INOVASI kerap dipersepsikan sebagai urusan teknologi canggih, startup digital, atau proyek-proyek besar di kawasan perkotaan. Namun sepanjang 2025, arah inovasi di Indonesiajustru menunjukkan pergeseran yang lebih mendasar. Inovasi tidak lagi ditempatkan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai cara berpikir untuk menyelesaikan persoalan nyata masyarakatsecara lebih manusiawi, kontekstual, dan berkelanjutan.
Melalui Innovation Kaleidoscope Indonesia 2025, perjalanan inovasi nasional dapat dibaca sebagai sebuah proses bertahap. Dari pembenahan sistem dasar negara, penguatan manusia sebagai pusat pembangunan, penataan ruang hidup bersama, hingga akhirnya berlabuh di desa sebagai titik kulminasi dari inovasi yang semakin dewasa dan membumi.
Kuartal I: Membenahi Sistem Dasar Negara
Tahun 2025 dibuka dengan kesadaran bahwa persoalan utama pelayanan publik bukanlah kekurangan program, melainkan sistem yang terfragmentasi dan pengalaman warga yang berbelit. Data antarinstansi belum terhubung secara memadai, layanan berjalan lambat, dan kepercayaan publik belum sepenuhnya pulih.
Inovasi pada kuartal pertama diarahkan pada pembenahan fondasi tata kelola negara melalui pemanfaatan teknologi dan reformasi proses. Dashboard kinerja layanan publik berbasis kecerdasan buatan, integrasi Single Citizen ID lintas layanan, serta sistem pencegahan kecurangan bantuan sosial berbasis data dikembangkan untuk menyederhanakan proses danmeningkatkan transparansi.
Inovasi ini digerakkan oleh Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Sosial, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, serta mitra teknologi dalam ekosistem GovTechnasional.
Di sektor energi dan pangan, inovasi didorong oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersama PLN dan mitra swasta energi terbarukan melalui pengembangan pembangkit listrik tenaga surya terapung dan sistem penghitungan emisi karbon. Sementara itu Kementerian Pertanian, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, BUMN asuransi, serta
startup agritech menjadi inovator dalam pertanian presisi dan asuransi tani berbasis data iklim.
Kuartal pertama mencerminkan tahap awal inovasi nasional, ketika masalah didefinisikan ulang dari sudut pandang warga dan pelaku sektor riil.
Kuartal II: Manusia sebagai Pusat Inovasi
Setelah fondasi sistem mulai dibenahi, fokus inovasi bergeser pada dampaknya terhadap kualitas hidup manusia. Inovasi tidak lagi sekadar memperbaiki proses, tetapi menyentuh langsung kebutuhan dasar masyarakat.
Di sektor kesehatan, keterbatasan akses layanan dan tingginya beban penyakit kronis dijawab melalui pengembangan layanan telemedisin terintegrasi dengan fasilitas kesehatan primer, pemanfaatan kecerdasan buatan untuk deteksi dini penyakit tidak menular, serta penggunaan perangkat pemantauan kesehatan bagi lansia.
Inovasi ini digerakkan oleh Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, rumah sakit rujukan,serta startup healthtech nasional.
Di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan, kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia kerja mendorong lahirnya pembelajaran adaptif berbasis teknologi, skema micro credential yang relevan dengan kebutuhan industri, serta pemetaan talenta nasional. Inovator pada fase ini adalah Kementerian Pendidikan, Badan Nasional Sertifikasi Profesi, KementerianKetenagakerjaan, pelaku industri, dan platform edtech.
Sementara itu, ekonomi kreatif mulai disentuh dari sisi keadilan melalui sistem distribusi royalti yang lebih transparan dan pemanfaatan teknologi untuk produksi konten lokal. Inovasi ini didorong oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, lembaga manajemen kolektif, serta startup kreatif.
Kuartal kedua menandai fase perancangan dan pengujian solusi berbasis empati, dengan manusia sebagai pusat inovasi.
