Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Tanah yang tidak seimbang ibarat tubuh manusia yang kelelahan. Sekalipun mendapat asupan banyak makanan lezat sarat gizi, tapi tak bisa diserap menjadi sumber kesehatan yang mendukung pertumbuhan optimal.
Kesadaran akan kondisi "tanah lelah" itulah yang melatarbelakangi sekelompok tani di Desa Suwaloh, Kecamatan Pakel, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur untuk mengundang Mobil Uji Tanah Pupuk Indonesia.
Kedatangan tim agronomis ini memang sudah lama dinanti. Warga penasaran dengan kondisi tanah sawah mereka yang tiada jeda ditanami padi.
Mumpung ada layanan uji tanah gratis yang disediakan Pupuk Indonesia, para petani di Desa Suwaloh berharap mendapat gambaran yang jelas dan pasti akan kesehatan lahan pertanian mereka.
Panas menyengat pun sampai tak dirasa. Tak jadi halangan. Siang itu, sekalipun tak sempat istirahat, sepulang dari sawah, mereka bergegas mendatangi lokasi pertemuan dengan tim agronomis Mobil Uji Tanah (MOT) Pupuk Indonesia, di emperan kios pupuk setempat.
Duduk melingkar, para petani penggarap ini tekun menyimak paparan dan penjelasan tim agronomis Pupuk Indonesia yang disampaikan Mohamad Saiful Anwar tentang tata cara pengujian sampel tanah. Ada sekitar 50 petani ikut berkumpul.
Setelah pertemuan yang dikemas dalam forum rembug tani itu digelar, tim uji tanah Pupuk Indonesia kemudian sigap memeriksa dengan metode sederhana namun terukur.
Sampel tanah diuji berdasarkan lima parameter utama: nitrogen, fosfat, kalium, pH tanah, dan kandungan C-organik.
Saiful pun menjelaskan bahwa dari pemeriksaan sampel itu akan diketahui kondisi kesehatan tanah secara detail.
Hasil uji lab itu pula yang nantinya bakal jadi dasar rekomendasi pemupukan secara terukur dan berimbang.
Hasil awal menunjukkan kondisi tanah relatif masih baik, namun pH tanah cenderung fluktuatif. Tanah dengan pH terlalu rendah berpotensi menghambat penyerapan unsur hara, sementara pH terlalu tinggi juga menurunkan efektivitas pupuk.
"Kalau tanah terlalu asam perlu dolomit, kalau terlalu basa bisa pakai gypsum. Tanpa perbaikan pH, pupuk mahal pun tidak akan bekerja optimal," ujar Saiful mulai menjelaskan.
Tapi yang disampaikan baru beberapa sampel. Sebagian lain dibawa pulang untuk diteliti dan diuji bersama seribu sampel tanah pertanian dari daerah lain. Saiful berulang kali mengatakan bahwa hasilnya tak seketika bisa diperoleh.
Butuh waktu 1-2 pekan untuk menguji dan menganalisis, karena tim MOT Pupuk Indonesia membawa lebih dari 1000 sampel tanah dari 14 kota/kabupaten di Jawa Timur.
Petugas agronomis mobil uji tanah Pupuk Indonesia menunjukkan hasil pemeriksaan awal sampel tanah pertanian kepada petani di Desa Suwaloh, Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (25/11/2025). ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko Trauma gagal panen
Semua gara-gara "kemarau basah" berkepanjangan sejak 2024. Petani tak punya pilihan selain menanam padi dan padi hingga tiga musim tanam berturut dalam setahun.
Selama 2025, hujan nyaris terjadi sepanjang tahun. Menanam padi lagi menjadi pilihan rasional ketimbang menanam palawija seperti jagung dan kedelai yang tidak ramah dengan air melimpah.
Harga gabah yang tinggi dalam kurun dua tahun terakhir tentu ikut mempengaruhi. Petani lebih suka tanam padi karena secara matematis pasti cuan ketimbang tanam jagung.
