JAKARTA, KOMPAS.com - Kebocoran data kendaraan bermotor dinilai berpotensi membuka jalan bagi penipuan massal, seiring maraknya penggunaan aplikasi digital pelacak kendaraan oleh oknum penagih lapangan.
Pengamat keamanan siber Alfons Tanujaya menegaskan, informasi kendaraan seperti nomor pelat, nomor rangka, nomor mesin, nama pemilik, hingga lembaga pembiayaan termasuk data pribadi yang dilindungi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Menurut dia, kemunculan aplikasi pelacak kendaraan yang bisa diakses publik merupakan pelanggaran serius terhadap privasi.
Baca juga: Aplikasi Matel Bisa Lacak Kendaraan dari Pelat Nomor, Aman atau Ilegal?
“Data kendaraan pelat nomor, nomor rangka, nomor mesin, nama pemilik, lembaga pembiayaan itu semua data pribadi. Hanya dengan memasukkan pelat nomor, data bisa keluar. Dari sisi privasi, itu pelanggaran,” kata Alfons saat dihubungi, Jumat (19/12/2025).
Kompas.com menemukan keberadaan aplikasi digital yang digunakan sebagian agen lapangan untuk mengidentifikasi kendaraan bermasalah kredit.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=aplikasi pelacak kendaraan, kebocoran data kendaraan bermotor, penipuan berbasis data pribadi, mata elang dan debt collector, Risiko Penipuan Massal&post-url=aHR0cHM6Ly9tZWdhcG9saXRhbi5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8yNC8xNjU5MjY3MS9kYXRhLWtlbmRhcmFhbi1ib2Nvci1wYWthci1pbmdhdGthbi1yaXNpa28tcGVuaXB1YW4tbWFzc2Fs&q=Data Kendaraan Bocor, Pakar Ingatkan Risiko Penipuan Massal§ion=Megapolitan' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Salah satu aplikasi yang terpantau berlabel “Dewa Matel”, yang memungkinkan pencarian kendaraan berbasis nomor polisi dan menampilkan berbagai detail teknis kendaraan.
Aplikasi tersebut mengandalkan basis data lokal yang diperbarui secara berkala dan dapat digunakan meski koneksi internet terbatas.
Aksesnya bersifat berbayar, dengan pembatasan wilayah operasional dan masa aktif akun.
Namun, menurut Alfons, persoalan utama bukan semata pada penggunaan aplikasi, melainkan pada asal-usul data yang tersimpan di dalamnya.
Baca juga: Gara-gara Motor Masih Dicicil Dijual, Akses Kredit Kendaraan Kini Makin Sulit
Ia menilai, kebocoran data bisa bersumber dari internal perusahaan pembiayaan, vendor outsourcing, maupun rantai distribusi data yang tidak diawasi dengan ketat.
“Data digital itu sekali bocor, akan bocor selamanya. Yang harus ditindak adalah sumber kebocorannya. Apakah lembaga pembiayaan, outsource, atau pihak lain yang mengumpulkan dan menjualnya,” ujar Alfons.
Risiko terbesar muncul ketika data tersebut dapat diakses oleh masyarakat umum yang tidak memiliki kewenangan resmi.
Dalam kondisi itu, data kendaraan tidak hanya digunakan untuk penagihan, tetapi berpotensi disalahgunakan untuk tindak pidana lain.
“Data ini bisa dipakai untuk penipuan. Bahkan, banyak data kependudukan Indonesia yang sudah bocor dan diperjualbelikan. Tinggal digabungkan saja,” kata dia.
Alfons menegaskan, penggunaan data pribadi oleh petugas resmi dengan surat tugas merupakan konteks berbeda.
Baca juga: Terungkap, Konflik Mata Elang di Jalan Justru Tak Melibatkan Debitur
Namun, ketika data sensitif tersedia dalam aplikasi yang bisa diakses pihak awam, pelanggaran terhadap UU PDP menjadi tidak terelakkan.
Dalam konteks ini, aplikasi pelacak kendaraan dinilai menjadi simpul yang mempercepat agregasi data sensitif, mulai dari identitas pemilik hingga riwayat pembiayaan.
Kondisi tersebut memperbesar risiko penyalahgunaan data secara masif jika tidak diikuti pengawasan dan penegakan hukum yang tegas.
(Reporter: Lidia Pratama Febrian | Editor: Abdul Haris Maulana)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



