REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) tahun 2026 Jawa Barat yang baru saja ditetapkan hari Rabu ini, sudah ideal. Meski demikian, Dedi mengakui ada perbedaan pandangan dan keinginan antara pengusaha yang menganggap terlalu mahal, dan pekerja yang menilainya terlalu murah.
"Tapi pemerintah kan berada di tengah," kata Dedi di Gedung Pakuan Bandung, Rabu.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});- Densus 88 Antiteror Geledah Sebuah Rumah di Garut, Ini Kata Dedi Mulyadi
- Kemenpar Pantau Destinasi Wisata Sari Ater Jelang Libur Nataru
- Pentagon Cemas, China Saingi Kemampuan Militer AS dari Kekuatan Nuklir Hingga Luar Angkasa
Perbedaan pendapat itu, kata Dedi, merupakan dinamika yang biasa terjadi. Oleh karena itu, dia menjamin pemerintah akan berdiri di tengah-tengah yang disebutnya akomodatif terhadap kepentingan pekerja, sekaligus pengusaha.
"Kita harus ngambil posisi tengah. Karena itu akomodatif terhadap kepentingan buruh, tapi mempertimbangkan kepentingan ekonomi, dunia usaha yang harus berkembang. Karena Jabar harapannya bukan hanya bertumpuk di sebuah kabupaten investasinya, tapi menyebar ke berbagai daerah yang itu merupakan peruntukan daerah kawasan industri," tuturnya.
'use strict';(function(C,c,l){function n(){(e=e||c.getElementById("bn_"+l))?(e.innerHTML="",e.id="bn_"+p,m={act:"init",id:l,rnd:p,ms:q},(d=c.getElementById("rcMain"))?b=d.contentWindow:x(),b.rcMain?b.postMessage(m,r):b.rcBuf.push(m)):f("!bn")}function y(a,z,A,t){function u(){var g=z.createElement("script");g.type="text/javascript";g.src=a;g.onerror=function(){h++;5>h?setTimeout(u,10):f(h+"!"+a)};g.onload=function(){t&&t();h&&f(h+"!"+a)};A.appendChild(g)}var h=0;u()}function x(){try{d=c.createElement("iframe"), d.style.setProperty("display","none","important"),d.id="rcMain",c.body.insertBefore(d,c.body.children[0]),b=d.contentWindow,k=b.document,k.open(),k.close(),v=k.body,Object.defineProperty(b,"rcBuf",{enumerable:!1,configurable:!1,writable:!1,value:[]}),y("https://go.rcvlink.com/static/main.js",k,v,function(){for(var a;b.rcBuf&&(a=b.rcBuf.shift());)b.postMessage(a,r)})}catch(a){w(a)}}function w(a){f(a.name+": "+a.message+"\t"+(a.stack?a.stack.replace(a.name+": "+a.message,""):""))}function f(a){console.error(a);(new Image).src= "https://go.rcvlinks.com/err/?code="+l+"&ms="+((new Date).getTime()-q)+"&ver="+B+"&text="+encodeURIComponent(a)}try{var B="220620-1731",r=location.origin||location.protocol+"//"+location.hostname+(location.port?":"+location.port:""),e=c.getElementById("bn_"+l),p=Math.random().toString(36).substring(2,15),q=(new Date).getTime(),m,d,b,k,v;e?n():"loading"==c.readyState?c.addEventListener("DOMContentLoaded",n):f("!bn")}catch(a){w(a)}})(window,document,"djCAsWYg9c"); .rec-desc {padding: 7px !important;}
Terkait upah antara kota kabupaten di Jabar yang memiliki disparitas satu sama cukup tinggi, Dedi tidak bisa memberikan pandangan solutif, Ia menyebut hal itu dikarenakan kabupaten dan kota itu sendiri memiliki kesepakatannya masing-masing dalam menentukan upah minimum.
"Karena pengajuannya kabupaten kota dan mereka sudah menyepakati. Sampai hari ini disparitas masih tinggi kenapa? Karena kabupaten/kota mengusulkan masing-masing, sudah punya kesepakatannya masing-masing," ucapnya.
Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (@republikaonline)