Tak heran jika kemudian banyak petani memilih langkah pragmatis berisiko. Menerapkan Indeks Pertanaman (IP) 300, yakni pola penanaman padi tiga kali berturut-turut dalam satu tahun tanpa jeda tanaman palawija.
Secara ekonomi, pilihan ini tampak logis untuk menambal potensi kerugian akibat anomali cuaca. Namun, secara ekologis, ini adalah sebuah pilihan darurat yang memiliki konsekuensi jangka panjang.
Tanpa adanya rotasi tanaman, siklus hidup hama tidak terputus, dan tanah dipaksa bekerja melampaui batas regenerasi alaminya.
Bayang-bayang gagal panen 2023 yang dialami banyak petani di Tulungagung, termasuk di Desa Suwaloh, masih lekat di ingatan mereka.
Saat itu, Lebih dati 300 hektare sawah di Tulungagung kekeringan dan 44 ha di antaranya puso atau gagal panen.
Faktor iklim (El Nino) memang menjadi pemicu utama. Namun selain curah hujan rendah imbas kemarau panjang, kondisi pertanian kala itu diperparah faktor kesuburan tanah yang menurun akibat pola tanam padi yang dilakukan secara terus-menerus tanpa jeda atau rotasi tanaman.
Dan hipotesa itu terbukti benar. Saat dilakukan pemeriksaan beberapa sampel tanah pertanian warga, memang tanahnya terlalu asam.
Pengalaman itulah yang kemudian menjadi pelajaran mahal. Bagi petani di Desa Suwaloh, maupun desa-desa lain di Tulungagung. Penyuluh pertanian acapkali mengingatkan hal ini kepada petani.
Tahun ini, ketika hujan turun hampir tanpa jeda dan padi kembali ditanam hingga tiga kali, para petani memilih tidak mengulang kesalahan yang sama. Mereka ingin membaca kondisi tanah lebih awal, sebelum benih kembali ditebar.
Menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO), pengelolaan kesuburan tanah berbasis uji tanah dapat meningkatkan efisiensi pupuk hingga 20–30 persen, sekaligus menekan risiko degradasi lahan. Prinsip inilah yang coba dibumikan melalui mobil uji tanah Pupuk Indonesia.
Ikhtiar membaca tanah
Tak ingin mimpi buruk gagal panen 2023 terulang, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Mulya Desa Suwaloh memilih mengambil langkah lebih awal. Menanam padi kembali pada musim tanam ke-3 akhir 2025 memang tak terelakkan.
Curah hujan yang tinggi dan nyaris tanpa jeda membuat palawija seperti jagung atau kedelai mustahil ditanam. Tanaman-tanaman itu tak ramah dengan air berlebih.
Namun para petani sadar, menanam padi tiga kali berturut-turut tanpa jeda berarti memforsir tanah di luar batas alaminya.
Unsur hara terkuras, pH tanah mudah turun, dan tanaman menjadi rentan penyakit. Panen bisa tetap terjadi, tetapi tidak optimal—atau lebih buruk, gagal sama sekali.
Di titik inilah kesadaran kolektif itu tumbuh: sebelum kembali menanam, tanah harus "dibaca".
Petugas agronomis mobil uji tanah Pupuk Indonesia memasukkan reagen ke dalam pipet berisi sampel tanah pertanian untuk dianalisis di Desa Suwaloh, Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (25/11/2025). Pemeriksaan sampel tanah gratis oleh Pupuk Indonesia yang mengukur tingkat kesuburan dan PH tanah itu dilakukan untuk memberikan rekomendasi pemupukan yang tepat sehingga produktivitas dan hasil panen petani dapat meningkat. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko (ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko) Taufiqurrahman, petani sekaligus perangkat pembangunan Desa Suwaloh, menyebut keputusan memanggil tim agronomis Mobil Uji Tanah (MUT) Pupuk Indonesia sebagai ikhtiar rasional berbasis data, bukan sekadar insting turun-temurun.
