AADI memandang sektor batu bara sepanjang 2025 cukup menantang seiring dengan banjirnya pasokan global yang menekan harga di pasaran.
IDXChannel - PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) memandang sektor batu bara sepanjang 2025 cukup menantang seiring dengan banjirnya pasokan global yang menekan harga di pasaran.
Direktur Adaro Andalan Lie Luckman mengungkapkan, oversupply batu bara termal menjadi faktor utama yang menekan harga sepanjang tahun ini.
“Permintaan di 2025 masih ada, terutama didorong oleh kebutuhan listrik dari industri di negara-negara berkembang. Namun, pertumbuhannya memang sedikit melambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Lie dalam laporan hasil public expose di keterbukaan informasi, Rabu (24/12/2025).
Menurutnya, tekanan harga batu bara terutama dipicu oleh peningkatan produksi dari negara-negara pengimpor utama seperti China dan India. Kedua negara tersebut memiliki kapasitas produksi domestik yang besar dan kini lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan dari dalam negeri, sehingga volume impor batu bara mengalami penurunan.
“Secara global, di 2025 ini terdapat oversupply batu bara termal. China dan India meningkatkan produksi dalam negeri sehingga impor mereka turun, dan hal ini mendorong harga batu bara jatuh sepanjang 2025,” tuturnya.
Di India, produksi batu bara pada 2025 tercatat mendekati 1 miliar ton, sementara kebutuhan domestik relatif stagnan. Kondisi serupa juga terjadi di China, di mana permintaan batu bara cenderung flat.
Namun, pemerintah negara tirai bambu tersebut memberikan insentif berupa dukungan transportasi darat kepada produsen lokal, sehingga biaya produksi batu bara domestik menjadi lebih rendah dan pasokan dalam negeri semakin kompetitif.
“Dengan insentif tersebut, produsen batu bara di Cina dapat memenuhi kebutuhan domestik dengan lebih baik. Ini semakin menekan pasar seaborne,” kata Lie.
Kombinasi peningkatan produksi domestik di India dan China serta melemahnya impor menyebabkan harga batu bara di pasar internasional, khususnya pasar seaborne, mengalami tekanan signifikan pada kuartal I dan kuartal II-2025. Situasi ini menjadikan 2025 sebagai periode yang cukup menantang bagi pelaku industri batu bara global.
Meski demikian, Lie menegaskan batu bara merupakan industri yang bersifat siklikal, sehingga pergerakan harga sangat fluktuatif dan sulit diproyeksikan secara pasti. Dari sisi sentimen pasar, kondisi oversupply saat ini diperkirakan masih berlanjut hingga awal 2026.
“Mengingat batu bara adalah industri yang cyclical, kita tidak dapat memproyeksikan pasar secara pasti. Namun, dari sentimen market, kondisi seperti ini kemungkinan masih berlangsung sampai awal 2026, di mana China dan India masih mengutamakan penggunaan batu bara domestik,” ujarnya.
Pendapatan AADI hingga kuartal III-2025 turun 10,9 persen YoY menjadi USD3,61 miliar. Penurunan ini sebagian besar berasal dari segmen inti pertambangan dan perdagangan batu bara yang turun 2,1 persen QoQ menjadi USD1,16 miliar. Segmen lain juga melemah signifikan, dengan pendapatan hanya USD5 juta atau anjlok 33,3 persen QoQ.
Dari sisi pasar, pendapatan ekspor turun 14,3 persen YoY menjadi USD2,78 miliar, sejalan dengan lemahnya permintaan global dan penurunan harga jual rata-rata (ASP). Sebaliknya, pasar domestik mencatat pertumbuhan 3 persen YoY menjadi USD824 juta hingga kuartal III-2025.
Sementara itu, laba bersih tercatat USD587 juta, anjlok 45,4 persen YoY meski beban pajak turun 5,7 persen YoY menjadi USD158 juta. Hal ini menyebabkan margin laba bersih menyempit dari 26,5 persen menjadi 16,3 persen.
(DESI ANGRIANI)




:strip_icc()/kly-media-production/medias/4614282/original/090285800_1697553895-Hujan_Lebat_dan_Angin_Kencang.jpg)
