BOGOR, KOMPAS.com - Permukiman Kampung Sirnasari, RT 07 RW 04, Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, mengalami perubahan besar setelah dilanda longsor pada 2023.
Akibat bencana tersebut, puluhan keluarga yang sebelumnya bermukim di kawasan itu harus direlokasi ke tempat lain.
Namun, cerita tidak berhenti pada tanah yang dinyatakan tak lagi aman untuk dihuni. Justru dari kondisi itulah, warga mencoba merumuskan ulang hubungan mereka dengan ruang yang tersisa.
Baca juga: Leasing: 95 Persen Kendaraan yang Ditindak Mata Elang di Jalan Sudah Pindah Kepemilikan
Alih-alih membiarkannya terbengkalai, warga memanfaatkan lahan tersebut sebagai tempat bertani, beternak, dan berkegiatan sosial.
Pengamatan Kompas.com di lokasi menunjukkan, lahan yang kini dikelola Kelompok Tani Dewasa (KTD) Sirnasari tidak lagi menyerupai permukiman, tetapi menjelma menjadi kawasan pertanian yang rapi.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=peternakan, pertanian, indepth, lahan bekas longsor, kampung sirnasari&post-url=aHR0cHM6Ly9tZWdhcG9saXRhbi5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8yNi8wNTQ3MTU4MS9qZWphay1pbm92YXRpZi13YXJnYS1zaXJuYXNhcmktc3VsYXAtbGFoYW4tYmVrYXMtbG9uZ3Nvci1qYWRpLXBlcnRhbmlhbg==&q=Jejak Inovatif Warga Sirnasari, Sulap Lahan Bekas Longsor Jadi Pertanian dan Peternakan§ion=Megapolitan' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Di area yang dulunya berdiri rumah-rumah warga, kini terbentang kolam ikan. Airnya tenang, berwarna kehijauan, dipagari bilah bambu dan kayu. Beberapa warga terlihat duduk di tepi kolam, sesekali memperhatikan permukaan air dan berbincang santai.
Tidak ada kesan tergesa-gesa; aktivitas berlangsung perlahan, mengikuti ritme lahan yang kini mereka rawat bersama.
Tak jauh dari kolam, sebuah kandang domba berdiri sederhana. Rangkanya terbuat dari bambu, dengan atap seng dan dinding papan. Di depannya terpasang papan nama KTD Sirnasari, sebagai penanda bahwa lahan bekas permukiman ini kini memiliki fungsi baru.
Di dalam kandang, domba-domba tampak berdesakan, sementara seorang warga tengah mengisi palung pakan dengan ember plastik dan sekop kecil. Pengamatan Kompas.com juga melihat area tanam yang memanfaatkan ruang terbuka tanpa banyak rekayasa.
Rak-rak dari pipa dan kayu disusun untuk menopang polybag berisi tanaman. Di sisi lainnya, sebuah papan peringatan berwarna kuning mencolok berdiri di tengah semak hijau.
Tulisan “Berbahaya, Area Rawan Bencana, Dilarang Mendirikan Bangunan” menjadi latar kontras dari aktivitas warga. Papan itu seolah menegaskan alasan mengapa lahan ini tidak lagi diisi bangunan permanen, melainkan diolah secara sementara dan adaptif.
Suasana di kawasan KTD Sirnasari terasa sunyi, namun hidup. Tidak ada deretan rumah, tidak ada suara kendaraan, hanya bunyi air kolam, gesekan bambu, dan obrolan warga.
Bekas permukiman yang pernah ditinggalkan karena bencana kini tidak dibiarkan kosong, melainkan diisi dengan cara baru, yakni bertani dan beternak, tanpa menantang alam, tetapi berdamai dengannya.
Inisiatif yang Berangkat dari KebutuhanKetua RW setempat, Dwi Anggraeni, mengatakan, pemanfaatan lahan bekas longsor di Kampung Sirnasari bukan program yang datang dari luar.
Baca juga: Cara Mata Elang Dapat Data Nasabah dengan Mudah dalam Hitungan Detik
Inisiatif itu, kata dia, tumbuh dari warga setempat yang melihat adanya ruang kosong yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, terutama bagi anak-anak dan pemuda di lingkungan tersebut.
"Jadi memang kita inisiatif, tadinya pula sudah ada kelompok. Terus kebetulan kan di sini ada lahan dulu bekas longsor, daripada enggak dipergunakan, lebih baik kita pergunakan lah buat anak-anak lagi," ujar Dwi saat ditemui Kompas.com, Rabu (24/12/2025).
Menurut Dwi, lahan itu kemudian dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas produktif, mulai dari pertanian hingga peternakan.
"Jadi dari menanam sayuran, terus dari ikan, dari kambing," kata dia.
Ia juga menyebut, warga mendapat bantuan dari pemerintah berupa bibit-bibit untuk dibudidayakan, termasuk sembilan ekor kambing dari Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP).
"Alhamdulillah kan kambing dari sembilan yang kita dikasihnya, sekarang sudah berkembang biak," kata Dwi.
Bekas Longsor yang Tak Lagi DihuniLahan yang kini dimanfaatkan merupakan area bekas longsor yang sejak awal ditetapkan sebagai kawasan yang tidak boleh dihuni. Keputusan ini diambil demi keselamatan, mengingat kondisi tanah yang dinilai tidak stabil.
"Dulu memang bekas longsor. Cuma kan kategori enggak aman, untuk enggak boleh diisi. Karena kita enggak isi itu, makanya dibuat ini lah gitu," kata Dwi.
Sebelum longsor terjadi, kawasan tersebut merupakan permukiman padat dengan puluhan kepala keluarga. Namun, seluruh warga direlokasi ke hunian baru setelah terjadinya longsor.
"Dulu di sini ada 81 KK, cuma kan kena double track. Satu pemindahan, yang kedua pemindahan karena bencana longsor," ujarnya.
Baca juga: Menara Saidah, Bayangan Kemegahan yang Terbengkalai di Tengah Megaproyek Jakarta
Kata Dwi, seluruh warga yang terdampak longsor telah direlokasi dan mendapatkan tempat tinggal pengganti.
Proses PanjangPemanfaatan lahan pasca longsor bukan berarti dimulai dari nol. Menurut Dwi, sebelum bencana, warga sebenarnya sudah melakukan pertanian sederhana. Namun longsor menghentikan sementara semua kegiatan tersebut.
"Sebenarnya kita dari sebelum longsor, kita sudah berjalan ya, sudah menanam dari sayuran, Cuma kan waktu itu ketimpa longsor, jadi berhenti dulu, tapi daripada itu (kosong), jadi maju lagi, gerak lagi," ungkapnya.
Keputusan untuk kembali mengelola lahan dilakukan dengan penuh pertimbangan.
Selain status lahan yang rawan, warga juga harus memastikan faktor keamanan. Penguatan tanah menjadi salah satu langkah awal yang dilakukan sebelum aktivitas diperluas.
"Sebenarnya iya sih betul rawan longsor. Cuman kan ke satu kita udah diperkuat, dipaku bumi udah mulai aman lah," kata Dwi.
Selain itu, penanaman pohon berakar kuat juga dilakukan untuk membantu menjaga kestabilan tanah.
Dwi menyebut, sedikitnya 121 pohon telah ditanam di area yang dianggap rawan.
"Kita tanemin pohon yang keras di rawan-rawan longsor," katanya.



:strip_icc()/kly-media-production/medias/5426791/original/024464800_1764317618-8.jpg)