"Petani ingin tahu kondisi tanah secara pasti. Bukan kira-kira. Supaya musim tanam berikutnya ada dasar ilmiah dalam mengelola lahan," ujarnya.
Dan hasil uji tanah yang dilakukan tim Mobil Uji Tanah Pupuk Indonesia pada November 2025 memberi gambaran yang cukup jelas.
Dari delapan sampel sawah petani di Desa Suwaloh yang dianalisis, mayoritas menunjukkan kondisi pH tanah berada pada kisaran 5–6 atau agak masam, sementara sebagian kecil sudah netral di kisaran pH 6–7.
Padahal, tanah ideal untuk padi berada pada pH 6–7 agar penyerapan unsur hara berlangsung optimal. Kondisi lain yang cukup menonjol adalah rendahnya kadar C-organik di hampir seluruh sampel.
Tanah dengan kandungan bahan organik rendah cenderung keras, miskin mikroorganisme, dan tidak mampu menyimpan unsur hara dalam jangka panjang. Dalam situasi seperti ini, pupuk kimia saja tidak cukup.
Secara umum, hasil analisis menunjukkan pola yang relatif seragam: Nitrogen (N) berada pada kategori rendah hingga sedang, Fosfor (P) cenderung sedang hingga tinggi, Kalium (K) banyak ditemukan pada kategori rendah.
Berdasarkan kondisi tersebut, tim agronomis Pupuk Indonesia merekomendasikan pemupukan berimbang berbasis hasil uji tanah, bukan pola seragam.
Rekomendasi itu antara lain mencakup penambahan kapur pertanian atau dolomit hingga 500 kg per hektare untuk lahan yang masam, serta penguatan pupuk organik (Petroganik) minimal 500 kg per hektare sebelum tanam.
Kombinasi pupuk anorganik seperti NPK Phonska, Urea, dan biofertilizer diarahkan menyesuaikan kebutuhan aktual tanah.
VP Komunikasi Korporat PT Pupuk Indonesia Cindy Systiarani menegaskan bahwa Mobil Uji Tanah dirancang sebagai instrumen pertanian presisi, agar petani tidak lagi "menebak-nebak" dalam memupuk.
Hingga Oktober 2025, Pupuk Indonesia telah mengoperasikan 27 unit Mobil Uji Tanah di berbagai wilayah pertanian strategis, dengan 5.459 sampel tanah yang sudah diuji dari target nasional 5.900 sampel.
"Uji tanah adalah fondasi pertanian berkelanjutan. Dengan mengetahui kondisi lahan, petani bisa menghemat pupuk, meningkatkan hasil, dan menjaga kesehatan tanah dalam jangka panjang," kata Cindy.
Prinsip ini sejalan dengan panduan Organisasi Pangan Dunia (FAO), yang menyebut bahwa pengelolaan kesuburan tanah berbasis uji laboratorium dapat meningkatkan efisiensi pupuk hingga 20–30 persen, sekaligus menekan risiko degradasi lahan.
Bagi petani Desa Suwaloh, hasil uji tanah bukan sekadar lembar rekomendasi teknis. Ia menjadi pengetahuan baru—bahwa tanah juga memiliki batas lelah, dan perlu dirawat agar tetap produktif.
Data uji tanah memberi arah: kapan tanah perlu dinetralkan, kapan perlu diberi asupan organik, dan bagaimana menyusun strategi pemupukan untuk musim tanam ke-1 tahun 2026.
"Sekarang kami lebih lega, karena sudah ada gambaran pasti kondisi tanah sawah kami. Setidaknya kami tahu apa yang harus dibenahi. Tanahnya, bukan hanya tanamannya," kata Toni Minging, Ketua Gapoktan Tani Mulya.
Membaca tanah, bagi petani Desa Suwaloh, bukan sekadar urusan teknis pertanian. Ia adalah upaya menjaga masa depan sawah—agar generasi berikutnya tidak hanya mewarisi lahan, tetapi juga pengetahuan untuk merawatnya.
