Psikolog Sebut Trauma Healing Belum Bisa Dilakukan untuk Korban Banjir, Apa Sebabnya?

jpnn.com
1 jam lalu
Cover Berita

jpnn.com, ACEH - Psikolog Klinis Yulia Direzkia mengatakan trauma healing bagi para penyintas bencana banjir bandang dan longsor di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh tak mudah untuk dilakukan.

Menurut dia, istilah trauma healing belum tepat untuk digunakan pada kondisi tanggap darurat saat ini.

BACA JUGA: BNI Beri Layanan Trauma Healing untuk Anak-Anak Korban Banjir Bandang di Aceh Tenggara

“Proses melakukan trauma healing atau trauma recovery itu adalah sebuah proses yang sangat berat dan panjang. Tidak semudah kita mengajak anak-anak tepuk tangan dan sebagainya,” kata Yulia kepada JPNN.com, pada Rabu (24/12).

“Jadi, saya rasa tidak tepat juga digunakan istilah trauma healing. Mungkin yang lebih tepat disebut sebagai kegiatan psikososial,” lanjutnya.

BACA JUGA: BNI Jangkau Aceh, Salurkan Seragam Sekolah hingga Sarana Trauma Healing

Dibanding trauma healing, Yulia menjelaskan bahwa lebih elok jika disebut sebagai psychological first aid (PFA).

PFA dilakukan oleh psikolog atau sukarelawan di tempat pengungsian seperti mendengarkan keluhan para korban, kebutuhan, dan hingga memastikan mereka bisa mengakses bantuan.

BACA JUGA: Lewat Trauma Healing di Sumbar, Askrindo Percepat Pemulihan Pascabencana

“Lalu kemudian kita bisa lakukan yang lebih jauh lagi, misalnya melindungi mereka supaya tidak kedinginan, tidak kehujanan, dan sebagainya. Lalu juga melakukan hal-hal yang bersifat membuat mereka nyaman,” jelas Yulia.

Saat melakukan PFA, psikolog dan relawan juga harus memaklumi bila para korban atau pengungsi cenderung berfokus mulai memperbaiki kehidupan mereka.

Contohnya di Aceh Tamiang, pengungsi saat ini masih berfokus membersihkan dan memperbaiki rumah.

Oleh karena itu, kemungkinan banyak penyintas terutama anak-anak tak banyak yang bisa bertemu psikolog atau menghadiri PFA.

“Kami tidak bisa protes atau apa, karena itu memang kondisi yang mereka hadapi, dan itu yang jadi prioritas mereka saat ini. Sehingga di situ yang ada tantangan yang berat, bagi teman-teman relawan atau psikolog yang ada di Tamiang,” tuturnya.

Wanita asal Aceh itu mengaku hingga saat ini belum ada yang bisa mengukur seberat apa traumanya para penyintas di lokasi bencana.

Namun, penyintas memang berpotensi mengalami trauma pascabencana berat yang dilalui.

Trauma bisa semakin diperparah lantaran ada sejumlah titik di lokasi bencana yang belum bisa mengakses bantuan.

“Kalau kita melihat secara umum saja, karena ini sudah lewat dari 20 hari ya, mereka mengalami bencana tersebut, menurut saya tentu saja berpotensi untuk mereka mengalami trauma yang kita khawatirkan seperti itu,” ujar Yulia. (mcr4/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PalmCo Dampingi Ratusan Anak Jalani Trauma Healing di Aceh Tamiang


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Hoaks! Artikel Luhut nyatakan bela China mengelola Bandara Marowali
• 9 jam laluantaranews.com
thumb
Dedi Mulyadi Bakal Pidana Pelaku Parkir Liar
• 22 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Begini Rencana Jokowi Menghabiskan Malam Pergantian Tahun Baru
• 6 jam laluliputan6.com
thumb
Libur Nataru, Wisatawan Padati Kawasan Malioboro
• 13 jam lalurepublika.co.id
thumb
Jelang Nataru, 104.429 Kendaraan Tercatat Melintas Ruas Tol Gempol-Pasuruan
• 13 jam lalusuarasurabaya.net
Berhasil disimpan.