USKUP Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, memastikan seluruh paroki Gereja Katolik di Indonesia bergotong royong menggalang bantuan bagi para korban bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Dalam konferensi pers Hari Raya Natal 2025 di Gereja Katedral Jakarta, Kamis (25/12), Kardinal Suharyo menyampaikan bahwa kesadaran solidaritas di lingkungan Gereja Katolik semakin kuat dan nyata, terutama dalam situasi kebencanaan.
Ia menjelaskan, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) telah mengajak seluruh uskup untuk menggelar kolekte kedua secara serentak di paroki-paroki pada Sabtu dan Minggu. Langkah tersebut dilakukan guna menghimpun dana kemanusiaan bagi para korban bencana.
“Belum pernah sepanjang hidup saya mendapati semua gereja melakukan pengumpulan dana bersama seperti ini,” kata Ignatius Suharyo dikutip dari Antara, Kamis (25/12).
Dana hasil kolekte tersebut akan dikumpulkan secara terpusat melalui KWI sebelum disalurkan untuk mendukung penanganan para korban bencana alam.
Suharyo menjelaskan, mekanisme penyaluran bantuan dilakukan melalui Caritas Indonesia (Carina), lembaga resmi Gereja Katolik yang secara khusus menangani urusan kebencanaan. Saat ini, sejumlah tim Caritas Indonesia telah diterjunkan langsung ke wilayah terdampak untuk melakukan pendampingan serta penyaluran bantuan kemanusiaan.
Namun demikian, kata dia, tidak seluruh bantuan disalurkan melalui Caritas Indonesia. Mengingat keterbatasan jangkauan dan prioritas lembaga tersebut, sejumlah keuskupan juga memilih menyalurkan bantuan secara langsung melalui keuskupan setempat di wilayah terdampak sebagai upaya percepatan bantuan.
Penyaluran bantuan tersebut dilakukan melalui Keuskupan Padang di Sumatra Barat, Keuskupan Sibolga di Sumtera Utara, serta wilayah Aceh yang berada dalam lingkup Keuskupan Agung Medan.
Suharyo menegaskan, seluruh wilayah tersebut mengalami dampak bencana yang sangat parah sehingga membutuhkan perhatian khusus dalam proses penyaluran bantuan.
Oleh karena itu, tim dari Konferensi Waligereja Indonesia juga meninjau langsung daerah terdampak guna melihat kemungkinan penyusunan program bantuan jangka pendek maupun jangka panjang.
Menurutnya, skema penyaluran bantuan yang tepat sasaran menjadi sangat penting, mengingat proses pemulihan pascabencana tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat dan diperkirakan membutuhkan waktu antara 20 hingga 25 tahun.
"Ini untuk menemukan kembali rumah, tanah, itu kan susahnya bukan main, karena semuanya sudah tertumpuk. Tertumpuk dengan pasir, tertumpuk dengan batu rata ya, susah sekali. Bukan 1-2 bulan pemulihan membutuhkan waktu bertahun-tahun, belum nanti traumanya, belum segala macam. Jadi, semua ini bentuk kesadaran untuk bersolidaritas dengan sesama warga bangsa," ujarnya. (Ant/P-4)


:strip_icc()/kly-media-production/medias/4242620/original/002118800_1669641794-Ilustrasi_UMP.jpg)