Kesadaran akan kondisi "tanah lelah" itulah yang melatarbelakangi sekelompok tani di Desa Suwaloh, Kecamatan Pakel, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur untuk mengundang Mobil Uji Tanah Pupuk Indonesia.
Kedatangan tim agronomis ini memang sudah lama dinanti. Warga penasaran dengan kondisi tanah sawah mereka yang tiada jeda ditanami padi.
Mumpung ada layanan uji tanah gratis yang disediakan Pupuk Indonesia, para petani di Desa Suwaloh berharap mendapat gambaran yang jelas dan pasti akan kesehatan lahan pertanian mereka.
Panas menyengat pun sampai tak dirasa. Tak jadi halangan. Siang itu, sekalipun tak sempat istirahat, sepulang dari sawah, mereka bergegas mendatangi lokasi pertemuan dengan tim agronomis Mobil Uji Tanah (MOT) Pupuk Indonesia, di emperan kios pupuk setempat.
Duduk melingkar, para petani penggarap ini tekun menyimak paparan dan penjelasan tim agronomis Pupuk Indonesia yang disampaikan Mohamad Saiful Anwar tentang tata cara pengujian sampel tanah. Ada sekitar 50 petani ikut berkumpul.
Setelah pertemuan yang dikemas dalam forum rembug tani itu digelar, tim uji tanah Pupuk Indonesia kemudian sigap memeriksa dengan metode sederhana namun terukur.
Sampel tanah diuji berdasarkan lima parameter utama: nitrogen, fosfat, kalium, pH tanah, dan kandungan C-organik.
Saiful pun menjelaskan bahwa dari pemeriksaan sampel itu akan diketahui kondisi kesehatan tanah secara detail.
Hasil uji lab itu pula yang nantinya bakal jadi dasar rekomendasi pemupukan secara terukur dan berimbang.
Hasil awal menunjukkan kondisi tanah relatif masih baik, namun pH tanah cenderung fluktuatif. Tanah dengan pH terlalu rendah berpotensi menghambat penyerapan unsur hara, sementara pH terlalu tinggi juga menurunkan efektivitas pupuk.
"Kalau tanah terlalu asam perlu dolomit, kalau terlalu basa bisa pakai gypsum. Tanpa perbaikan pH, pupuk mahal pun tidak akan bekerja optimal," ujar Saiful mulai menjelaskan.
Tapi yang disampaikan baru beberapa sampel. Sebagian lain dibawa pulang untuk diteliti dan diuji bersama seribu sampel tanah pertanian dari daerah lain. Saiful berulang kali mengatakan bahwa hasilnya tak seketika bisa diperoleh.
Butuh waktu 1-2 pekan untuk menguji dan menganalisis, karena tim MOT Pupuk Indonesia membawa lebih dari 1000 sampel tanah dari 14 kota/kabupaten di Jawa Timur.
Petugas agronomis mobil uji tanah Pupuk Indonesia menunjukkan hasil pemeriksaan awal sampel tanah pertanian kepada petani di Desa Suwaloh, Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (25/11/2025). ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko Trauma gagal panen
Semua gara-gara "kemarau basah" berkepanjangan sejak 2024. Petani tak punya pilihan selain menanam padi dan padi hingga tiga musim tanam berturut dalam setahun.
Selama 2025, hujan nyaris terjadi sepanjang tahun. Menanam padi lagi menjadi pilihan rasional ketimbang menanam palawija seperti jagung dan kedelai yang tidak ramah dengan air melimpah.
Harga gabah yang tinggi dalam kurun dua tahun terakhir tentu ikut mempengaruhi. Petani lebih suka tanam padi karena secara matematis pasti cuan ketimbang tanam jagung.
