Bisnis.com, JAKARTA — Produk asuransi jiwa tradisional diperkirakan akan tetap tumbuh lebih tinggi daripada produk yang dikaitkan investasi (PAYDI) atau unit-linked pada 2026 mendatang.
Praktisi dan pengamat asuransi Kapler Marpaung berpendapat produk unit-linked sebenarnya bisa kembali tumbuh menjadi produk unggulan apabila produknya dikemas untuk kepentingan terbaik masyarakat.
“Jadi mengarah kepada market driven, yang mana produk yang disediakan benar-benar sesuai kebutuhan market dan karena ini produk asuransi maka jangan sampai produknya merugikan masyarakat,” tegasnya kepada Bisnis, dikutip Kamis (25/12/2025).
Oleh karena itu pula, dosen Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) ini melihat bahwa penempatan investasi industri asuransi jiwa pada 2026, akan tetap mengacu pada prinsip kehati-hatian.
“Sekalipun di industri perasuransian telah ada aturan tentang investasi yang diperkenankan dan investasi yang tidak diperkenankan, maka teman-teman di industri asuransi harus tetap hati-hati,” ucapnya.
Menurut Kapler, tidak semua jenis investasi yang diperkenankan dan diatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu aman untuk dijadikan instrumen investasi. Perusahaan asuransi harus ingat bahwa dana yang diinvestasikan adalah milik nasabah yang dititipkan untuk dikelola.
Baca Juga
- 2 Cara Penyelesaian Tunggakan BPJS Kesehatan, Pemutihan dan Cicilan
- Perhitungan Pesangon PHK Karyawan 2025, Maksimal 19 Kali Upah
- 5 Tips Memilih Asuransi Perjalanan, Libur Tenang Tanpa Waswas
“Kasus-kasus gagal bayar harus kita sudahi dan jangan terulang lagi. Hal lain yang perlu adalah agar Komite Investasi dan Manager Investasi di perusahaan asuransi harus terus memonitor kebijakan investasi yang terbaik dan aman,” katanya.
Adapun secara keseluruhan, dia menilai industri asuransi jiwa tetap memiliki prospek dan pertumbuhan baik serta positif pada 2026 mendatang.
Baginya, hal ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi pada 2026 dan naiknya kesadaran masyarakat akan asuransi jiwa. Selain itu, program kerja pemerintah juga bisa menimbulkan permintaan akan asuransi.
Lebih jauh, dia turut menyoroti masing-masing kanal distribusi seperti agen, bancassurance, pialang asuransi dan digital memiliki peran penting dan strategis dalam memperkenalkan serta menjual produk ke market.
“Intinya apapun kanal distribusi masalah edukasi akan produk kepada masyarakat menjadi sangat perlu. Tawarkanlah produk yang sesuai dengan profil nasabah, jangan sama ratakan semua kelompok nasabah,” pesannya.
Menilik data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) per September 2025, premi produk tradisional tumbuh 7% year-on-year (YoY) menjadi Rp83,98 triliun. Sebelumnya, pada September 2024 juga tumbuh 15,9% menjadi Rp78,46 triliun.
Sebaliknya, pendapatan premi produk unit-linked pada September 2025 terkontraksi 12,5% YoY menjadi Rp49,24 triliun. Secara rinci, kontraksi tersebut sudah terjadi hingga kuartal III setiap tahunnya.
Misalnya, pada Januari 2024—September 2024 premi dari produk ini turun 12,5% YoY menjadi Rp56,31 triliun. Kemudian, Januari 2023—September 2023 turun 22% YoY menjadi Rp64,37 triliun.





