FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Cuitan Lama Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pandangannya mengenai kondisi kepercayaan publik terhadap para pemimpin di Indonesia kembali viral.
Ia mengatakan adanya kekecewaan rakyat muncul karena adanya ketidaksesuaian antara ucapan dan tindakan para pemimpin.
Hal itu disampaikan Prabowo saat menyinggung kondisi kepemimpinan nasional dan ekspektasi masyarakat yang kerap tidak terpenuhi saat itu.
“Rakyat Indonesia saat ini kecewa dengan pemimpin mereka,” ujar Prabowo di X @prabowo pada 22 November 2011.
Seperti diketahui, 2011 lalu merupakan periode kedua Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden. Dan, Prabowo menyebut rakyat sedang kecewa.
Menurut Ketua Umum Partai Gerindra itu, salah satu penyebab utama kekecewaan publik terletak pada janji-janji yang tidak diiringi dengan tindakan nyata.
“Banyak yang tidak sesuai antara ucapan dan tindakan,” tegasnya.
Meski demikian, Prabowo menegaskan bahwa kritik tersebut tidak ditujukan kepada dirinya maupun kader Partai Gerindra.
Ia menekankan komitmen partainya untuk menjaga konsistensi antara apa yang disampaikan kepada rakyat dan apa yang dikerjakan.
“Insya Allah Gerindra berbeda,” Prabowo menegaskan.
Sebelumnya, Rizal Fadillah menyebut, gagasan reformasi kembali menggelinding sejak digelarnya mimbar bebas Aliansi Mahasiswa UIN Jakarta di Kampus II Ciputat pada 12 Desember 2025.
Dikatakan Rizal, forum tersebut menjadi titik awal menguatnya kembali kritik terhadap kinerja rezim yang dinilai gagal menjalankan amanat ideologi dan konstitusi.
“Basis pemikirannya adalah ketidakmampuan rezim melakukan perubahan sesuai amanat ideologi dan konstitusi,” ujar Rizal kepada fajar.co.id, Kamis (18/12/2025).
Ia menganggap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme masih marak, yang menurutnya merupakan dampak dari pemerintahan sebelumnya.
Kritik tersebut, lanjut Rizal, juga diarahkan kepada Presiden Prabowo Subianto yang dinilai belum mampu menangkap aspirasi publik.
“Prabowo tidak mampu menangkap aspirasi rakyat yang menghendaki perbaikan dan perubahan. Ia lebih banyak omon ketimbang menjalankan,” ucapnya.
Rizal mengungkapkan, gagasan Reformasi II kembali ditegaskan dalam pertemuan antara Badan Pekerja Petisi 100, Forum Purnawirawan Prajurit TNI (FPP TNI), dan Aktivis Poros Jakarta-Bandung (APJB) yang digelar di Jakarta pada 17 Desember 2025.
Ia menjelaskan, masing-masing kelompok membawa isu berbeda.
Petisi 100 dikenal dengan agenda pemakzulan Presiden ke-7 Joko Widodo, FPP TNI mendorong pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, sementara APJB menyerukan adili Jokowi dan makzulkan Gibran.
Lanjut Rizal, dalam pertemuan tersebut muncul fokus baru, yakni evaluasi menyeluruh terhadap kinerja pemerintahan Prabowo.
Selain isu bencana Sumatra, polemik ijazah, dan dugaan korupsi, kepemimpinan nasional menjadi sorotan utama.
“Nampak Prabowo tidak mampu menjalankan amanat rakyat dengan baik. Ketergantungan kepada Jokowi masih kuat,” ucapnya.
Ia juga menuturkan bahwa pemerintahan saat ini belum mandiri dan masih dibayangi pengaruh kekuatan lama, termasuk ketergantungan terhadap pihak asing.
Dalam pandangannya, situasi politik, ekonomi, dan hukum di dalam negeri dinilai belum menunjukkan perbaikan signifikan.
“Di dalam negeri situasi politik ekonomi dan hukum carut marut. Korupsi kejar antartika tetapi korupsi antarkita di depan mata aman-aman saja,” kata Rizal.
Rizal turut menyinggung masih dipertahankannya sejumlah figur lama di lingkar kekuasaan. Menurutnya, hal itu memperkuat kesan bahwa rezim baru belum sepenuhnya melakukan pembaruan.
“Jokowi bukannya dilepas malah terus digenggam erat, dilindungi, dijadikan guru politik,” imbuhnya.
Ia kemudian menyinggung belum adanya pergantian pimpinan di tubuh Polri yang, menurutnya, menimbulkan pertanyaan publik terkait arah kepemimpinan nasional.
Forum gabungan tersebut, kata Rizal, menilai Presiden Prabowo masih memiliki kesempatan untuk menentukan arah politiknya.
Namun, jika tidak berani mandiri dan melepaskan pengaruh lama, maka dorongan reformasi dinilai tak terelakkan.
“Prabowo masih diberi kesempatan untuk memilih apakah hendak ikut sebagai subyek reformasi bersama rakyat atau mau menjadi obyek yang direformasi,” tegasnya.
Rizal bilang, elemen masyarakat mulai dari mahasiswa, purnawirawan, buruh, hingga akademisi, mesti turut mengambil peran aktif. Sebab, 2026 merupakan momentum perubahan.
“Reformasi 1998 sebentar lagi berusia 28 tahun. Nampaknya perlu diulangi demi perbaikan negeri,” pungkasnya.
(Muhsin/fajar)