Tak heran jika kemudian banyak petani memilih langkah pragmatis berisiko. Menerapkan Indeks Pertanaman (IP) 300, yakni pola penanaman padi tiga kali berturut-turut dalam satu tahun tanpa jeda tanaman palawija.
Secara ekonomi, pilihan ini tampak logis untuk menambal potensi kerugian akibat anomali cuaca. Namun, secara ekologis, ini adalah sebuah pilihan darurat yang memiliki konsekuensi jangka panjang.
Tanpa adanya rotasi tanaman, siklus hidup hama tidak terputus, dan tanah dipaksa bekerja melampaui batas regenerasi alaminya.
Bayang-bayang gagal panen 2023 yang dialami banyak petani di Tulungagung, termasuk di Desa Suwaloh, masih lekat di ingatan mereka.
Saat itu, Lebih dati 300 hektare sawah di Tulungagung kekeringan dan 44 ha di antaranya puso atau gagal panen.
Faktor iklim (El Nino) memang menjadi pemicu utama. Namun selain curah hujan rendah imbas kemarau panjang, kondisi pertanian kala itu diperparah faktor kesuburan tanah yang menurun akibat pola tanam padi yang dilakukan secara terus-menerus tanpa jeda atau rotasi tanaman.
Dan hipotesa itu terbukti benar. Saat dilakukan pemeriksaan beberapa sampel tanah pertanian warga, memang tanahnya terlalu asam.
Pengalaman itulah yang kemudian menjadi pelajaran mahal. Bagi petani di Desa Suwaloh, maupun desa-desa lain di Tulungagung. Penyuluh pertanian acapkali mengingatkan hal ini kepada petani.
Tahun ini, ketika hujan turun hampir tanpa jeda dan padi kembali ditanam hingga tiga kali, para petani memilih tidak mengulang kesalahan yang sama. Mereka ingin membaca kondisi tanah lebih awal, sebelum benih kembali ditebar.
Menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO), pengelolaan kesuburan tanah berbasis uji tanah dapat meningkatkan efisiensi pupuk hingga 20–30 persen, sekaligus menekan risiko degradasi lahan. Prinsip inilah yang coba dibumikan melalui mobil uji tanah Pupuk Indonesia.
Ikhtiar membaca tanah
Tak ingin mimpi buruk gagal panen 2023 terulang, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Mulya Desa Suwaloh memilih mengambil langkah lebih awal. Menanam padi kembali pada musim tanam ke-3 akhir 2025 memang tak terelakkan.
Curah hujan yang tinggi dan nyaris tanpa jeda membuat palawija seperti jagung atau kedelai mustahil ditanam. Tanaman-tanaman itu tak ramah dengan air berlebih.
Namun para petani sadar, menanam padi tiga kali berturut-turut tanpa jeda berarti memforsir tanah di luar batas alaminya.
Unsur hara terkuras, pH tanah mudah turun, dan tanaman menjadi rentan penyakit. Panen bisa tetap terjadi, tetapi tidak optimal—atau lebih buruk, gagal sama sekali.
Di titik inilah kesadaran kolektif itu tumbuh: sebelum kembali menanam, tanah harus "dibaca".
Petugas agronomis mobil uji tanah Pupuk Indonesia memasukkan reagen ke dalam pipet berisi sampel tanah pertanian untuk dianalisis di Desa Suwaloh, Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (25/11/2025). Pemeriksaan sampel tanah gratis oleh Pupuk Indonesia yang mengukur tingkat kesuburan dan PH tanah itu dilakukan untuk memberikan rekomendasi pemupukan yang tepat sehingga produktivitas dan hasil panen petani dapat meningkat. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko (ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko) Taufiqurrahman, petani sekaligus perangkat pembangunan Desa Suwaloh, menyebut keputusan memanggil tim agronomis Mobil Uji Tanah (MUT) Pupuk Indonesia sebagai ikhtiar rasional berbasis data, bukan sekadar insting turun-temurun.
