Toko Tolak Uang Tunai Langgar Undang-Undang

tvrinews.com
15 jam lalu
Cover Berita

Penulis: Fityan

TVRINews - Jakarta

Penolakan pembayaran tunai di gerai ritel memicu desakan penegakan hukum bagi pelestarian kedaulatan Rupiah.

Fenomena digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia kini tengah menuai sorotan tajam menyusul insiden viral seorang lansia yang kesulitan bertransaksi menggunakan uang tunai di sebuah gerai makanan. 

Kasus ini memicu perdebatan mengenai batasan aturan internal perusahaan yang dinilai berbenturan dengan kedaulatan mata uang nasional.

Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menegaskan bahwa kebijakan gerai yang hanya menerima pembayaran nontunai (cashless) merupakan pelanggaran nyata terhadap konstitusi. 

Menurutnya, hak warga negara untuk menggunakan uang fisik tidak boleh dianulir oleh regulasi sepihak dari pemilik usaha.

"Fakta di lapangan menunjukkan bahwa teknologi digital tidak selalu inklusif bagi semua kalangan. Kita melihat preseden buruk di mana seorang warga senior terpinggirkan hanya karena ia tidak memiliki akses pada sistem digital," ujar Saleh dalam keterangan resminya, Kamis 25 Desember 2025.

Payung Hukum dan Sanksi Pidana

Secara yuridis, penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah diatur secara ketat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. 

Dalam beleid tersebut, khususnya Pasal 33, ditegaskan bahwa setiap orang dilarang menolak Rupiah untuk transaksi pembayaran di wilayah NKRI.

Pelanggaran terhadap ketentuan ini bukan sekadar masalah administrasi, melainkan ranah pidana. Berdasarkan UU tersebut, penolakan terhadap uang Rupiah dapat diancam dengan hukuman kurungan maksimal satu tahun serta denda paling banyak Rp200 juta. 

Satu-satunya pengecualian yang diizinkan hanyalah jika terdapat keraguan atas keaslian fisik uang tersebut.

Saleh mengkhawatirkan tren eksklusivitas digital ini akan melemahkan wibawa negara sebagai negara hukum jika terus dibiarkan tanpa tindakan tegas.

"Atasan di sebuah gerai ritel adalah warga negara biasa yang tidak memiliki wewenang membuat aturan yang mengikat warga negara lain di atas undang-undang. Jika fenomena ini menjamur, akan terjadi disrupsi sosial yang merugikan masyarakat luas," tambahnya.

Desakan kepada Otoritas Moneter

Menanggapi situasi yang kian meluas, DPR mendesak Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) untuk segera melakukan langkah intervensi. 

Otoritas terkait diminta tidak bersikap pasif terhadap gerai-gerai yang secara terang-terangan menolak transaksi tunai.

"Menteri Keuangan dan Gubernur BI harus turun tangan. Penegakan aturan tidak boleh lemah, terutama karena perintahnya sudah tertulis secara eksplisit dalam undang-undang," tegas politisi Fraksi PAN tersebut.

Hingga saat ini, dorongan agar pemerintah melakukan audit terhadap sistem pembayaran di berbagai gerai internasional maupun lokal semakin menguat. 

Langkah ini dianggap krusial demi menjaga keadilan akses ekonomi bagi seluruh lapisan masyarakat, baik yang sudah melek digital maupun yang masih bergantung pada sistem konvensional.

Editor: Redaksi TVRINews

Komentar
1000 Karakter tersisa
Kirim
Komentar

Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
5 Rekomendasi Drakor Edisi Natal yang Bisa Ditonton Bareng Keluarga, Ada Hospital Playlist hingga Seoul Busters
• 6 jam lalugrid.id
thumb
Gibran Hadiri Perayaan natal di Salatiga: Ini Adalah Kota Paling Toleran di Indonesia
• 10 jam lalukompas.tv
thumb
Gemerlap Cahaya Jakarta Light Festival 2025 Meriahkan Perayaan Natal dan Tahun Baru 2026
• 3 jam lalumerahputih.com
thumb
Pakai Hijab di Film Baru, Gisel Nggak Bisa Petakilan
• 11 jam lalugenpi.co
thumb
Prabowo Tegaskan Penertiban Kawasan Hutan Dilakukan Tanpa Pandang Bulu
• 12 jam laluwartaekonomi.co.id
Berhasil disimpan.