya negara menurunkan norma yang bersifat umum ke dalam standar operasional yang lebih terukur pasca Putusan MK 114/2025,” ujar Andika kepada fajar.co.id, Rabu (24/12/2025).

Ia menambahkan, Putusan MK tersebut pada dasarnya telah menutup celah penafsiran yang selama ini bersumber dari Penjelasan Undang-Undang Polri.

Karena itu, apabila tidak ada pedoman teknis yang jelas, berpotensi muncul kekosongan hukum atau perbedaan praktik penugasan anggota Polri di berbagai kementerian dan lembaga.

“Putusan MK menutup celah penafsiran yang berasal dari Penjelasan UU Polri, sehingga untuk mencegah kekosongan atau disparitas praktik penugasan lintas kementerian/lembaga, PP dapat berfungsi sebagai instrumen legal certainty dan uniformity of administration,” jelasnya.

Secara teoretik, Andika mengatakan bahwa PP dapat berperan mengoperasionalkan makna sangkut paut dengan fungsi kepolisian.

Hal itu bisa dilakukan melalui indikator normatif yang jelas, prosedur seleksi dan evaluasi yang ketat, serta penguatan mekanisme kontrol agar penugasan tidak berubah menjadi praktik ad hoc yang berbasis diskresi semata.

Namun demikian, Andika mengingatkan adanya catatan penting. Ia menegaskan PP harus ditempatkan semata sebagai pengaturan teknis administratif, bukan sebagai instrumen untuk mengubah atau memodifikasi substansi norma undang-undang.

“Dengan catatan, PP diposisikan sebagai pengaturan teknis administratif, bukan sebagai instrumen untuk memodifikasi substansi norma undang-undang,” tegasnya.

Di sisi lain, Andika juga mengakui bahwa kritik publik terhadap wacana penerbitan PP tersebut memiliki dasar yang kuat.

Dari perspektif hierarki peraturan perundang-undangan dan doktrin ultra vires, PP berpotensi bermasalah apabila melampaui kewenangannya.

“Putusan MK 114/2025 menegaskan persoalan inti berupa ketidakpastian hukum akibat celah penjelasan yang memperluas makna Pasal 28 ayat (3) UU Polri,” terang dia.

Karena itu, ia mengingatkan, PP akan menjadi problematik apabila secara substansi justru menghasilkan efek yang sama dengan aturan sebelumnya.

“Memperluas penempatan anggota Polri aktif pada jabatan sipil melalui definisi sangkut paut yang elastis atau melalui perluasan daftar instansi/jabatan tanpa parameter objektif,” imbuhnya.

Andika menekankan, PP tidak boleh dijadikan jalan belakang untuk menghindari syarat dasar yang telah ditetapkan undang-undang, yakni prinsip bahwa jabatan di luar kepolisian pada dasarnya mensyaratkan perubahan status anggota Polri, baik melalui pengunduran diri maupun pensiun.

“PP tidak boleh menjadi jalan belakang untuk menghindari syarat dasar dalam UU, yaitu prinsip bahwa jabatan di luar kepolisian pada dasarnya mensyaratkan perubahan status (mengundurkan diri/pensiun),” katanya.

Kata Andika, jika PP justru mengganti makna syarat undang-undang dengan istilah yang lebih lunak, maka regulasi tersebut berisiko bertentangan dengan UU dan mengulang persoalan yang telah dikoreksi oleh MK.

“Jika PP dipakai untuk mengganti makna syarat undang-undang dengan istilah lain yang lebih lunak, maka PP dapat berisiko bertentangan dengan UU dan mengulang problem yang justru dikoreksi MK, sehingga membuka ruang delegitimasi terhadap supremasi konstitusi dan finalitas putusan MK,” tandasnya.

Sebagai solusi, Andika menawarkan jalan tengah yang dia anggap paling konstitusional, menempatkan PP sebagai instrumen pembatas, bukan sebagai instrumen pembuka ruang penempatan Polri di jabatan sipil.

“Jalan tengah yang konstitusional adalah menempatkan PP sebagai instrumen pembatas, bukan instrumen pembuka ruang,” terangnya.

Ia menegaskan, PP harus merumuskan makna sangkut paut sebagai kriteria yang justiciable atau dapat diuji secara hukum. Indikatornya pun harus berbasis fungsi yang tegas, seperti penegakan hukum, pemeliharaan keamanan dan ketertiban, intelijen kepolisian, atau pengamanan objek vital nasional.

“PP harus merumuskan sangkut paut sebagai kriteria yang justiciable (dapat diuji), melalui indikator fungsional yang tegas, bukan kriteria administratif yang mudah ditarik ke mana-mana,” jelas Andika.

Selain itu, PP juga perlu memuat safeguards yang ketat, mulai dari larangan konflik kepentingan, larangan penerimaan remunerasi ganda, transparansi jabatan yang dapat diisi berbasis fungsi, hingga mekanisme audit dan evaluasi berkala yang disertai pelaporan kepada publik.

“PP juga perlu menetapkan safeguards yang ketat: larangan konflik kepentingan, larangan privilege remunerasi ganda, transparansi jabatan yang dapat diisi, serta mekanisme audit dan evaluasi periodik dengan pelaporan publik,” tandasnya.

Dengan desain seperti itu, Andika bilang bahwa PP masih dapat berfungsi secara konstitusional.

Regulasi tersebut dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan negara dalam koordinasi sektor keamanan dan tuntutan kepastian hukum, checks and balances, serta kepatuhan penuh terhadap Putusan MK.

“Dengan desain demikian, PP dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan negara atas koordinasi keamanan dan tuntutan legal certainty, checks and balances, serta kepatuhan penuh pada Putusan MK,” kuncinya. (Muhsin/fajar)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Waduh! Anrez Adelio Dituding Hamili Pacar dan Lepas Tanggung Jawab
• 11 jam laluintipseleb.com
thumb
Pitra Romadoni Nilai Pemda Masih Mampu Tangani Bencana Sumatera
• 16 jam laluokezone.com
thumb
Ternyata Penempatan Duit Rp 200 Triliun ke Himbara Tidak Signifikan Turunkan Bunga Kredit
• 14 jam lalumerahputih.com
thumb
Kemendes Jalin Kerja Sama dengan Thara Jaya Niaga, Ini Tujuannya
• 22 jam lalujpnn.com
thumb
Komdigi Bersama Telkomsel Kirim Bantuan ke Aceh
• 19 jam lalumetrotvnews.com
Berhasil disimpan.