Kuartal III: Menata Ruang Hidup Bersama
Pada kuartal ketiga, inovasi berhadapan langsung dengan kompleksitas ruang hidup bersama. Persoalan perkotaan, ketahanan nasional, dan inklusi ekonomi menjadi fokus utama. Inovasi di wilayah perkotaan hadir melalui pengembangan manajemen lalu lintas berbasis data, sistem pengelolaan sampah cerdas, dan pusat kendali kota terintegrasi yang bertujuan memperbaiki pengalaman sehari-hari warga. Inovator utama dalam fase ini adalah pemerintah daerah, badan perencanaan pembangunan daerah, serta startup smart city Aspek ketahanan diperkuat melalui sistem peringatan dini bencana, penguatan keamanan siber, dan pemanfaatan teknologi untuk pencarian dan penyelamatan.
Inovasi ini digerakkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta startup teknologi mendalam.
Di sisi lain, inklusi ekonomi didorong melalui pengembangan sistem penilaian kredit UMKM berbasis data alternatif dan digitalisasi usaha kecil. Inovator dalam bidang ini meliputi Otoritas Jasa Keuangan, perbankan nasional, perusahaan teknologi finansial, dan pemerintah daerah.
Kuartal ketiga merupakan fase pengujian di ruang publik, ketika inovasi dinilai dari dampaknya yang paling konkret bagi kehidupan warga.
Kuartal IV: Inovasi yang Dewasa dan Membumi dari Desa
Puncak perjalanan inovasi Indonesia pada 2025 justru tidak berada di kota atau pusat teknologi, melainkan di desa. Di sinilah inovasi mencapai bentuknya yang paling matang.
Selama bertahun-tahun, tantangan utama pembangunan desa bukan terletak pada kekurangan program atau anggaran, melainkan pada pendekatan yang top down, lambat, dan kurang memahami konteks lokal. Banyak kebijakan berhenti di tingkat perencanaan, sementara kebutuhan warga desa bergerak jauh lebih cepat.
Program Desaku Maju GERCEP atau Gerakan Cepat Desa Produktif hadir sebagai respons terhadap persoalan tersebut. Program ini berangkat dari pemahaman mendalam terhadap realitas desa, kebutuhan yang beragam, kapasitas yang berbeda, serta potensi lokal yang
sering terabaikan.
Di Provinsi Lampung, GERCEP digerakkan oleh Pemerintah Provinsi Lampung di bawah kepemimpinan Gubernur Rahmat Mirzani Djausal, dengan Dinas Koperasi dan UKM sebagai agen inovasi dan penggerak ekosistem. Pemerintah daerah berperan sebagai orkestrator yangmenghubungkan data desa, koperasi, BUMDes, UMKM, pendamping lapangan, dan komunitas warga dalam satu ekosistem kolaboratif.
Melalui pemanfaatan data desa sebagai dasar perencanaan, pendampingan yang cepat danadaptif, serta penguatan ekonomi lokal berbasis koperasi dan rantai nilai, desa diposisikan sebagai subjek inovasi.
Keberhasilan tidak diukur dari banyaknya program yang diluncurkan, melainkan dari perubahan nyata yang dirasakan masyarakat desa.
Penutup: Lampung sebagai Role Model Inovasi Desa Indonesia
Jika perjalanan inovasi Indonesia sepanjang 2025 dibaca sebagai sebuah alur, maka desa adalah titik klimaksnya. Bukan karena desa paling tertinggal, melainkan karena di sanalah ujiansesungguhnya dari inovasi publik berlangsung
Dalam konteks ini, Lampung tampil sebagai role model inovasi desa Indonesia. Melalui GERCEP, Pemerintah Provinsi Lampung menunjukkan bahwa inovasi desa tidak harus dimulai dari skema besar atau teknologi canggih, melainkan dari cara berpikir yang tepat, empati terhadap warga, kolaborasi lintas aktor, dan keberanian untuk bergerak cepat.
Pendekatan ini menegaskan bahwa inovasi desa bukan agenda pelengkap, melainkan strategi utama pembangunan masa depan. Ketika desa diposisikan sebagai pusat inovasi, daerah menjadi penggerak, dan negara berperan sebagai pendukung, inovasi tidak lagi berhenti di pusat kebijakan.
Dari Lampung, Indonesia belajar bahwa masa depan inovasi nasional tidak hanya dirancang dari atas, tetapi tumbuh dari bawah, pelan, kontekstual, dan berkelanjutan. Dan di sanalah arah baru pembangunan Indonesia sedang menemukan pijakannya. (H-2)


:strip_icc()/kly-media-production/medias/5455483/original/041264300_1766663329-Prabowo_Natal.jpg)


