Kenapa Selalu Emosi Saat Bicara Sama Orang Tua?

kumparan.com
15 jam lalu
Cover Berita

Setiap kali ngobrol sama orang tua, kok rasanya kebawa emosi terus ya?

Suka pengin debat, kesal sendiri, bahkan akhirnya memilih menjauh. Tapi sebenarnya, ini soal mereka sekarang... atau luka lama yang belum sempat kamu pahami? Pernah nggak, baru ngobrol sebentar tapi sudah ngerasa kesal entah karena nada suaranya, atau komentar kecil yang tiba-tiba bikin hati panas? Kadang, bukan pembicaraannya yang berat... tapi hati kita yang sudah penuh duluan sebelum obrolan dimulai. Mungkin kamu sedang menghadapi “Unfinished Business

Dalam psikologi Gestalt, “Unfinished Business” adalah istilah untuk menggambarkan emosi masa lalu yang belum terselesaikan secara emosional.

Menurut Fritz Perls, pendiri Gestalt Therapy, pengalaman emosional yang terpendam seperti sedih, marah, atau kecewa yang tidak sempat diungkap akan tetap hidup di bawah sadar dan muncul kembali dalam hubungan kita di masa sekarang.

Penelitian dalam Journal of Contemporary Psychotherapy (Greenberg & Malcolm, 2002) menjelaskan bahwa individu yang menyimpan unfinished business sering kali menunjukkan reaksi emosional yang intens terhadap situasi yang tampaknya sepele, karena otaknya menafsirkan kejadian sekarang sebagai “pengulangan” masa lalu yang menyakitkan.

Kenapa Bisa Muncul Saat Ngobrol dengan Orang Tua?

Hubungan dengan orang tua adalah hubungan emosional paling awal yang kita miliki.

Dari merekalah kita belajar tentang cinta, penerimaan, dan keamanan. Tapi jika di masa kecil kita sering merasa tidak didengar, disalahpahami, atau ditekan, maka pengalaman itu bisa meninggalkan bekas yang disebut unfinished business.

• Dulu waktu kamu sedih, malah disuruh diam.

• Saat butuh pelukan, malah dimarahi.

• Ketika mau cerita, dianggap lebay atau salah.

Perasaan yang tidak sempat diungkap itu akhirnya menumpuk jadi luka yang tidak terlihat.

Dan ketika sekarang mereka bicara dengan nada tertentu, bagian kecil dari diri kita inner child merasa luka itu terbuka lagi.

Menurut Woititz (2011) dalam Adult Children of Emotionally Immature Parents, banyak orang dewasa masih membawa luka emosional dari pola asuh yang tidak memberi ruang aman untuk berekspresi. Itulah kenapa, obrolan biasa dengan orang tua bisa memicu kemarahan yang sebenarnya berasal dari masa kecil.

Ciri-Ciri Kamu Punya Unfinished Business

1. Cepat tersinggung atau mudah meledak saat berinteraksi dengan orang tua

2. Merasa tidak pernah benar di mata mereka

3. Enggan berbicara terlalu dalam karena takut disalahpahami

4. Sering merasa bersalah setelah marah

5. Terlalu memikirkan omongan mereka berhari-hari

Menurut penelitian di Journal of Family Communication (Keene & Carrere, 2012), pola komunikasi yang tidak sehat antara anak dan orang tua dapat menciptakan “emosi terperangkap” kondisi ketika individu sulit memisahkan perasaan masa lalu dari interaksi masa kini.

Penyebab Unfinished Business

• Emosi masa kecil yang ditekan.

Sejak kecil kamu diajarkan “nggak boleh marah”, “jangan nangis”. Emosi yang tak diizinkan akhirnya dipendam dan menumpuk.

• Tidak ada ruang untuk bicara.

Saat mencoba jujur, kamu dianggap membantah. Jadi kamu diam, tapi terluka.

• Pola asuh yang keras, dingin, atau tidak konsisten.

Kadang disayang, kadang diabaikan. Kamu tumbuh dalam kebingungan emosional.

• Trauma yang diwariskan antar generasi.

Orang tua pun sering membawa luka mereka sendiri yang tak pernah disembuhkan dan tanpa sadar menurunkannya lewat pola komunikasi.

Dampak Jika Dibiarkan

• Terjebak dalam siklus komunikasi yang toksik

• Terus merasa seperti anak kecil yang tak bisa bersuara

• Rasa bersalah dan lelah emosional yang terus menumpuk

• Inner child semakin terluka

• Hubungan bisa menjauh, bahkan putus komunikasi

Emosi yang tidak diproses tidak akan hilang ia hanya akan mencari jalan untuk keluar, entah lewat kemarahan, kelelahan, atau jarak emosional.

Apa yang Bisa Dilakukan

1. Sadari perasaanmu.

Emosi itu valid. Kamu boleh marah, sedih, atau kecewa. Perasaan itu bukan tanda kamu anak yang durhaka, tapi manusia yang pernah terluka.

2. Validasi luka inner child-mu.

Katakan pada diri sendiri, “Aku wajar merasa begini. Aku sedang berproses.”

3. Tuliskan perasaanmu lewat journaling.

Menulis bisa jadi ruang aman untuk mengeluarkan hal-hal yang belum pernah sempat kamu ucapkan.

4. Batasi interaksi bila terlalu menyakitkan.

Jarak bukan bentuk ketidakhormatan, tapi cara memberi ruang untuk penyembuhan.

5. Cari bantuan profesional.

Terapi bisa membantu kamu memproses unfinished business dengan cara yang sehat dan terarah.

Setiap kali kamu merasa emosi saat berbicara dengan orang tua, mungkin yang sedang bicara bukan “kamu yang sekarang”, tapi versi kecil dari dirimu yang dulu yang belum sempat dimengerti.

Dan nggak apa-apa. Kamu nggak gagal jadi anak yang baik, kamu cuma sedang belajar memahami luka yang dulu kamu diamkan. Kita tetap bisa menghormati orang tua, tanpa harus mengabaikan perasaan sendiri.

Karena dua hal itu bisa berjalan berdampingan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Betrand Peto Ungkap Harapan di Perayaan Natal 2025, Akui Ingin Liburan Bareng Ruben Onsu
• 20 jam lalugrid.id
thumb
Pesan Mendalam Carlos Sainz untuk Williams Memberinya Kesempatan di F1 2025 setelah Didepak Ferrari
• 16 jam lalutvonenews.com
thumb
Heboh Pria di Bandung Acungkan Golok di Warung Bakso, Ternyata Dipicu Cemburu
• 17 jam lalukumparan.com
thumb
Potret Warga Tapteng di Pengungsian, Rayakan Natal Bersama TNI
• 18 jam laluidntimes.com
thumb
Prabowo Kunjungi Luhut di Momen Natal, Bahas Ekonomi hingga Bencana Sumatera
• 14 jam laluliputan6.com
Berhasil disimpan.