NATAL selalu datang membawa janji tentang terang dan harapan. Namun, Natal tahun ini hadir di tengah dunia yang terasa semakin rapuh.
Bangsa ini sedang berduka. Bencana alam melanda berbagai wilayah Sumatera—banjir, longsor, dan kerusakan lingkungan yang merenggut rumah, penghidupan, bahkan nyawa.
Pada saat yang sama, dunia diliputi perang yang tak kunjung usai, krisis kemanusiaan, gejolak ekonomi global, dan ketegangan geopolitik yang membuat masa depan terasa semakin tak pasti.
Dalam situasi seperti ini, Natal mudah terdengar sebagai bahasa iman yang terlalu indah, seolah terpisah dari kenyataan pahit yang dihadapi banyak orang setiap hari.
Namun, justru di tengah dunia yang luka inilah pesan Natal menemukan daya kritis dan relevansinya yang paling mendalam.
Pesan Natal KWI–PGI 2025 mengingatkan bahwa Natal bukan pelarian dari realitas, melainkan undangan untuk menghadapi kenyataan dengan keberanian, kepedulian, dan tanggung jawab bersama (Pesan Natal KWI–PGI 2025).
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=Natal, banjir sumatera&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8yNS8wNTU4MjAzMS9uYXRhbC1kaS10ZW5nYWgtZHVuaWEteWFuZy1yYXB1aA==&q=Natal di Tengah Dunia yang Rapuh§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Baca juga: Saat Negara Minta Dipahami: Komunikasi Kekuasaan di Tengah Bencana
Kabar kelahiran Kristus bukanlah kisah sentimental, melainkan peristiwa iman yang menyentuh persoalan paling konkret dalam hidup manusia: penderitaan, ketidakadilan, dan kerentanan.
Bencana di Sumatera dan Luka EkologisBencana yang terjadi di berbagai wilayah Sumatera tidak dapat dilihat semata-mata sebagai peristiwa alam yang berdiri sendiri. Ia adalah cermin dari krisis ekologis yang telah lama terabaikan.
Deforestasi, alih fungsi lahan tak terkendali, lemahnya penegakan hukum lingkungan, dan kebijakan pembangunan yang mengabaikan daya dukung alam telah memperbesar dampak bencana.
Ketika hujan turun dengan intensitas tinggi, yang runtuh bukan hanya tanah dan rumah warga, tetapi juga sistem perlindungan sosial dan ekologis yang seharusnya menjaga kehidupan.
Korban bencana sering kali berasal dari kelompok yang paling rentan: keluarga miskin, petani kecil, masyarakat adat, perempuan, anak-anak, dan lansia. Mereka kehilangan tempat tinggal, sumber penghidupan, dan rasa aman dalam waktu yang bersamaan.
Natal berbicara tentang Allah yang memilih hadir di dunia yang rapuh. Yesus lahir bukan di pusat kekuasaan, melainkan di tempat yang sederhana dan rentan.
Kisah ini menegaskan bahwa iman Kristen tidak pernah berakar pada kenyamanan, melainkan pada keberpihakan kepada kehidupan yang terancam.
Pesan Natal KWI–PGI secara tegas mengaitkan iman dengan tanggung jawab merawat ciptaan dan melindungi kehidupan bersama (Pesan Natal KWI–PGI 2025).
Situasi global hari ini menunjukkan betapa rapuhnya tatanan dunia. Perang berkepanjangan, jutaan pengungsi kehilangan tanah air, krisis pangan dan energi, serta ketimpangan ekonomi global memperlihatkan kegagalan dunia modern dalam menjadikan martabat manusia sebagai pusat kebijakan.


/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2025%2F12%2F21%2Fbb0a77dd-89f3-464e-bd6e-7b05a251ce89_jpg.jpg)