"Petani ingin tahu kondisi tanah secara pasti. Bukan kira-kira. Supaya musim tanam berikutnya ada dasar ilmiah dalam mengelola lahan," ujarnya.
Dan hasil uji tanah yang dilakukan tim Mobil Uji Tanah Pupuk Indonesia pada November 2025 memberi gambaran yang cukup jelas.
Dari delapan sampel sawah petani di Desa Suwaloh yang dianalisis, mayoritas menunjukkan kondisi pH tanah berada pada kisaran 5–6 atau agak masam, sementara sebagian kecil sudah netral di kisaran pH 6–7.
Padahal, tanah ideal untuk padi berada pada pH 6–7 agar penyerapan unsur hara berlangsung optimal. Kondisi lain yang cukup menonjol adalah rendahnya kadar C-organik di hampir seluruh sampel.
Tanah dengan kandungan bahan organik rendah cenderung keras, miskin mikroorganisme, dan tidak mampu menyimpan unsur hara dalam jangka panjang. Dalam situasi seperti ini, pupuk kimia saja tidak cukup.
Secara umum, hasil analisis menunjukkan pola yang relatif seragam: Nitrogen (N) berada pada kategori rendah hingga sedang, Fosfor (P) cenderung sedang hingga tinggi, Kalium (K) banyak ditemukan pada kategori rendah.
Berdasarkan kondisi tersebut, tim agronomis Pupuk Indonesia merekomendasikan pemupukan berimbang berbasis hasil uji tanah, bukan pola seragam.
Rekomendasi itu antara lain mencakup penambahan kapur pertanian atau dolomit hingga 500 kg per hektare untuk lahan yang masam, serta penguatan pupuk organik (Petroganik) minimal 500 kg per hektare sebelum tanam.
Kombinasi pupuk anorganik seperti NPK Phonska, Urea, dan biofertilizer diarahkan menyesuaikan kebutuhan aktual tanah.
VP Komunikasi Korporat PT Pupuk Indonesia Cindy Systiarani menegaskan bahwa Mobil Uji Tanah dirancang sebagai instrumen pertanian presisi, agar petani tidak lagi "menebak-nebak" dalam memupuk.
Hingga Oktober 2025, Pupuk Indonesia telah mengoperasikan 27 unit Mobil Uji Tanah di berbagai wilayah pertanian strategis, dengan 5.459 sampel tanah yang sudah diuji dari target nasional 5.900 sampel.
"Uji tanah adalah fondasi pertanian berkelanjutan. Dengan mengetahui kondisi lahan, petani bisa menghemat pupuk, meningkatkan hasil, dan menjaga kesehatan tanah dalam jangka panjang," kata Cindy.
Prinsip ini sejalan dengan panduan Organisasi Pangan Dunia (FAO), yang menyebut bahwa pengelolaan kesuburan tanah berbasis uji laboratorium dapat meningkatkan efisiensi pupuk hingga 20–30 persen, sekaligus menekan risiko degradasi lahan.
Bagi petani Desa Suwaloh, hasil uji tanah bukan sekadar lembar rekomendasi teknis. Ia menjadi pengetahuan baru—bahwa tanah juga memiliki batas lelah, dan perlu dirawat agar tetap produktif.
Data uji tanah memberi arah: kapan tanah perlu dinetralkan, kapan perlu diberi asupan organik, dan bagaimana menyusun strategi pemupukan untuk musim tanam ke-1 tahun 2026.
"Sekarang kami lebih lega, karena sudah ada gambaran pasti kondisi tanah sawah kami. Setidaknya kami tahu apa yang harus dibenahi. Tanahnya, bukan hanya tanamannya," kata Toni Minging, Ketua Gapoktan Tani Mulya.
Membaca tanah, bagi petani Desa Suwaloh, bukan sekadar urusan teknis pertanian. Ia adalah upaya menjaga masa depan sawah—agar generasi berikutnya tidak hanya mewarisi lahan, tetapi juga pengetahuan untuk merawatnya.





